Lima menit mereka tidak bergeming membiarkan suara pedesaan memanjakan telinga masing-masing. Sampai pada akhirnya ada seekor ayam betina mendekat ingin mencari makan. Tanpa mereka berdua sadari ayam itu mendekat pada tepak makan berisi nasi kepal yang Zhang Hao buat tadi.
"Ahhrgg!" jerit Zhang Hao spontan saat ayam tadi mematuk paha Zhang Hao membuat nasi kepal itu jatuh berceceran. Zhang Hao relfeks bangkit dan membuat kepala Hanbin terjun bebas karena kehilangannya sandarannya.
"Aduh!"
"Hanbin! Nasi kepalnya di makan ayam ihhh!" geram Zhang Hao memandang nasib nasi kepal yang sudah ia buat dengan susah payah malah di makan ayam betina tadi.
Hanbin kemudian ikut bangun sambil mengusap-usap kepalanya yang terbentur tanah tadi, tidak sakit tapi hanya terkejut.
"Sepertinya ini tandanya kita harus melanjutkan perjalanan kita, istirahatnya sudah cukup kan?" ujar Hanbin lalu berjongkok merapikan kotak bekal yang berantakan tadi. "Ini,"
"Terimakasih. Iya, ayo kita lanjut. Aku sudah tidak sabar ingin bertemu dengan Ibumu,"
"Ayo."
Setelah kembali menenteng barang bawaan masing-masing mereka berdua kembali melangkahkan kakinya untuk melanjutkan perjalanan. Zhang Hao tidak tahu masih sejauh apa. Namun baru saja sekitar dua puluh langkah kaki dari pohon tempat mereka beristirahat tadi Hanbin mengambil langkah berbelok ke sebuah rumah dengan pondasi kayu yang lumayan besar dengan halaman berisikan rumput hijau segar dan banyak tanaman lainnya juga satu pohon besar dan rindang juga di depan rumahnya.
"Kita sampai," ujar Hanbin begitu memasuki halaman rumah Kakek Neneknya.
"Apa?" Zhang Hao kembali berbalik melihat pohon tempat mereka beristirahat barusan. Jaraknya sangat dekat. Tapi kenapa?
"Kenapa kamu tidak bilang kalau kita sudah hampir sampai tadi?"
"Karena kamu bilang mau beristirahat dulu,"
"Ta-tapi kan..." Zhang Hao mengeratkan giginya gemas ingin meremas-remas wajah tampan di depannya itu, ia menghela napasnya pasrah. "Terserah kamu, dasar tukang jahil!" dengusnya.
"Oh ayolah. Lagipula kita sudah sampai, sekarang ayo masuk." ujar Hanbin lalu menggandeng lengan Zhang Hao mengajaknya memasuki rumah tradisional yang sepenuhnya masih dibangun dengan kayu jati itu.
"Sung Hanbin!" baru sampai di teras rumah Sang Ibu sudah keluar dari rumah lebih dulu dan langsung datang memeluk putra laki-laki kebanggaannya itu.
"Aku pulang, Ibu," Hanbin membalas pelukan Ibunya lembut.
"Ibu sangat senang akhirnya kamu bisa pulang. Ibu sangat merindukanmu, Hanbin," tutur sang Ibu penuh senyum berseri di wajahnya memandang putra semata wayangnya datang.
"Hanbin juga sangat merindukan Ibu. Ibu sehat-sehat kan disini? Ibu makan dengan teratur kan? Sudah beli obatnya kan?" pertanyaan beruntun itu keluar dari mulut Hanbin dan hanya dibalas tertawaan kecil oleh sang Ibu.
"Kamu baru sampai tapi sudah secerewet itu. Lihat, pemuda disebelahmu jadi terabaikan." Ibu Hanbin lalu memberi senyum pada Zhang Hao dan langsung dibalas oleh sang pemuda manis itu.
Zhang Hao kemudian menghampiri Ibu Hanbin lalu memberi salam dan mencium tangan Ibu Hanbin dengan sopan.
"Salam kenal, Tante. Saya Zhang Hao, teman sekelas Hanbin."
Ekspresi Ibu Hanbin seketika berubah setelah mendengar pemuda berambut pendek itu memperkenalkan dirinya. Pandangannya beralih pada Hanbin, sang putra hanya mengangguk lalu tersenyum pada Ibunya. Ibu Hanbin seketika menarik Zhang Hao ke dalam pelukan hangatnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
[✓] Querencia | BinHao ♡
Hayran Kurgu"Querencia" adalah tempat di mana jiwa merasa betul-betul di rumah, di mana setiap sudut mengembalikan kenangan manis, dan di mana hati merasa damai dalam kehangatan yang diberikan oleh kenangan lama dan harapan baru. Sung Hanbin ♡ Zhang Hao ♡Binhao...