Part 46 : Duo

18 1 0
                                    

"Jahat banget kalian! main lari aja," Omel Cimol yang baru saja menelusup masuk ke dalam barisan sambil megap-megap tidak karuan.

Yang ia sebut sebagai sahabat se-sangganya pun, yakni manusia berempat itu hanya tersenyum tanpa dosa. "Ya maap Bu Cimol, takut di gebuk senpai soalnya." Bisik Ona sambil mendengarkan instruksi didepan.

Cimol masih merengut, tapi sedetik berlalu ia menoleh ke kanan tempat Ona berdiri. "Tapi tu bahasa senpai dari mana si?"

Ona menoleh, "Anime, Abang Raka suka anime. Aku kadang nyimak he-he." Jawabnya sambil tersenyum lebar.

"Wibu ya?"

"He-eleh, cuma nonton satu anime aja woi!" Seru Ona tidak sadar.

Kak Ibra yang sedang di depan pun menegur, "Itu yang cewek mau nemenin saya sini di depan?."

"Ha-ha-ha-ha, cewek emang cerewet banget Kak!" Celetuk seseorang remaja laki-laki di ujung barisan khusus laki-laki karena selalu satuan terpisah jadi Ona tidak bisa melihat dengan jelas. Namun ia, paham jelas siapa yang berteriak seperti di Alas Tua itu.

Kalau saja Ona tidak terciduk sedang mengobrol dengan Cimol, ia sudah berlari ingin menendang Juni, bocah tengil dengan segala tingkahnya yang membagongkan.

"Mayan, dingin-dingin gini huuuft..." Lanjutnya sambil memeluk badannya sendiri. "Siap, tidak mau."

"Oh?"

"Siap, salah!" Seru Ona menegakkan badannya.

"Apa tuh salahnya?" Tanya Ibra santai. "Siap. Berisik,"

"Jahil, bandel, petengtengan, pecicilan." Potong Ibra, melanjutkan. "Ya nggak heran si, semua begitu. Gwenchana yo." Pasrah Ibra, sepertinya topik dia hanya itu.

"Heh heh heh!!!" Seru Basir yang datang dari belakang barisan. "Nggak gitu konsepnya egee Rahim! Ini tuh jurit malam anjoy bukan apa-apa gapapa." Protesnya.

"Pertama, jangan panggil gue Rahim. Kedua, biarin dah serah gueh!" Balas Ibra dengan bangga menepuk dada di akhir kata. Basir hanya memajukan bibirnya beberapa senti bermaksud mencibir Ibra, rekannya.

"Oke! Jadi dini hari yang sangat hangat ini, kita akan melakukan aktivitas yang lebih hangat, hm panas mungkin?..." Ibra melirik rekan-rekan yang berada tak jauh darinya, laki-laki itu kaget karena semua mata menatapnya dengan tajam. Ibra langsung cengengesan tidak tahu dosa.

Ona yang mendengar hal tersebut bergumam. "Serah lu dah Kak, asalkan bahagia." Selanjutnya ia fokus mendengarkan instruksi yang diberikan.

Ibra berdehem, mengganti vibes yang tadinya tidak serius menjadi seolah lebih mencengangkan, sedikit. "Baik, dini hari ini kita akan melaksanakan PTKU alias pengambilan tanda kecakapan umum laksana yang sudah kami siapkan dengan serentetan tahapan yang akan kalian tempuh."

"Sebelumnya, kita memasangkan kalian masing-masing secara acak. Silahkan tutup mata kalian dengan scraft ambalan yang kalian pakai. 10 detik dari sekarang!."

Situasi yang tadinya tenang menjadi grasa-grusu.

"Dilarang bersuara!" Ibra kembali menginterupsi.

Ona juga termasuk gelagapan memasang scrafnya. Untung saja ia selesai dalam waktu singkat. Lalu ia kembali mendengar suara Kak Ibra didepan, menyerukan aba-aba baris-berbaris seenak jidat. "Seluruhnya siap, gerak!"

Tidak hanya siap. Kak Ibra memang sedang kumat.

Hadap kanan, gerak!
Hadap serong kiri, gerak!
Hadap kiri, gerak!
Balik kanan, gerak!
Hormat, gerak!
Rentangkan tangan, gerak!
Jongkok, gerak!
Siap, gerak!

LOVING AMBULANCETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang