Part 33 : Kepo Yang Menyesatkan

8 1 0
                                    

— t e c o n a —

Ona dan Alia sudah berbaikan, saat Ona agak menyetujui untuk nyetalking Arsyid — eh?

"Gimana Na?." Tanya Alia disela-sela bersepeda menuju jalan pulang. Hari sudah semakin sore, langit pun sudah mulai berganti warna menjadi gelap walau masih ada sisa-sisa semburat jingga di ufuk barat.

"Apanya?" Tanya balik Ona pura-pura tidak paham. Ona tebak, Alia akan membahas Arsyid, Arsyid, dan Arsyid sampai Ona nangis sepertinya.

"Nyetalking Mas Arsyid." Ujarnya.

Ona menghela napasnya sambil menatap kedepan sana. "Kapan-kapan deh." Secara tidak langsung Ona menyetujui pendapat Alia untuk sesekali men-stalk Arsyid.

"Eh tunggu," Ona memberhentikan sepedanya tiba-tiba. "Tadi kamu ngapain manggil Arsyid pake Mas segala?" Tanya Ona sambil mengerutkan keningnya.

"Ha-ha-ha," Gelak tawa dari Alia membuat Ona semakin sebal saja, mau heran tapi Alia. "Kenapa? Cemburu yaa?" Godanya sambil kembali menjalankan sepedanya.

Ona hanya geleng-geleng kepala membuang pikirannya sendiri, "Hadeuh siapa juga yang cemburu heh?" Gumamnya sambil kembali mengayuh sepedanya.

Mereka baru setengah jalan, karena jalanan menanjak jadi mereka agak lambat untuk sampai rumah sebelum maghrib.

"Kita langsung aja ke Masjid Al!" Ajak Ona mulai mengeluarkan kekuatan yang lebih untuk mengayuh sepedanya. Lumayan membuat gering jika setiap hari seperti ini. Sudah gering tambah gering, krempeng dong jadinya.

Kumandang adzan menggema tepat saat Ona memakirkan sepedanya dihalaman masjid. Alia langsung duduk di pilar sambil menarik napas dalam-dalam.

Ona hanya melihat dalam diam sambil mengipasi wajahnya dengan kedua tangannya. Hidungnya kembang kempis pertanda sedang berlomba menghirup oksigen.

"Ayo wudhu keburu iqomah nanti." Ajak Ona saat sudah mulai ramai orang berdatangan untuk menunaikan kewajiban secara berjamaah.

Alia bangkit dari duduknya mengikuti langkah Ona. Mereka berwudhu, membasahi, menyegarkan,dan membersihkan diri, hati, dan pikiran.

Ona berkaca sebentar pada tralis besi yang memang mampu memantulkan bayangan. Lalu beranjak dari kamar mandi memasuki Masjid, berjalan menuju etalase kaca tempat menyimpan mukena, sajadah, serta sarung yang mungkin saja dibutuhkan para jamaah.

Ona duduk sambil tersenyum simpul merasakan kesejukan dalam hatinya.

"Pssst, mbah-e." Bisik Alia sambil mengarahkan pandangannya ke arah nenek-nenek yang galak karena sering menegur mereka ketika bercanda.

"Sht! Awas nanti kena marah lagi, he-he." Kekeh Ona sambil berbisik pula.

Mereka pun tertawa dalam diam. Iqomah dikumandangkan mereka segera melaksanakan serangkaian kewajiban. Ona dan Alia tidak mengikuti wirid, mereka langsung keluar hendak pulang ke rumah masing-masing.

"Ta-ta Ona sayangku cinta busukku, semoga berjaya nyetalking mas Arsyid, kalo butuh bantuan ngomong yak!" Pamit Alia dengan tidak beradabnya ketika sampai di pertigaan jalan.

"Hm, iya iya." Sebenarnya Ona sangat ingin menggeprek Alia, anak itu rese sekali, Tapi Ona masih berpikir sehat.

Ona sampai dipekarangan rumahnya, memakirkan sepedanya disudut halaman lalu masuk kedalam rumah mengucapkan salam.

"Assalamu'alaikum, Ona pulaaang!"

"Waalaikumussalam udah sholat?" Tanya Bunda Lita yang muncul dari ruang tengah dengan mukena yang masih melekat.

LOVING AMBULANCETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang