Satu

5.3K 308 54
                                    

Sean menggeliat pelan saat merasa ada yang mengusik tidur nyenyaknya. Sean menyingkirkan tangan yang sedari tadi menepuk pundaknya bahkan tak jarang juga melakukan hal-hal konyol lainnya agar bisa memancing Sean untuk bangun, seperti menarik telinganya, menarik hidungnya keatas seperti hidung babi atau membuka paksa kelopak mata Sean.

"Sean bangun ih! Susah banget dari tadi dibangunin. Kan aku udah ada janji mau pergi."

Suara seorang gadis yang terdengar merajuk memasuki gendang telinga Sean. Mendengar kata 'pergi' membuatnya tertarik untuk bangun.

Dengan pandangan khas orang tidur Sean meneliti penampilan Irene yang sudah rapi dengan setelan dress berwarna putih dengan corak-corak berwarna ungu yang terlihat sangat pas melekat di tubuh ramping Irene.

Sean mengernyit heran karena dirinya tak merasa memiliki jadwal untuk keluar bersama Irene.

Irene memutar bola matanya bosan. "Kau membuatku terlambat. Dia sudah menungguku dari tadi."

"Siapa?" Sean merubah posisinya menjadi duduk dengan punggung yang bersandar pada kepala ranjang milik Irene.

"Kepo." Jawab Irene.

"Lalu untuk apa kamu bangunin aku?" Tanya Sean penasaran dengan Irene yang tumben membangunkan dirinya, padahal Irene tak pernah peduli jika Sean mau tidur selama apapun, selama schedule Sean free.

"Aku mau kamu mengantarkanku, tentu saja." Irene tersenyum senang.

"Kemana?"

"Dasar jomblo. Sekarang malam minggu, Gavin mengajak ku pergi keluar." Jawab Irene tanpa dosa. Dia tidak menyadari raut wajah Sean yang muram seketika saat mendengar nama lelaki lain keluar dari bibir Irene.

"Dan kamu menyuruhku mengantarkanmu? Sungguh lucu." Ketus Sean.

Irene yang memang pada dasarnya tidak peka hanya menghela nafas menganggap jika Sean hanya terlalu malas untuk mengantarkannya.

"Kalau aku menyuruhnya menjemputku, dia akan tau kamu sering tinggal di apartemenku. Kamu mau membuat skandal baru di kampus?"

Sean beranjak lalu berdiri dan diikuti dengan Irene. Yang kini bediri di hadapannya. Irene bahkan harus mengadah karena tinggi dirinya hanya sebatas dada Sean.

Sean tersenyum miring, kaki nya melangkah mempersempit jarak antara dirinya dan Irene.

"Kamu pikir aku akan membiarkanmu pergi dengan cowok lain gitu?" Sean begitu menikmati raut kaget dari Irene. Dia benar-benar sangat suka dengan wajah Irene saat menatapnya penuh was-was.

Irene sendiri sebenarnya merasa sangat takut dengan tatapan Sean saat ini, meskipun keduanya sudah mengenal bertahun-tahun, bahkan dari hal sepele sampai hal penting pun tak ada yang di tutup-tutupi oleh mereka. Namun tetap saja Irene merasa dirinya terancam jika Sean sudah seperti ini.

Telunjuk Sean menyusuri lekuk tubuh Irene dari pundak sampai lengan. Dia sangat tau titik mana saja yang mampu membuat Irene diam membeku.

"Sean, kamu menakutiku." Cicit Irene lemah.

"Memang, itulah kemauanku. Membuatmu takut." Sean menjawab dengan enteng.

"Sean, tidak lucu!!" Irene merenggut dengan mendorong pelan dada bidang Sean. Hal itu tak luput dari pandangan Sean, lihatlah bukankah Irene terlihat menggemaskan?

"Irene aku tidak suka kamu pergi bersama cowok lain."

"Kenapa?"

"Kamu tau jawabannya kan?"

"Tidak bisa. Kali ini aku harus pergi, ada hal yang harus kami bicarakan." Irene menatap Sean dengan tatapan memohon agar Sean mau mengantarnya pergi.

BORDERLINETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang