“Aldio Zefran Waranggana. Sarjana Ilmu Sosial. Lulus dengan predikat sangat memuaskan.”
Sang empunya nama dengan toga lengkapnya lekas beranjak maju dari barisan wisudawan dan wisudawati di sisi kiri ballroom. Senyum bangga bercampur haru melekat pekat di bibir sebab tepat pada hari ini, perjuangan selama empat tahun menyelesaikan studi benar-benar tuntas terbayarkan. Ia pun melangkah penuh percaya diri ke hadapan rektor untuk melakukan prosesi pemindahan tali toga, juga ketua jurusan yang kemudian menyerahkan buku ijazah. Tak terlupa ucapan selamat menyertai, yang segera dibalas dengan rendah hati.
Setelahnya, Zefran bergegas kembali ke jajaran kursi di mana rekan-rekan satu jurusannya berada. Mereka yang mengenal dekat laki-laki itu langsung menyambutnya penuh sukacita. Binar kebahagiaan pun terpancar jelas sebab pada akhirnya mereka berhasil lulus bersama usai menghadapi semua kesulitan yang ada.
Waktu terus berlalu hingga tak terasa seluruh rangkaian prosesi wisuda telah terlewati dengan lancar dan khidmat. Para wisudawan dan wisudawati pun dipersilakan meninggalkan tempat duduk dan berkumpul untuk melakukan foto bersama, barulah setelahnya mereka dapat dibebaskan dengan kegiatan lainnya. Saat itu yang pertama kali muncul dalam pikiran Zefran adalah kedua orangtuanya yang telah menjadi pendamping wisudanya hari ini. Lantas, ia pun segera saja mencari keberadaan mereka di sisi belakang ballroom, di mana para pendamping sudah bingkas dari kursi masing-masing dan menunggu.
Tidak butuh waktu lama bagi Zefran untuk menemukan kedua orangtuanya. Sebab ternyata Mama telah lebih dulu melihat keberadaannya dan lekas melambai-lambai dengan heboh, yang tentu saja sukses mencuri perhatian Zefran--dan juga orang-orang di sekitarnya. Lelaki itu pun menggeleng-geleng pelan sementara di bibirnya tersungging senyuman geli. Lantas, lekas saja ia menghampiri mereka di tengah-tengah banyaknya manusia dalam ruangan besar tersebut.
“Aaaa anak Mama ganteng sekali hari ini,” ujar Mama menyambut si anak bungsu. Kemudian, ia memeluk Zefran singkat dan mencium kedua pipinya secara bergantian seraya berkata, “Selamat ya, Sayang, atas kelulusannya.”
Bukannya membalas ucapan tersebut, Zefran malah langsung memprotes, “Ma, jangan cium-cium di sini, dong.”
“Aduh, emang kenapa, sih? Kamu malu? Biasanya juga nggak pernah kamu masalahin, tuh.”
“Ya iyalah, Ma, dulu kan Zefran masih kecil. Beda sama sekarang.”
“Ah, sekarang pun kamu masih kecil di mata Mama. Kamu, selamanya jadi putra kecil Mama. Kamu mana pahamlah, orang belum ngerasain jadi orangtua.”
Zefran kontan tertawa kecil. “Baper banget sih, Ma?” Jeda sesaat. “Iya, iya, Zefran ngerti, kok. Tapi ya sebaiknya liat-liat situasi dulu, Ma.”
KAMU SEDANG MEMBACA
See You After Midnight [END]
Romantizm[Reading List @RomansaIndonesia Kategori Cerita Bangku Kampus - Oktober 2023] Hanya butuh waktu singkat bagi Linka Drisana untuk jatuh cinta pada Aldio Zefran Waranggana, seorang kakak tingkat dengan sejuta pesona. Bukan soal fisik belaka, melainkan...