Part 45 : Kedawung Day Three

9 1 0
                                    

Tidak terasa, gelap pun jatuh. Matahari seakan sudah bergulir, saatnya shift malamnya si bulan menerangi malam sebagai pertanda hampir habisnya hari ke dua perkemahan.

Kegiatan sore tadi, orienteering dan jelajah alam kurang lebih mereka menyusuri sepanjang sungai, disana mereka menemukan kebun yang jauh dari pemukiman warga dan semakin masuk menuju pos-pos berikutnya ternyata ada air terjun kecil, alias Curug. Itu merupakan pos terakhir alias pos kelima. Renang, dan parak mengambil ikan untuk keperluan makan malam.

Kegiatan setelah outbound, tentunya setelah istirahat mereka hanya duduk-duduk di lapangan mendengarkan workshop kecakapan peta dan komunikasi sekaligus evaluasi kegiatan outbound.

Yang membuat Ona full senyum adalah di acara tersebut disediakan snack ala-ala coffee break. Flo yang berada di sampingnya tadi juga reflek memeluk Ona girang, ha-ha. Dan senyum itu pun masih melekat sampai malam ini.

Suasana riang gembira tergambarkan jelas diantara tenda-tenda berbentuk setengah lingkaran dengan lampu-lampu kecil sebagai penerang jalan membuat suasana hati membaik. Celoteh dan canda tawa hangat memenuhi bumi perkemahan, ini dia yang di rindukan.

Ona termasuk gasik untuk makan malam. Ikan bakar sambal pedas ala Nestya dan Aisha masuk sempurna kedalam perut. Jadi dia sudah duduk-duduk santai didepan tenda sambil bercerita dengan teman-teman lain. By the way, Nestya suka dan ahli dalam bidang masak-masak, dan jangan lupakan skill bersoleknya.

Gadis dengan jilbab instan hitam duduk bersandar pada punggung Flo yang menghadap ke tenda. Ona menyempatkan diri membuka handphone. Ya walau tidak ada gunanya juga, sepi. Salah satu kegunaannya untuk saat ini Ona sedang mencari materi untuk bahan presentasi kelompoknya.

Salah satu syarat yang di tempuh untuk menjadi penegak laksana yaitu dengan berwirausaha selama minimal satu bulan sebelum pelantikan. Satu bulan full kemarin Ona sempat ber-simulasi menjadi Ibu kantin. Berteriak-teriak menawarkan dagangan, heum sebetulnya lebih cocok di sebut memaksa.

"Beli gaaa? Ayolah di beli,"

"Yaelah pelit amat, murah banget gini kok gak mau beli,"

"Haisyaaah, di stand lain gak ada yang semurah dan seenak ini, percaya deh,"

"Beli yok, dijamin rezekinya lancar nanti."

"Beli apa nyawa?"

Wezeh. Yang akhir sepertinya keliru, seram. Namun  pada akhirnya banyak juga yang mencoba beli, karena rasanya juga enak, masakan si Jeng, Ona cuma liat sambil berdoa.

Dan kebagian membuat powerpoint untuk presentasi di hari besok.

"Oii! Laptop boleh di ambil nih, mau sekalian gak?" Seseorang berdiri didepan Ona membuat bayangan. "Oh, boleh nitip nih?"

"Ambil sendiri lah!" Cetusnya sambil berjalan terlebih dulu, itu Juni. "Haish, dasar." Ona berdecak malas sambil beranjak dari duduknya.

"Aku ambil laptop dulu ye," Pamit Ona, memasang kedua sandalnya dan berlalu pergi menuju lapangan utama.

Hanya beberapa menit saja Ona sudah kembali menenteng tote bag di tangan kanan. Kembali dengan beberapa teman dari berbagai sangga. Gadis itu langsung memposisikan diri untuk membuat powerpoint.

Tanda titik mengakhiri penjelasan di slide presentasi sangganya. Dingin angin malam semakin menusuk, Ona menyesap tetes terakhir air hangat yang Nestya berikan tadi. Pukul sembilan Ona telah menyelesaikan tugasnya.

LOVING AMBULANCETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang