Cuaca Chasm City siang itu sangat cerah. Matahari bersinar dengan terangnya di langit biru, ditemani dengan awan putih yang nampak seperti kapas beterbangan. Terlihat sangat indah.
Pemandangan itulah yang sedang disaksikan oleh seorang pria dari balik dinding kaca. Menatap lurus ke depan dengan pikiran yang melayang entah kemana.
"Tuan" panggilan itu seketika membuyarkan lamunannya. Ia membalik badan, dan mendapati Arthur berdiri di ambang pintu.
Arthur berjalan mendekat. Sedangkan pria itu menyamankan posisi duduk di kursi kebesarannya.
"Apa anda sudah tahu tentang Jake yang---"
"Sudah" sela pria itu santai.
Diam sejenak. Arthur sudah menduga sikap tuannya akan seperti ini. Tak ada raut khawatir, tegang atau sedih sama sekali. Sekalipun yang tertangkap adalah Jake, orang kepercayaannya dan orang yang paling dekat dengan pria itu.
Jake yang malang. Dia selalu mengagung-agungkan nama tuannya, menganggapnya sebagai pahlawan, dan Jake rela jika harus mengorbankan nyawa demi dia. Tapi ia hanya dianggap tidak lebih sebagai butiran debu.
Pria itu hanya memikirkan uang, uang, dan uang. Entah apa yang membuatnya sangat terobsesi dengan itu. Yang jelas, ia melakukan bisnis barang ilegal itu untuk menghasilkan lebih banyak uang.
Tak peduli sudah berapa nyawa melayang karena obsesinya dengan kertas-kertas itu.
"Apakah kita akan menyelamatkan orang-orang yang tertangkap, tuan?"
"Tidak" Pria itu meninggalkan ruangannya setelah berucap dengan datar.
Arthur menghela nafas panjang. Lelaki itu tidak bisa melakukan apa-apa untuk temannya itu. Jujur dia khawatir. Mau bagaimana pun, ia selalu bekerja bersama Jake selama beberapa tahun terakhir.
......
Suasana didalam mobil itu hening. Dua orang didalamnya tidak ada yang berinisiatif untuk membuka pembicaraan.
Itu adalah mobil Moon. Gadis itu yang mengemudi, sedangkan Alex duduk disampingnya. Sebenarnya Alex sudah menawarkan untuk menggunakan mobil miliknya saja, tapi gadis itu menolaknya dengan tidak bersahabat.
Moon tahu bahwa keadaan Alex belum baik. Ia bisa melihatnya. Mungkin lelaki itu dapat berbohong kepada orang lain, namun tidak dengan Moon.
Mobil itu menepi di sebuah kafe yang berhadapan dengan gedung perusahaan besar yang terkenal.
Mereka masuk kedalam cafe tersebut dan duduk disalah satu meja dekat jendela, untuk mengawasi pergerakan di perusahaan itu. Dan akan mengambil beberapa gambar yang dibutuhkan Emily.
Seorang pelayan menghampiri mereka dengan senyum ramah. "Selamat siang. Mau pesan apa kak?"
Moon melirik pada Alex yang kini melihat keluar jendela, labuh tepatnya melamun. Gadis itu menyenggol kaki Alex pelan, karena lelaki itu tidak menyahut.
"em.. samain aja"
Samain? Gila! Kan Moon tidak tahu apa yang dia suka atau tidak suka. Gadis itu terpaksa berpikir keras saat melihat deretan menu yang tersedia.
Moon itu aneh. Sesuatu yang berkali-kali lipat lebih serius dari ini, ia menghadapi sangat santai, tidak banyak berpikir. Tapi kalau sesuatu yang sepele seperti ini, pasti langsung bingung untuk memutuskan.
Untung Moon ingat, kalau lelaki itu menyukai latte. "Latte 2, waffle 2" putus Moon kemudian.
Pelayan itu mencatat pesanan Moon. "Latte 2, dan waffle 2. Sudah itu saja?" Tanyanya yang mendapat jawaban berupa anggukan dari Moon. "Baik. Tunggu sebentar, pesanan akan segera kami siapkan"
KAMU SEDANG MEMBACA
Moonlight
General Fiction"Moon" sebuah julukan sekaligus nama samaran seorang sniper handal yang disegani kawan maupun lawan. Tugasnya dalam diam,senyap,dan Tidak terlihat. Lawan hanya tau namanya tidak dengan wujudnya. Bahkan mereka semua tidak tahu nama aslinya. Dia adala...