bab (05) WARNING!!!

92 22 3
                                    

- S E N A N D I K A -








°°°°

“Ampun mas.. ” Nindia merintih, seolah tuli Junaedi menorehkan pisau yang dia genggam pada perut Nindia seolah Itu Daging Cincang.

Syifa yang memperhatikan Dari dalam lemari membekap mulutnya, Dia menangis memperhatikan tubuh ibunya.

Lingkaran merah mengitari area matanya, Dia mengintip lubang celah di pintu lemari.

“Aku sudah cukup Sabar mendengar Ucapan kamu Nindia.. Aku juga punya hati, dengan kamu mengatakan seolah-olah aku yang salah fine... Bakal aku jadikan kenyataan. ” Menyeret Tubuh lemah Nindia seolah tengah menyeret benda.

Dia berhenti pada ruang tengah, terdapat lampu hias besar di atas kepalanya. Menekan saklar khusus lampu itu, sekejap mata lampu itu turun kebawah.

“Sebelum kamu tertawa bahagia, rasakan dulu Asin nya garam ini...Pada..” Dia meraup wajahnya dengan bahagia.

Memandangi Nindia kesakitan histeris, “Apa? Enak ya garam nya???” Dia meraup besar Garam itu dan mengoleskan pada perut Nindia yang tidak berbentuk, seolah-olah tengah mengobati lukanya.

Dia tersenyum bahagia seolah-olah tidak melakukan hal yang salah. “Cukup... Aku mohon,” Kepalanya mendadak pening. Suara seolah-olah Hilang, hanya gerakan Bibir Junaedi yang terlihat buram.

“Mas... Ju... Naedi,”

“Tunggu yah... Aku mau ngambil jeruk nipis, sebentar kok ouhchhh sabar yah.. ” Girang seolah-olah mendapatkan mainan. Junaedi berlarian menuju dapur.

Segera Syifa keluar dari Persembunyiannya, mendekati tubuh Nindia. “Bunda... ” Panggilnya parau.

Kondisi Nindia yang memprihatinkan membuatnya menangis. “Tunggu Syifa panggil Mamang Tejo, ” Saat hendak berdiri Nindia menghentikannya.

Menggelengkan kepalanya, dia menarik Syifa agar mendekat. “Bunda boleh minta tolong kan sayang? ”

“Boleh bunda... Bunda kita kerumah sakit aja yah... Syifa gak kuat lihat nya.. ”

“No bunda nggak kesakitan sayang, Ambil korek api di laci depan TV sayang.” Segera Syifa mencari dan menemukan benda itu, dia membawa kehadapan Nindia.

“Bagus kamu keluar, dan bakar Tumpukan Daun di halaman belakang, kalo sudah.. Kamu lari melalui jalur belakang ingat kata bunda apapun yang terjadi kamu jangan pernah nengok kebelakang lagi oke? ” Syifa mengangguk.

“Ambil Surat berwarna putih, dan bawa pergi... Selama Syifa lari, jangan nengok kebelakang lagi oke? Dari kedalaman hutan. Ada sebuah rumah kamu ketuk saja rumah itu, di sana ada seorang nenek tua. Nama beliau mak ijah ingat? Sekarang pergi dan bakar apa yang bunda minta tadi. ” Mengangguk patuh Syifa membawa korek api beserta surat putih.

Sebelum keluar Syifa memandangi Ibundanya. Dan berlari dengan cepat.

Menemukan tumpukan dauh kering di halaman belakang. Mengeluarkan satu korek api dari kotaknya Syifa mencoba menyalakan. Setelah kesekian kali mencoba akhirnya berhasil.

Berhasil membakar tumpukan daun itu, Syifa lari menuju Arahan dari sang bunda. Berlari dengan kencang tanpa menoleh dan berhenti. Menemukan Sungai Deras Syifa memutar otak agar bisa menyebrangi nya.

Senandika [on Going]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang