Dua Belas

2.3K 220 39
                                    


Suara ketukan dari high heel berwarna hitam itu menggema di lorong lantai Dua Enam. Seorang gadis bersurai hitam legam itu berjalan dengan anggun laksana seorang dewi yang akan memberi berkat. Tak dapat di pungkiri lagi, kecantikan yang ia miliki terlalu over hingga membuat kaum pria melongo di buatnya. Semua itu adalah bonus plus dari Tuhan untuk kehidupan si gadis yang bernama lengkap Irene Jovanka Lovata.

Tapi sayangnya, semua kecantikan yang ia miliki itu tidak berpengaruh untuk saat ini. Sebab beberapa kali terdengan desisan dari bibir kecil itu. Rupanya Irene tengah menahan kesal.

Bagaimana ia tidak kesal, jika sahabat yang sial nya mendapat tempat khusus di hatinya itu lagi-lagi membuat ulah.

Siang tadi begitu mereka pulang dari kampus, Sean mengakatan padanya jika besok mereka akan berangkat ke Bandung mengingat libur semester telah tiba. Dan sampai malam ini cowok itu hilang tanpa kabar. Padahal Sean sendiri yang meminta bantuannya untuk mengemas semua perlengkepan buat besok. Sebab acara keluarga di Bandung memakan waktu beberapa hari. Ntahlah, Irene sendiri tidak tahu perihal acara keluarga apa yang akan diadakan besok.

Irene melongo seketika begitu dirinya membuka kamar Sean, yang sekarang lebih cocok di sebut sebuah gudang dengan barang-barang yang berserakan dimana-mana, pun tak luput dengan si pemilik yang saat ini tidur dengan tenang di atas sprei yang kusut.

Irene memijit pangkal hidungnya, pantas saja sedari tadi di hubungi Sean tak menjawab satu pun telpon nya.

Dengan langkah lebar Irene menghampiri laki-laki itu lalu memukul punggung Sean dengan sebuah bantal namun tak ada respon dari si empunya.

"Sean! Bangun!! Jadi cowok doyan banget tidur heran." Irene mendudukan pantatnya di atas punggung Sean lalu membungkuk dan menggigit telinga Sean cukup keras.

Sean terperanjat kaget hendak bangun tapi badannya seperti tertimpa beban berat.

"Sean bangun~" ucap Irene mendayu.

Sudah Sean duga, Irene emang pelaku utamanya. Sejauh ini hanya Irene yang selalu melakukan hal-hal yang sulit Sean tebak.

"Berisik! Minggir cepetan, badan kamu berat."

Irene menyingkirkan tubuhnya dan duduk di samping Sean dengan bibir yang mencebik kesal karena di katain berat oleh Sean.

"Salah sendiri malah tidur, katanya mau packing. Kamar juga berantakan banget abis ngapain sih?" omel Irene melirik Sean yang ikut duduk di sampingnya.

Sean menyugar rambutnya yang berantakan dia menatap Irene yang terlihat lebih cantik hari ini.

"Gak tidur cuman merem doang." Mendengar balasan dari Sean sontak Irene menyubit lengan Sean gemas.

"Sama aja bambang!" Sean meringis pelan dia mengusap bekas cubitan Irene.

Irene bangkit berdiri dia berjalan ke arah tumpukan baju Sean yang di simpan di atas meja.

"Ini kenapa di tumpuk sih? Kenapa gak di masukin ke koper."

"Besok aja sekalian mau berangkat, tinggal masukin doang," jawab Sean seraya memakai kaos hitamnya. Sedari awal memang Sean bertelanjang dada menampilkan lekuk tubuhnya yang sempurna.

"Ya gak bisa gitu dong, ntar kalo ada yang ketinggalan gimana? Mending kalo usaha sendiri lah ini malah repotin aku." Irene menatap Sean jengkel seraya merapihkan pakaian Sean guna di masukan ke dalam koper.

"Udah biasa gitu Rene, gak bakalan ada yang ketinggalan. Santai aja, kamu sendiri yang ribet."

"Kebiasaan kamu tuh buruk banget! Nyusahin aku tau gak? Kasian istri kamu ntar punya suami goblok amat."

BORDERLINETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang