36

425 56 24
                                    

Sean membenarkan posisi tidur Irene, sepertinya Irene kelelahan menangis sehingga tertidur di pelukannya. Jemari hangat Sean menghapus jejak air mata gadis itu yang masih tercetak jelas. Lalu Sean mengambil selimut untuk menutupi tubuh gadis itu yang nampak kedinginan.

Pertanyaan Sean sampai saat ini belum mendapat jawaban, Irene enggan membuka suara dan terus menangis. Membuat batin Sean cukup terganggu. Dia tak suka melihat Irene menderita sendirian, Sean ingin Irene membagi lukanya. Sean tau Irene sedang tak baik-baik saja, gadis itu bukan type perempuan cengeng. Irene akan menangis jika sesuatu itu sudah tak mampu ia tahan sendiri.

Malam semakin larut, Sean masih berada di apartement gadis yang di cintainya. Pria itu masih duduk di samping ranjang Irene dengan tatapan yang tak lepas pada seorang gadis yang kini tertidur nyenyak.

Sean tersenyum tipis saat netra nya menangkap Irene yang semakin menggelungkan tubuhnya pada selimut seperti kepompong.

Sungguh lucu.

Tak kuasa menahan perasaan nya, Sean memajukan tubuhnya dan memberi sebuah kecupan pada kening Irene yang tertutup helaian rambut.

"Mimpi indah sayang." Bisiknya pelan.

Sean mematikan lampu kamar Irene dan hanya di terangi oleh lampu tidur.

Perutnya meronta-ronta meminta asupan nutrisi. Sean baru ingat jika ia belum makan dari siang. Kepergian ayahnya yang terkesan tiba-tiba itu membuat Sean tak nafsu makan. Luka di hatinya belum sembuh sepenuhnya. Mengingat hal itu membuat Sean kembali merasakan perasaan sesak. Di tinggalkan oleh orang tersayang di hidupnya ternyata semenyakitkan ini.

Pria itu melangkah ke dapur, guna mencari makanan yang tersedia di apartement Irene.

Dan benar saja, gadis itu tak pernah membiarkan bahan-bahan di dapurnya kosong. Dari isi kulkas hingga keperluan lainnya tersimpan utuh dan tak ada kekurangan. Berbeda dengan Sean yang malas memikirkan hal ini, terbukti jika di apartement Sean jarang ada persediaan makanan.

Sean mengambil sepotong sandwich yang berada disana. Sepertinya Irene yang membuat, karena makanan itu tersisa beberapa di dalam kulkas.

Sean memakan nya lahap, masakan Irene benar-benar enak. Sudah berapa lama ia tak memakan masakan gadis itu? Ah rasanya Sean ingin segera menikahi Irene agar bisa memakan masakan Irene setiap hari.

Sean menggeleng pelan, merasa lucu dengan pikirannya.

Kunyahan pada mulutnya terhenti saat mendengar suara bell dari luar.

Apakah Ibu Irene?

Sean segera bergegas ke pintu utama, bisa bahaya jika dirinya ketahuan masih berada disini. Namun Sean bukan pria pengecut yang mana akan bersembunyi dan tak mengaku, Sean akan menghadapinya dengan gentle.

Suara bell itu terhenti, membuat Sean merasakan keanehan di buatnya. Jika ibu Irene yang datang pasti akan berkali-kali menekan tombol itu bukan? Apakah dia orang iseng?

Mengenyahkan pikirannya, Sean membuka pintu itu dan tak mendapatkan siapapun disana.

Tubuhnya merinding, sekarang adalah malam jum'at. Jangan-jangan hantu iseng?

Berniat untuk menutup kembali, namun netranya menangkap benda aneh yang tersimpan di lantai.

Sean mengambil benda itu, sebuah kotak yang bertuliskan alamat Irene.

Jadi sebuah paket ya?

Merasa lucu dengan pikiran konyolnya, Sean membawa benda itu ke dalam. Mungkin Irene memesan sebuah paket.

Hanya saja, Sean merasa ada hal yang janggal. Tak biasa jika Irene memesan sebuah paket. Gadis itu nyaris tak pernah berbelanja di toko online. Belum lagi jika memang seorang kurir yang mengantar tak mungkin di jam malam seperti ini.

BORDERLINETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang