10

1.4K 179 7
                                    

"Tidak mungkin! Besok hari libur, bagaimana bisa kita berdiam diri disini?" Zhang Hao semakin panik.

"Pasti akan ada yang datang, mungkin anak-anak dari suatu klub akan datang besok,"

"Klub apa yang membuat anggotanya datang di hari libur, Hanbin?"

"Kamu tenanglah dulu. Yang penting istirahatkan dirimu dan jangan buang-buang energimu saat ini juga,"

Malam semakin larut dan udara semakin dingin menusuk ke dalam tubuh dua pemuda yang masih terkunci di dalam toilet sekolah itu. Suasana hening di dalam sana membuat masing-masing dari mereka bisa mendengar suara detak jantung masing-masing rasanya.

Mereka berdua duduk bersebelahan menyandar pada dinding di dekat pintu berharap akan ada seseorang entah siapapun lewat jadi mereka akan bisa langsung mendengar langkah kakinya. Tapi sudah tiga jam di dalam sana masih belum ada tanda-tanda manusia lewat.

"Kalau kau mau menyalahkanku tidak apa-apa, marahi aku saja. Maaf juga sudah menyuruhmu untuk menemaniku kemari, kau jadi ikut terkunci di dalam sini," ucap Zhang Hao memecah keheningan. Ia merubah posisinya duduk menekuk lutunya dan memeluknya menaruh wajahnya diantara dua lututnya.

Hanbin menoleh pada Zhang Hao mendapati wajahnya yang penuh rasa bersalah. Ekspresi takut dan panik seperti di awal sudah tidak ada lagi, sepertinya Zhang Hao sudah mulai beradaptasi dengan toilet ini.

"Bukan salahmu," jawabnya singkat.

"Baru kali ini rasanya aku ingin hari esok cepat-cepat datang. Padahal biasanya aku tidak pernah berharap kalau hari esok akan datang," nada bicara Zhang Hao terdengar miris di telinga Hanbin. Seperti Zhang Hao sedang memiliki banyak masalah di hidupnya. Tapi benarkah itu? Selama ini Zhang Hao selalu menampilkan sosok yang ceria dan penuh senyum kepada semua orang.

Kemudian Hanbin ingat dimana ia sudah mendapati Zhang Hao menangis sebanyak dua kali. Meskipun begitu dia masih belum tau apa penyebab dari tangisan Zhang Hao tersebut. Melihat tangisan keluar dari kedua manik bening Zhang Hao membuat suatu perasaan yang awalnya tidak bisa Hanbin jelaskan sendiri.

Seperti rasa ingin melindungi sosok manis itu agar dia tidak menangis lagi.

Hanbin jadi ingin lebih tau tentang Zhang Hao.

"Kau masih berhutang cerita padaku malam itu, kau bisa menceritakannya sekarang kalau mau. Aku akan menjadi pendengar yang baik untukmu malam ini," ujar Hanbin dengan nada lembut.

Refleks, Zhang Hao menengok memandang wajah samping Hanbin. Matanya sedang menatap jendela kecil di atas tembok dengan pemandangan langit malam.

Zhang Hao tersenyum tipis menahan senyumnya. Ia tidak menyangka Hanbin akan berkata seperti itu, apakah dia sudah mulai peduli padanya?

"Aku ini, sebenarnya anak adopsi,"

Satu kalimat itu cukup untuk membuat Hanbin mencelos. Ia tidak menyangka Zhang Hao akan mengakui hal seperti itu padanya. Apakah sahabatnya sendiri, Matthew tau tentang hal ini?

Hanbin masih diam tidak merespon membiarkan Zhang Hao melanjutnya ceritanya.

"Seharusnya diadopsi di keluarga kaya raya dan akan dijadikan sebagai penerus perusahaan akan menjadi impian semua orang bukan? Tapi tidak untukku,"

"Apa yang membuatmu berpikir seperti itu?"

"Orang itu- Maksudnya Ayahku, adalah orang tua tunggal. Dia tidak mau menikah, dia pikir menikah dan memiliki pasangan itu hanya akan merepotkan pekerjaannya dan buang-buang waktu saja. Itulah alasan dia mengadopsiku. Hari itu di panti semua anak seusiaku diminta untuk berkumpul di satu ruangan dan disuruh untuk menjawab banyak soal. Aku sendiri dan anak-anak panti lainnya juga bisa sekolah karena banyak donatur yang mengirim dana ke panti itu, jadi untuk menjawab soal-soal itu aku bisa melakukannya dengan mudah,"

[✓] Querencia | BinHao ♡Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang