"Hanbin!" panggil Zhang Hao tidak percaya saat melihat Hanbin sudah berkeliaran keesokan harinya. Hanbin hanya memandang Zhang Hao sekilas dengan tatapan malasnya lalu mencoba mengabaikannya.
"Kau ini tidak pernah mendengarkan perkatan orang lain ya?" ucap Zhang Hao mengikuti Hanbin dari belakang.
"Aku tidak bisa terus berdiam diri di rumah sakit seperti itu. Aku harus bekerja"
"Dengan keadaanmu seperti ini?"
"Aku sudah lebih baik"
"Benarkah?"
Hanbin tiba-tiba berhenti melangkah dan berbalik membuat Zhang Hao tidak sempat menghentikan langkahnya membuat jarak yang sangat sedikit diantara mereka. Wajahnya tepat di depan tatapan tajam milik Hanbin itu. Zhang Hao meneguk ludahnya gugup.
"Aku bahkan bisa melemparmu dari sini ke rumahmu sekarang juga" ucapnya dengan nada rendah penuh penekanan. Napasnya hangatnya menerpa wajah mulus Zhang Hao membuat darahnya berdesir panas.
"Ouhhh!" Zhang Hao tersadar akhirnya segera mendorong tubuh Hanbin menjauh darinya.
"Ja-jangan dekat-dekat seperti itu. Nanti aku ketularan sakitmu" gerutunya.
"Bagus kalau kau mengerti. Kalau begitu jangan dekati aku lagi supaya kau tidak tertular penyakit orang melarat ini"
"Astaga..." ucapannya benar-benar menusuk ke dalam ulu hati Zhang Hao. Meskipun begitu Zhang Hao masih tetap Zhang Hao. Dia sudah kebal dengan segala kata-kata tajam yang Hanbin lontarkan padanya setiap saat.
"Hei, tunggu!" Zhang Hao mengejar Hanbin dan menghadangnya.
"Apa?"
"Ini" Zhang Hao menyerahkan sebuah salinan catatan materi pelajaran hari ini. Zhang Hao tahu kalau Hanbin akan membutuhkan catatan pelajaran itu karena sebentar lagi sudah hampir ujian tengah semester.
Hanbin terdiam menatap catatan itu seperti ingin menerimanya namun enggan rasanya. Alhasil Zhang Hao menarik tangan Hanbin agar yang lebih tua menerimanya. Hanbin menghela napas dan sorot matanya kembali menghangat.
"Terimakasih. Akan aku gunakan dengan baik" ucapnya datar tapi tidak terkesan dingin seperti biasanya.
"Sama-sama"
"Lalu..." ucapannya menggantung lalu Hanbin merogoh sesuatu di dalam tasnya.
"Ini" Hanbin menyerahkan sebuah amplop putih dan Zhang Hao malah refleks menerimanya. Zhang Hao memandang Hanbin curiga lalu membuka isi amplop itu dan benar saja isinya adalah sejumlah uang, banyak.
"Apa ini?"
"Hutangku kepadamu. Biaya rumah sakit semalam" jelasnya.
"Darimana kau mendapatkan uang ini? Kau mengambil pinjaman?" terka Zhang Hao.
"Melakukan pinjaman bukan hal untuk orang sepertiku"
"Apa kau menjual organ tubuhmu semalam?!"
"Cukup. Aku mengembalikan uang itu karena aku tahu itu pasti bukan uang milikmu sendiri. Kau tidak bekerja tapi bisa mengeluarkan uang sebanyak itu. Jangan bebani orang tuamu hanya untuk senang-senang semata"
"Aku tidak senang-senang, itu semua benar-benar uang milik diriku sendiri dan aku bebas menggunakannya untuk apa saja. Aku membantumu karena aku peduli"
"Apa untungnya kau peduli dengan orang sepertiku? Kau sedang beramal kepada tuhan?"
"Aku beramal untuk hatimu. Dan Kau masih memiliki hutang padaku"
"Katakan, hutang apa itu?"
"Kau hutang perasaan padaku. Kau tidak pernah membalas semua perasaan tulusku padamu" ucapnya lirih namun Hanbin bisa dengan jelas mendengarnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
[✓] Querencia | BinHao ♡
Fanfiction"Querencia" adalah tempat di mana jiwa merasa betul-betul di rumah, di mana setiap sudut mengembalikan kenangan manis, dan di mana hati merasa damai dalam kehangatan yang diberikan oleh kenangan lama dan harapan baru. Sung Hanbin ♡ Zhang Hao ♡Binhao...