Sepuluh

2.4K 214 61
                                    


Rupanya aksi merajuk Irene mampu membuat Sean frustasi, sejak kemarin hingga malam ini. Irene terus mendiami Sean, dia menginginkan Sean mengakui kesalahannya dan berjanji tidak akan mengulangi hal yang sama. Tapi sayangnya, sampai kapanpun Irene berharap, Sean tak akan pernah melakukan itu. Bagi Sean, apa yang dilakukannya adalah kebenaran yang mutlak.

"Geseran dikit Rene," ujar Sean seraya membangunkan Irene yang menguasai tempat tidur.

Irene mengeratkan selimutnya mengabaikan ucapan Sean barusan. Lalu bergumam pelan.

Melihat Irene yang belum sadar sepenuhnya, sehingga Sean mengguncang tubuhnya agar memberi Sean sedikit ruang.

"Rene.." Sean menepuk pelan pipi Irene yang terhalangi beberapa helai rambut alhasil Sean menyingkirkan rambut itu lalu mengecup pipi Irene.

"Geser, udahan marah nya ya?" Tangan Sean masih berada di wajah Irene sesekali dia memainkan alisnya. Irene mengerjap pelan lalu menoleh pada Sean dan mendecak kesal.

"Ngapain kesini?" gumam Irene dengan mata yang setengah terbuka.

Sean memeluk Irene dari belakang lalu mengendus-ngendus leher Irene membuat sang empunya menggeliat kegelian.

"Kangen," ujar Sean sesekali dia mengecup leher Irene bertubi-tubi.

"Pulang gih, aku lagi gak mau liat kamu tau!" usir Irene yang membuat Sean memutar otaknya untuk mencari ide agar Irene tidak mendiami nya terus.

"Gimana sebagai permintaan maafku, kamu aku jajanin victoria secret mau? Waktu itu bilang kan kamu pengen parfumenya."

"Atau sepatu MLB? Tas Prada ? Baju Gucci? Channel? Dior? LV?"

Irene mendelik sebal, jujur dirinya tergoda dengan rayuan Sean. Cewek mana sih yang mau nolak jika di tawarin merek-merek branded? Cuman cewek bego atau munafik yang menolaknya. Begitu pikir Irene.

Masih kukuh dengan pendiriannya, Irene mencoba untuk menulikan ucapan Sean dan menganggap nya omong kosong.

"Yakin kamu gak mau?" tanya Sean saat Irene tak menanggapi ucapannya.

Irene masih diam.

"Rene, udah deh marahnya sok cantik banget sih," ujar Sean masih dengan posisi yang sama. Bahkan tangan nakal nya sudah bermain di dada Irene membuat Irene mencubit keras tangan Sean.

"Ish sean, lepasin dulu." Irene menggeliat dalam pelukan Sean supaya pelukannya melonggar.

Irene berbalik dengan tatapan yang menatap Sean penuh introgasi, "Tapi janji ya kamu harus jajanin aku!"

Sean tersenyum penuh kemenangan lalu mengangguk. "Everything foy you dear."

Irene menatap Sean berbinar, "Baik banget sih gantengnya akuuu, sini sini aku cipok dulu." Irene merengkuh kepala Sean dengan telapak tangannya lalu mencium bibir Sean cepat. Takut khilaf, batinnya.

Jangan salah sangka dulu jika kalian berfikir Irene ini cewek matre atau gampangan. Sedari awal dia memang sudah memaafkan Sean bahkan saat Sean minta maaf kemarin, Irene sudah memaafkan prilaku Sean. Tapi satu yang membuatnya dongkol adalah, Sean ini tipe cowok yang seenaknya. Dia tidak sedikitpun mengakui kesalahannya atau mencoba untuk menjelaskan semua yang tidak Irene ketahui. Dan barusan adalah berkah Tuhan untuknya , karena Sean dengan rendah hati menawari barang-barang yang sudah Irene incar dari beberapa minggu yang lalu. Jadi, apa salahnya jika Irene menerima? Ingat, tidak boleh menolak rejeki. Dosa.

"Cuma bibir doang? Mana cukup Rene," tagih Sean dengan merapatkan tubuh mereka.

"Bodo amat, dari pada nggak sama sekali?"

BORDERLINETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang