39

344 46 30
                                    

Gedung tua itu terlihat terlantar dengan tembok yang retak dan mulai berlumut, bahkan di setiap jalan terlihat kumuh. Sangat tidak cocok dengan seorang wanita yang terlihat mecolok karena pakaian modis serta make up nya yang tebal. Dari pada berada di sebuah gedung tua, wanita tersebut lebih layak berada di sebuah club malam atau menghabiskan uang di sebuah mall. Dengan langkah yang percaya diri, wanita tersebut masuk lebih jauh dan membuka sebuah pintu di ujung lorong.

Jauh dari ekspetasi, ternyata ada sebuah ruangan yang terlihat mewah atau setidaknya layak di huni dari pada image luar gedung ini.

Terdapat sebuah kursi dengan meja di tengah-tengahnya, bahkan ada beberapa furniture yang mewah di sini.

Sebuah senyum miring terbit di bibirnya kala mendapati orang yang ia cari berada di hadapannya. Duduk manis dengan sebuah figura photo di tangannya.

"Duduk, kaki lo bakal lecet kalo berdiri disitu terus." Ujar seorang pria yang sudah mengetahui maksud dari kedatangan si wanita itu.

Melangkah dengan ringan dan mendudukan dirinya tepat di hadapan sang pria.

"Berhenti mengulur waktu, gue muak dengan semua ini!" Sentak wanita tersebut to the point.

"Sabar cantik, walau lambat tapi sesuai rencana kan?" Raut tenang dan pongah yang di tujukan pria itu mengundang decihan kasar dari lawan bicaranya.

"Kali ini apa lagi?" Tanya wanita itu penuh selidik.

"Membunuh tikus kecil yang kelaparan." Jawaban yang menyeramkan namun masih dapat di ucapkan dengan lancar seolah prilakunya bukan lah masalah besar.

"Lo gila! Gue udah bilang sebelumnya, jangan bertindak semau lo!!" Bahkan rasanya bola mata milik si wanita itu bisa keluar kapan saja karena rasa syok yang di dapat.

Pria itu menaikan bahunya acuh, lalu menyimpan figura itu dengan baik di sisi kursinya.

"Seengganya gue lebih maju selangkah buat lindungin nyawa lo." Tatapannya menusuk dalam pada bola mata wanita di hadapannya.

"Bisa saja semua kelakuan busuk lo, bakal kebongkar setelah ini. Lo tau? Si keparat Sean itu sangat pintar, bahkan koneksi keluarganya juga tidak main-main." Jelasnya seraya menyalakan sebuah rokok yang masih tersisa di saku nya.

Kepulan asap mengepul di ruangan yang minim cahaya ini, membuat pasokan udara sedikit sesak. Namun ternyata bagi kedua orang itu bukanlah sebuah masalah.

"Oh ya? Ayahnya bahkan sudah mati." Jawab wanita itu tanpa rasa takut.

"Lo yang meracuninya kan?"

"Tutup mulut lo sialan!!"

"Hahahaha, kita sama-sama pembunuh. Cocok kan?"

"Simpan saja omong kosong lo itu, kapan kita mulai rencana nya?"

"Malam ini."

____

Langit terus menjatuhkan butir-butir air dengan kecepatan yang tak bisa di lihat mata, bumi kembali basah dengan genangan air dan derasnya hujan dari sang langit yang kini tak memperlihatkan keelokannya.

Musim dingin di akhir tahun menjadi moment yang tepat untuk menghabiskan waktu dengan bergelung nyaman di sebuah kamar.

Gadis bersurai hitam lurus itu mengenakan mantel hangat seraya menutup semua pintu dan pentilasi udara yang semakin menusuk kulit. Irene memiliki ketahanan tubuh yang lemah terhadap suhu dingin, maka dari itu dia menyalakan suhu penghangat ruangan.

Suara bel yang di tekan berulang-ulang memecah keheningan di tengah rintik hujan yang belum berhenti. Kedua mata Irene melirik jam yang tertempel di dinding, pukul Sembilan malam. Siapa yang bertamu di saat semua orang mungkin sudah bersiap untuk istirahat.

BORDERLINETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang