Dua

3.9K 275 54
                                    


Irene membereskan buku-buku yang baru saja ia pakai menjadi sebuah tumpukan. Tak banyak, hanya tiga buku. Mata nya melirik pada Wendy yang masih sibuk dengan make-up nya.

Irene menghela nafas lelah, kelas nya sudah selesai beberapa menit yang lalu. Dan sekarang dia tengah bimbang untuk segera pulang ke apartemennya atau memilih ajakan Wendy tadi pagi untuk pergi hang out.

"Perfect!" Wendy menatap kagum hasil riasannya barusan. Tangan-tangan nya dengan segera membereskan benda-benda penting baginya. Benda yang selalu ia bawa kemana pun dan kapanpun.

Wendy melirik Irene yang terlihat gusar sambil mengecek iPhone miliknya berulang-ulang.

"Yuk Rene, kita ke mall katanya lagi ada diskon besar-besaran." Kedua netra Wendy berbinar-binar membayangkan dirinya akan ber shopping ria, memborong semua barang yang menjadi incarannya.

Irene sedikit menimbang-nimbang ajakan dari Wendy, lalu dia mengangguk membuat Wendy tersenyum senang. Irene mengambil buku-bukunya lalu ia peluk di depan dada.

Keduanya segera beranjak pergi dari kelasnya yang mulai sepi. Mereka berjalan beriringan di sepanjang koridor tak lupa diselingi dengan percakapan-percakapan kecil. Sesekali meraka juga tersenyum pada Senior yang tak sengaja berpapasan dengan mereka.

"Gila gak tuh Rene? Jadi cewek gaada harganya banget, ngejar-ngejar laki orang." Wendy mendengus kesal mengingat kelakuan Rose, cewek famous di sekolahnya karena memiliki paras yang cantik dan bodygoals. Membuat semua pria meneguk ludahnya kala melihat Rose yang selalu berpenampilan sexy. Tapi sayangnya, sifat yang dimiliki Rose sering kali membuat semua mahasiswi menatapnya sinis. Bagaimana tidak? Rose selalu menempeli semua cowok yang masuk jajaran most wanted di kampus ini, tak peduli jika cowok itu sudah memiliki pacar apa belum, Rose pasti akan terus berusaha untuk mendapatkannya. Rose sangat emosional dan ambisius, sifatnya yang sering melabrak siapapun yang berani menentangnya membuat seorang Rose disegani oleh juniornya atau bahkan senior.

Irene sudah tidak aneh lagi dengan cewek itu, karena hampir setiap mahasiswi disini pasti akan membicarakannya ntah itu perkara baik atau buruk.

"Biarin aja, selama bukan sama cowok kita kenapa harus repot?" Heran Irene dengan Wendy yang tertarik dengan gosip di kampusnya.

Wendy berhenti melangkah, lalu diikuti dengan Irene yang mengernyitkan dahinya.

"Gue cuman gak mau tu cewek gebet Sean, ntar lo nangis tujuh hari tujuh malem hahahha." Wendy yang semulanya berkata serius sontak tertawa meledek pada Irene.

Irene yang gemaspun mencubit pinggang Wendy, "Ngapain banget nangis sampe segitunya? Dia aja bukan siapa-siapa gue kok." Balas Irene sebari menyelipkan anak rambutnya kebelakang telinganya.

Wendy mencebikan bibirnya jenaka setelah dia meringis pelan akibat cubitan Irene. "Seluruh kampus juga tau kali Rene, kalo lo itu ceweknya Sean. Orang tiap hari rapet gitu."

"Udahlah, ngapain jadi bahas ini sih. Katanya mau shopping." Irene mengalihkan pembicaaran tentang Sean dia tak mau Wendy terus menggoda dirinya.

"Hahaha oke oke. Btw pipi lo merah tuh."

Irene mencubit Wendy kembali dengan tatapan kesal tapi... Senang? Ntahlah setiap membahas perihal Sean dirinya tak bisa mengelak bahwa hatinya begitu berbunga-bunga. Dan tak ayal membuat kedua pipinya bersemu merasa malu.

Wendy menghentikan tawanya lalu mengusap-ngusap bekas cubita Irene. Demi apapun, cubitan Irene sangat menyakitkan.

"Untung lo sahabat gue Rene." Dengus Wendy pura-pura kesal. Karena baginya cubitan Irene adalah hal yang sudah biasa diantara persahabatannya.

BORDERLINETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang