Suara yg ada di speaker itu membuatnya terdiam, No 09?" Gadis itu mendongak atas dengan bingung, lalu menoleh kearah dust. "Itu kamar?"
Dust yg tadinya mendongak ikut menoleh kearahnya, "itu kamu?"
Apanya?"
"Itu nomermu nak, kamu disini tak memakai namamu, melainkan no"
Buset"
"Namamu tak akan berguna di sini. Dan cepatlah pakai itu, kita akan pergi"
Kemana?"
Sudah ikut saja" Tutur dust di akhir, sekali lagi lelaki itu terlalu dingin padanya hingga membuat buluk kuduknya berdiri. Sans pun pergi, tapi pergi meninggalkannya di luar ruangan. Lelaki itu hanya menunggunya dari pintu "Toriel... tolong'
Sofie mengintip keadaan lelaki itu yg hanya berdiri di depan, sofie ternyengir. Ini adalah kesempatannya, gadis itu perlahan berjalan kearah ventilasi yg ada dipojok seraya membawa pisau bedah yg ia ambil dari atas meja. Gadis itu menarik meja itu dengan pelan, agar tak membunyikan suara. Lalu dipojok ia mulai naik ke meja yg sangat tinggi itu, untungnya ia sedikit menggapai ventilasi yg ada di atas. Ia membuka garis kotak yg ada di atas dan membukanya ketika melonggar.
Gadis itu terkejut ketika ia melihat beton menutupi vent itu, dia putus asa. "Kau sudah selesai?"
Bodoh amat!"
"Aku hitung 1 sampai 5 kalau belum, aku bunuh kau." Ancaman dust membuatnya takut, gadis itu langsung menoleh kearah sans dengan kaget.
Dia kesini kah?"
"1.... " Suara sans mulai membuat suasana di sana hening, "Brengsek!!" Gadis itu langsung melompat kebawah dan justru terjatuh, ia melukai 1 kakinya karena terpeleset
2..." sedangkan lelaki itu terus berhitung tanpa melihat keadaanya, sofie mencoba bangun dan berjalan kearah baju seraya memegangi pembatas putih di bagian pinggir ranjang.
*3... *
*4....* Gadis itu bergegas ke arah baju yg terlihat rapi di ranjangnya itu, ia memindahkannya ketika ia menarik meja itu. Sofie bergegas membuka semua pakaiannya hingga menyisakan tangtopnya dan celana dalam. Bekas luka yg besar dan banyak itu terlalu banyak menancap di tubuhnya, hingga tak bisa ia hilangkan, luka goresan seperti dipecut. Gadis itu mulai memakai yg hanya 1 pakaian itu, pakaian yg sama yg dipakai oleh gadis pirang yg ia temui tadi. Baju polos yg hampir menutupi leher bagian bawah, dengan terusan bawah yg panjang selutut. Bagian lengan, tertutup hingga pergelangannya
Sofie suka dengan kainnya yg tidak terlalu ketat, namun ia tak suka dengan kenangan yg pernah ia alami di baju itu. Kenangan yg membuatnya kehilangan jati dirinya. Sofie memeluk dirinya sendiri, ia tak suka dengan baju itu, dia termenung kebawah. Air matanya mengalir kebawah
Kau sudah selesai?" Lelaki itu bertanya dengan pelan dari pintu.
Suara dust membuatnya tersadar, ia menghapus air mata itu dan mulai menjawabnya dengan getar."I-iya... aku akan kesana"
Gadis itu menghapus semua air matanya namun tak bisa, air matanya terlalu deras mengalir. Ia mulai berjalan kearah pintu dengan ragu, ia hanya tak ingin jika lelaki itu mengetahui air matanya.Sofie membuka pintu itu dan terus mencoba menghapus air matanya, ayo nak" Ujar sans, Gadis itu berjalan ke depan seraya sans yg ada di belakangnya. Sofie berjalan di sekitar lorong putih itu lagi, dengan beribu ruangan yg tanpa henti menarik perhatiannya, semua ruangan itu bagaikan memanggil memanggilnya.
Kaki sofie terus bergetar karena takut, ia tak sanggup berjalan lebih jauh. Ia berbalik dan bersembunyi di belakang dust, ia tak ingin mengintari lorong. "Apa yang!?" Gadis itu berpegang pada ke2 sisi perut dust, dust dapat merasakan getar dari tangannya.
Dust terdiam, "APA YG KAU LAKUKAN NAK!?!? PERGI KEDEPAN!!!" Lelaki itu membentakny dengan sangat keras, Teriakkannya membuatnya semakin ketakutan dan mengeluarkan air mata lagi, tampangnya seperti anak kecil yg takut gelap. ia menatap kearah dust dengan takut. Ia geleng tak mau, Dust telah terpancing emosi, namun ia memutuskan tuk tak mengeluarkannya. Ia menghelakan nafasnya dengan pelan
"Yaudah, tapi kau tak boleh pergi!" Ancam dust pasrah, gadis itu mengangguk. Lalu mengulurkan kelinkingnya. Janji
Dust hanya menatapi gadis itu dan menepisnya, "aku tak perlu janji busukmu, sudah ayo"Lelaki itu menggeretnya kearah suatu tempat, sofie sebenarnya dari awal telah merasa tidak enak, tapi bagaimana mau lagi. Tapi Chara sedang di sandera, dia harus menyelamatkannya.
Mereka berjalan dan terus berjalan, hingga melewati jembatan besi berwarna hitam yg dimana di bawah terdapat sebuah sungai yg sangat indah. Dust terus berjalan kearah depan tanpa menengok kearah kemanapun kecuali sofie. Gadis itu justru mengintip kebawah dengan penasaran
Tanpa ia duga ternyata dibawah sana, ia melihat ada sepasang mata reptil sedang menatapnya balik. Sepsang mata itu tak hanya 1 hewan, melainkan banyak. Sofie menarik kepalanya kembali dan memutuskan tuk tak menatap mata itu lagi.
"Kau tak perlu menatapnya, terus jalan saja!" Tutur dust dengan kesal yg di toleh oleh sofie. Ia mengintip kearah dust, "bagaimana kau tahu?"
"Saudaraku memberi tahuku" ceplos nya yg membuatnya bingung. "Saudaramu? Tapi aku tak melihatnya.... " Tanya sofie yg membuat Dust terdiam, lelaki itu sekali lagi melirik kearahnya dengan dingin. Dia berbalik dan langsung mencengkram ke2 pipi gadis itu dengan sangat kuat.
Ah!"
"Dengan gadis jingga... itu bukanlah urusanmu!!" Tatapan dust semakin membuatnya takut, benar benar takut. Kini ia mulai menangis dan menutup matanya, tak berani.
"Aku akan mematahkan rongga mulutnya jika kau bertanya tentang hal itu! Kau paham?" Sofie mengangguk dengan takut, lelaki itu berada di depan wajahnya pas. Dust melepaskan pipi gadis itu dan berbalik
"Ayo, semuanya sedang menunggu kita" Sofie memegangi ke2 pipinya yg bengkak karena tekanan yg dilakukan dust, dasar iblis.
Ia dapat merasakan ke2 pipinya sakit dan nyeri.Dust mulai berjalan kedepan seraya di susulan oleh sofie dari belakang. Mereka pergi ke aula lab, disana mereka telah di sambut oleh seorang wanita yg bernama stacy. Wanita dengan rambut yg di kuncrit kuda itu menyambut mereka. "Halo aku stacy, dan terimakasih telah datang tepat waktu. Dan kau?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Good monster {UNDERTALE fandom}
DragosteSebuah teror mengerikan membuat seorang gadis sofie menggigil tanpa henti, ketakutan yg amat sangat tentang pengasuhnya, silvi. Dengan perjalanannya tuk mencari jalan keluar dari lab itu sekaligus menemukan Chara yg telah terpisah olehnya, saat akan...