Tuai hasil jerih payahnya seperti mata yang melirik jelas. Sebuah proses dan hasil selalu di bandingkan dengan hasil seseorang itu sendiri, maksudnya mereka hanya melihat tanpa merasakan sebuah proses itu sendiri tidak bisa secara instan dapatkan.
Sebuah kehadiran mereka, pecahan diri terbentuk dari pecahan yang ada. Hidup juga bukan membahas soal pedih terus-menerus, di pahat oleh realita melirik tepian jurang putus asa. Terpaksa menerima derita nan tak kunjung usai. Keluarga menanyakan bagaimana kabar kesehatan dan aku yang sebentar lagi lulus dari perkuliahan, begitu banyak pernyataan dan pertanyaan. Entah apa yang harus aku berikan? Tertuai kebohongan cibir katanya, manis aku sampaikan, pahit pula faktanya.
Sudah hampir 4 bulan aku menulis, menceritakan sebuah perjalanan hidup yang begitu berantakan berusaha terurai menjadi sebuah pembentukan karakter yang optimal. Mungkin mereka akan berpikir aku ini sampah, pecundang, penakut, terlalu terpaku pada masa yang sudah begitu lama berlalu, bahkan mereka memandangku sebagai orang yang terlalu idealis tanpa melihat realita.
Begitu banyak peringatan mengeluhkan umur yang terus berkurang atau bertambah. Sebuah diksi atau pra-ejaan sastra jagoan terulang seolah menjadi kalimat andalan. Tanpa melihat apa yang sebenarnya terjadi, berusaha sejenak untuk bertahan dari kebohongan ini. Aku bukan seorang pecundang yang kamu kira.
Bergerak tidak harus terus-menerus terlihat, biarkan orang-orang itu berkata. Menggabungkan serpihan diri dan mereka adalah diri aku sendiri. Sebenarnya bukan soal luka atau siapa paling menderita di dunia ini, melainkan.. bagaimana kamu bisa hidup dengan rintangan yang selalu membuat kamu jatuh dan bangun.
Sebuah pepatah solusi yang tertuai membersihkan diri dari segala keterpurukan, seperti tali yang aku rajut dari kepingan kain yang harus aku jahit kembali. Ini cerita yang memiliki sambungan antara lain dari kehidupan nyata yang aku alami.
Malam itu, tepatnya ketika aku harus tidak meminum obat dari psikiater. Terasa buruk efek tidak meminum obat selama 4 hari berturut-turut lantaran aku belum lama ini aku keracunan makanan atau bisa di sebut sour poisoning.
Efek samping dari keracunan makanan dapat membuat diri menjadi bingung dan halusinasi kembali timbul, begitu lemas badan kala itu. Terbayang-bayang rentetan memori terjadi. Mereka mengambil alih tubuh ini, salah satunya itu membuat aku lelah sekali.
4 hari yang lalu tepatnya tanggal 8 mei 2023. Aku pergi ke dokter umum untuk konsultasi lantaran sudah sekitar hampir 3 hari sakit perut ini tidak kunjung usai. Terasa lemas sekujur tubuh ini. Apa lagi aku tidak meminum obat dari psikiater.
Hari itu untungnya aku dapat mengontrol mereka dalam pikiran ini, semua strategi untuk membunuh dokter umum terlintas dalam pikiran ini. Terutama Cahya, sesosok cerminan diri yang brutal serta berdarah dingin memberikan gambaran cara membunuh dengan puas. Dia adalah sosok yang selalu ada ketika sebuah kesenangan baginya adalah rasa sakit itu sendiri.
Cahya adalah karakter lain dari cerminan diri yang paling gelap. Malam itu saat aku bertemu seorang dokter yang menangani aku, membuat 2 dari 8 kepribadian kesal dengan tingkah laku dan etika dalam berbicara.
"Itu dokter siapa sih, bajingan banget"
"Tenang Alvaro, dan Cahya.."
"Bacot, kesel kali aku tengok itu orang. Macam orang sok tau aja"
"Yelah Al, cukup gw juga kesel tapi gimana bisa kena undang-undang kekerasan kita kalau bertindak seenaknya". Aku yang sedang berusaha menjelaskan kepada pribadi emosional bernama Alvaro, dan tidak lama kemudian Cahya memberikan sebuah pikiran dia saat membunuh dokter umum itu dengan seutas sendok makan stainless steel untuk sebagai alat pembunuhan paling menyenangkan menurutnya. Sesosok cerminan diri yang terbilang jarang dan hampir tidak sama sekali berbicara yaitu Cahya. Dia memberikan informasi melalui berbagi memori ingatan untuk melancarkan rencana dia untuk membunuh dokter umum itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Manusia dan Coretannya [TAMAT] - Revisi
SaggisticaKisah perjalanan menuju kesempurnaan penerimaan diri karena memiliki perspektif paling puitis dan melihat kebiasaan, ketakutan, dan penderitaan orang serta tubuh yang gemetar. Perjalanan pencarian jati diri menuju kesempurnaan penerimaan diri. Entah...