Part 48 : Nemu

24 2 1
                                    

"Pergilah ke tempat yang menjadi masa depan setiap orang yang pulang kepada Tuhan. Cukup gunakan satu pelita. Berhentilah di tangga ke-empat lalu cari aku diantara nisan-nisan insan yang beriman."

"Jun," Panggil Ona, gadis merinding saat membaca pesan tersebut. "I-ini serius?" Ona menelan ludahnya sendiri.

Juni tertawa, "Wah nantangin. Kuburan 'kan maksudnya?" Ucap Juni santai. Ia merogoh sakunya, mengambil sebatang lilin. "Ambil. Kamu jaga lilin ya, aku jalan depan." Lanjutnya menyerahkan sebatang lilin yang sumbunya masing panjang sempurna.

"Tunggu Jun, ini salah kali. Tempat di masa depan itu bukan cuma kuburan." Cegah Ona, namun tangan kanannya tetap mengambil lilin Juni.

Juni mengernyitkan keningnya, lalu cowok tengil itu menyeringai, "E eleeeh, takut bilang aje, malu-malu kucing garong lu?" Ledek Juni sambil cengengesan tidak tahu malu.

"Dih, nggak ye! Cuma ya logika aja lah aku emang suka film hantu-hantu apalagi kalo ada jumscare itu keren. Tapi nggak gini juga, ini dini hari Jun!" Jelas Ona panjang lebar guna membela diri.

Juni masih senyam-senyum meledek, "Hmmm iyakah? Yaudah sih ini ada tangga. Kebetulan kuburan seberang jalan dari Kedawung emang ada tangganya. Tinggi lagi, untung ini cuma empat tangga." Juni berjalan terlebih dahulu kearah obor dengan niatan menyuruh Ona menghidupkan lilin.

Jalanan pasti gelap, karena memang sudah di setting. Ona hanya berdecak pasrah. Mereka jalan bersisian keluar area perkemahan menuju pemakaman yang Juni tahu.

"Parah, gelap poool!" Celetuk Ona menatap ngeri sekitar. Gadis itu memegangi lilin dengan kedua tangan, kepalanya senantiasa celingukan.

Juni hanya menatap lurus jalan didepan. "Fokus jalan aja Na! Kayak kiper aja celingukan." Cibir Juni.

Ona mendengus sebal. Orang gila mana dini hari main gelap-gelapan berdua dan tujuan mereka adalah pemakaman, demi balok laksana.

Gesekan antara sepatu dengan jalanan yang di penuhi daun kering menimbulkan suara kresek-kresek renyah. Ona baru sadar kenapa jalan ini penuh dengan sampah daun kering? Sedang musim gugur 'kah?

Angin malam berhembus pelan namun menembus sampai ke pori-pori kulit beranjak menuju tulang. Pohon-pohon di pinggir jalan juga ikut bergerak tipis menyaksikan dua anak manusia yang berjalan dalam keheningan.

"Tumben diem, bocah cerewet." Celetuk Juni membuat Ona reflek menoleh.

"Diem dah, lagi tegang soalnya."

"Chill bocah, nggak ada setan kok!"

Ona reflek menginjak keras kaki Juni, di karenakan tangannya memegang lilin. "Nggak usah diperjelas segala!" Juni merengek sambil berjongkok sebentar merasakan hantaman keras dikakinya.

Kedua manusia itu berhenti tepat di depan tangga serta gapura bertuliskan, "TPU Kedawung" membacanya saja Ona tidak berkedip. Juni mencolek lengannya, Ona terperanjat, "Kertas mana kertas." Pintanya.

"Hisss! Nggak usah ngagetin!" Protes Ona mengalihkan lilinnya ke tangan kiri lalu tangan kanannya merogoh saku celananya.

Ona menyerahkan kertas berisi teka-teki, "Berhenti di tangga ke-empat, ini kanan kiri loh. Kanan atau kiri Na?" Setelah membaca, Juni bertanya.

"Mana aku tau!" Jawab Ona cepat. Ona lebih kepikiran dengan keberadaannya disini, sungguh menyebalkan.

"Mencar aja yuk?" Tawar Juni, yang tentu saja langsung di bantah Ona, "Gak! Kalau kamu mau silahkan, aku mending pulang." Balas Ona sambil menatap Juni tajam.

Juni memicingkan matanya, "Yakin?" Laki-laki itu menyeringai, "Sono pulang sendiri." Usir Juni sambil berjalan terlebih dahulu, lagi. Juni emang seneng banget meninggalkan Ona, apalagi melihat Ona tidak berkutik merinding ketakutan.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Aug 11 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

LOVING AMBULANCETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang