bab 1

365 61 58
                                    

- S E N A N D I K A -

Sejauh apapun kamu berpetualang jika kamu milikku, sejauh mana pun kamu melangkah akan menemukan jalan-nya sendiri untuk kembali
-Syifa Ennara Pradigsa

Fyi: perhatikan bab, dan teliti dalam membaca. Untuk meminimalisir kebingungan. Kamu bisa ulang baca bab sebelumnya sebelum membaca bab selanjutnya.



°°°

Hujan yang menyelimuti area pemakaman pada senja hari itu, membuat gadis kecil itu merasa sangat sedih. Beberapa kali ia menggosok-gosok ke-dua telapak tangannya, menahan air mata yang ingin tumpah. Meski para pelayat dan Mak ijah menyuruhnya untuk pulang, namun ia tetap tak bisa mengindahkan panggilan mereka. Tatapan matanya yang sendu mencerminkan rasa duka yang mendalam.

Dengan air mata yang mengalir di pipinya, tangan mungilnya dengan lemah meraih papan nisan dan memeluknya dengan erat. Di atas gundukan tanah, bunga mawar bertaburan seolah menyampaikan salam perpisahan yang tulus dari sang ibu.

Mak ijah tak kuasa menahan air matanya yang mengalir deras, ia tak bisa berbuat apa-apa selain meninggalkan gadis kecil itu yang masih terbaring di tanah dingin. "Bunda pasti kedinginan kan? Kenapa bunda bobok di sini? Bangun bunda," bisiknya dengan suara yang penuh dengan emosi. Mengapa takdir anak sekecil itu begitu kejam? Ia tak bisa menahan rasa sakit yang menghujam hatinya.


Dalam pandangannya, mengapa mereka menangis? Kenapa ibundanya di bungkus kain? Kenapa bunda nya tidur di dalam tanah? Bunda nya pasti kedinginan. Mengapa ayah marah?

Dalam kemurkaan sang ayah menunjuknya dengan mata memerah. “PEMBAWA SIAL! ANAK ITU! HARUSNYA MATI, ”

Anak kecil itu beringsut mundur takut–takut, Satu persatu butiran berlian berjatuhan dari cangkangnya.

“Sabar saudaraku! ” Peringat Saudaranya, Pria itu tidak mengindahkan masih bergelut bersama emosinya.

Sedang Anak kecil itu, melarikan diri menuju taman belakang. Aroma rerumputan basah tercium kuat. Tarian lembut dedaunan terkena semilir angin mampu membuat memori indah.

Dia menatap pohon besar di hadapannya seolah-olah pohon tua itu bisa berbicara. “Aku kembali, apa kamu merindukan ku? Wahai pohon?” Gumamnya tangan rapuhnya perlahan memeluk pohon tua itu.

Dari kejauhan remaja laki-laki dari Keluarga tinggi, menatapnya tanpa ekspresi. Mengenakan pakaian sederhana, sekilas tidak ada yang spesial dari dirinya.

Hingga kehadiran seorang pelayan lelaki tua menghampirinya dan membungkukkan badannya. Penampilan pelayan tua itu tidak kalah dari sang majikan, mengenakan pakaian Kotor berdebu.

“Kita harus kembali ke mansion. tuan muda, ” Ucapnya.

Dari arah belakang pemuda sombong menabrak remaja lelaki itu. “Minggir Lo pemulung! Ck ganggu gue aja lo! ” Wajah remaja itu membeku matanya menajam menatap dingin pada pemuda itu.

“Apa? Mau mukul gue? Nih nih...” Seolah menawarkan diri, pemuda itu mendekatkan wajahnya agar di tampar.

Pemuda itu tersenyum penuh kemenangan saat tidak mendapati lawannya tidak bergeming, dan pergi begitu saja. Dirinya menang.

“Pak tejo.. Culik, dan bunuh pemuda menjijikan tadi, ” Pelayan Tua itu menganggukkan kepalanya dan mengundurkan diri meninggalkan Tuan Muda nya berjalan seorang diri.

Matanya tidak luput dari seorang gadis manis yang terlelap memeluk pohon Tua, dia mendengus dengan tingkah gadis manis itu. Getaran pada saku kanan celana menghentikan langkah nya.

Memeriksa nya,matanya menilik tajam  gadis manis itu lalu Berganti  tatapan mengerikan dan smirk. Dia menyugar rambutnya kebelakang mempercepat langkahnya.

***

𝐑𝐚𝐛𝐮, 𝟏𝟐 𝐣𝐮𝐧𝐢 𝟐𝟎𝟏𝟎

Gelak tawa anak anak memenuhi area sunyi itu, banyak anak anak berdatangan hanya untuk ikut andil bermain. Ennara syifa pradigsa duduk dengan manis di depan teras.

Matanya menatap sendu anak-anak bermain. Tertawa dan sesekali bertengkar, memangnya apa yang unik?

Senggolan saudarinya membuatnya menautkan alisnya, kurang sopan. Itulah kata yang dirinya sematkan dalam otak.

“Nggak mau ikut main? ” Tanya saudarinya, Syifa menggeleng tatapan beralih kembali menatap anak–anak bermain.

“Dek.. Kamu nggak suka ya? Main kayak mereka? Tertawa punya temen, sahabat. ” Tanya Munah, tatapan mata Syifa tidak ada binar nya seolah-olah Dia bukanlah Anak kecil.

“Mau kemana dek? ” Syifa bangkit dari duduknya Tanpa menghiraukan panggilan dari kakaknya itu.

Dalam benaknya, seperti apa rasanya bisa tertawa lepas seperti itu? Sejak dirinya dilahirkan hanya di ajarkan untuk tidak menyusahkan orang lain, minim sentuhan dari ibunda dan ayahnya menjadi faktor utama mengapa dirinya kesulitan bersosialisasi. Mereka bercerai tanpa memikirkan kehadiran Syifa yang membutuhkan mereka.

Sejak kecil dirinya selalu di berikan, terkadang di asuh kakaknya terkadang bibi nya.

Sorot matanya dingin, nampak tidak ada tanda–tanda kehidupan. Hari demi hari berlalu

Kekosongan ini, harus di isi dengan apa? Rasanya se hampa inikah kehidupan?


***

𝐉𝐮𝐦𝐚𝐭, 𝟐𝟒, 𝟐𝟎𝟏𝟕

Pada sebuah acara perkumpulan resminya gedung baru sekolah, Syifa duduk pada kursi paling pojok seorang diri. Tanpa memperdulikan kehadiran sekitarnya.

Sorot matanya tegas, seolah tak tersentuh. Sembari bersedekah dada telinganya fokus pada suara MC, dan para pejabat yang hadir.

Untaian dan pidato telah di sampaikan oleh masing-masing tamu spesial yang telah hadir, kini tibalah di penghujung acara. Menatap pada area 'Exit' murid dan orang dewasa dari tiga sekolah tengah berdesakan keluar.

Menghembuskan nafasnya dengan berat, Syifa bangkit dari tempatnya. Menghampiri lift. Sebenarnya lift itu di khusus kan untuk guru dan pejabat sekolah. Namun dirinya terlalu malas menghadapi banyak orang. Energinya akan terkuras belum lagi aroma badan tak sedap dan teriakan.

Membayangkan kemungkinan buruk nya saja membuatnya ingin muntah, seorang siswi dari SMP negeri 2 menghampiri nya. Syakira aliqa sekiranya itulah yang dia baca dari name tag yang tersemat pada siswi itu.

Sorot matanya lembut, menyamakan langkahnya dia tersenyum “Aku suka kamu, kamu pendiam.. Mau gak jadi teman aku? ” Syifa menanggapinya dengan senyuman tanpa bersuara.

Dalam Pikirannya tidak ada satu katapun yang tersemat untuk siswi itu.

“Mau- kan? ” Siswi itu kembali bertanya, takut takut tidak di terima. Syifa membalasnya membuat siswi itu tersenyum senang.

Tbc.

A/N : mau nyicil revisi sikit sikit mwehehe

A/N : tanggapan kamu di bab awal seperti apa? Jangan sungkan-sungkan memberikan tanggapan dan kritikan asal tertata dan tidak menyinggung mwehehe, malah aku suka kalo di kasih saran... Apa yang salah dan apa yang perlu aku benerin lagi hihi^^

🌷🌷🌷

Senandika [on Going]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang