33

386 50 54
                                    

Siang ini, Irene dan Wendy berencana mengikuti seminar yang di adakan oleh BEM fakultasnya. Seminar kali ini di hadiri oleh Najwa Shihab sebagai bintang tamu sekaligus pemateri acara ini. Tentu saja mengetahui siapa yang akan datang ke kampusnya membuat mahasiswa begitu antusias mengikuti seminar.

"Ayo Rene ke aula, bentar lagi acaranya mulai." Wendy terus mendesak dan merasa jengkel dengan keleletan Irene yang sedari tadi belum selesai mencatat salinan materi dari dosennya.

"Sabar dong, dikira nulis gak pake effort apa." Balas Irene ikut kesal dengan Wendy yang tak sabaran. Padahal setelah ini mereka tidak ada kelas, alhasil banyak waktu untuk menghadiri seminar di kampusnya.

Irene merentangkan tangannya, setelah selesai mencatat. Memang Irene itu lebih senang mencatat materi dari pada memfoto atau menyalin di laptop. Baginya dengan mencatat membuat ia memudahkan untuk belajar nanti jika ujian.

"Cemberut amat tuh muka, kayak abis kelilit pinjol aja." Ledek Irene disertai kekehan kecilnya.

Wendy memajukan bibirnya beberapa senti, gadis bule itu nampaknya tengah merajuk.

"Lo sih, lama."

"Kan lo bisa pergi duluan."

"Males ah, ga sama lo tuh ga seru."

"Yauda ayo pergi."

Mereka mulai melangkah keluar kelas menuju aula kampus. Dari luar saja terlihat sudah ramai, the power of mbak nana.

Saat ingin memasuki aula, baik Wendy maupun Irene menghentikan langkahnya saat seorang pria berperawakan rapih itu menghalangi jalan nya.

"Kan bener, pasti kalian bakal dateng. Gak sia-sia gue nunggu disini."

Irene memutar bola matanya malas, dari sekian banyaknya manusia di kampus mengapa harus di pertemukan dengan salah satu mahluk yang sangat ia hindari.

Tak menghiraukan, Irene menarik Wendy hendak melewati pria itu namun gagal. Rupanya pria tersebut kembali menghalangi jalan mereka.

"Bareng aja, gue udah siapin tempat duduk buat kalian." Ucap Gavin, si pria yang sudah menyita waktu Irene yang berharga.

"Gak usah repot-repot. Gue sama Wendy bisa nyari tempat duduk yang lain." Balas Irene menolak dengan halus.

Gavin berkacak pinggang, pria yang di kenal tak pernah menyerah mengejar cinta Irene itu memang patut di beri nilai plus. Setelah penolakan Irene yang ke sekian ratus kalinya tak membuat semangatnya turun, bahkan Sean yang menjadi penghalang mendapatkan Irene pun tak mampu membuat Gavin mundur.

"Kali ini aja lo terima niat baik gue Rene, kan gak minta aneh-aneh. Cuman duduk bareng doang biar kaya couple romantis gitu."

Irene melotot kesal pada Gavin, berkat suara toa pria itu sekarang mereka menjadi pusat perhatian beberapa orang yang berlalu lalang di koridor kampus.

"Apasih! Kecilin suara lo, ntar orang mikir yang ngga-ngga gimana?"

"Bagus dong, biar mereka tau perjuangan gue dapetin lo!"

"Udah lah Rene, terima aja kemauan si cunguk ini. Dari pada waktu kita makin kebuang gara-gara dia." Putus Wendy memberi saran pada Irene.

Gavin mendelik sebal mendengar sebutannya dari Wendy, enak saja tampang ganteng kayak gini di sebut cunguk.

Dengan helaan nafas berat akhirnya Irene mengangguk kecil, mengundang senyuman merekah terbit di bibir Gavin.

Akhirnya mereka bertiga masuk aula beriringan dengan Gavin yang menuntun jalan guna menunjukan tempat duduk yang sudah ia siapkan.

BORDERLINETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang