Wuzzh!
"Uhuk-uhuk!"
Aksa terbatuk-batuk saat pintu kayu terbuka dan aroma pengap langsung menguar. Ia mengibas-ngibaskan tangannya di depan hidung, saat kakinya memasuki rumah yang terbuat dari anyaman bambu.
Sarang laba-laba, sawang dan debu yang bertumpuk di setiap tempat dan sudut membuat Aksa enggan untuk berlama-lama di tempat itu.
Ia ingin keluar saat itu juga, tapi guyuran hujan di luar membuatnya menyurutkan langkahnya.
Aksa terpaksa duduk di kursi kayu yang ada di ruang depan, ia duduk dengan hati-hati karena takut kursi itu patah. Kursi yang terlihat begitu lapuk dan penuh dengan rongga-rongga bekas di makan rayap.
Bukan cuma terusik dengan rumah yang seperti sudah tidak di huni lama, aroma pengap dan debu-debu yang berterbangan membuat napasnya terasa sesak. Apalagi saat aroma bangkai menguar terbawa angin dari arah belakang, seketika Aksa merasa ingin muntah.
"Apa tidak ada kamar mandi? aku ingin muntah!" ucap Aksa dengan nada yang sedikit meninggi, karena ia merasa seperti perutnya di aduk-aduk dan ingin mengeluarkan isinya saat itu juga.
"Ada di dapur. Ke sana saja," tunjuk Sumi seraya berdiri menatap pintu. Guyuran hujan yang cukup deras menciptakan gemercik air diatas tanah dan rerumputan.
Entah kenapa, Sumi sangat menyukai suasana hujan, langit yang menggelap karena mendung menggelayut dan kilatan petir yang menyambar-nyambar seolah jadi pemandangan indah baginya.
Di tambah udara dingin dan angin yang berhembus bagai teman yang berbisik mesra di telinganya. Ia seperti tak sendiri, meski kenyataannya gadis itu di selimuti sepi.
Sementara Aksa tak menghiraukan Sumi. Ia lebih bergegas ke arah dapur seperti ucapan Sumi. Sayangnya, belum sampai kamar mandi, pemuda itu sudah memuntahkan isi perutnya tepat di ambang pintu penyekat antara dapur dan ruang tengah.
Aroma busuk bangkai yang begitu pekat membuatnya tak tahan untuk muntah saat itu juga.
Tubuh laki-laki itu terhuyung. Pandangannya berputar-putar. Beruntung saat itu ia sempat mencengkram sisi meja kayu yang terdapat di area dapur sederhana yang berlantaikan tanah, hingga ia tidak terjatuh dan terhempas.
Prakk!
Karena meja tergoyang, cangkir yang terbuat dari tanah liat terjatuh dari meja dan terhempas ke tanah, menciptakan suara pecahan yang membuat Sumi langsung terkesiap.
Sedang memandangi suasana hujan itu langsung berlari ke arah belakang dan mendapati laki-laki itu susah payah berdiri di samping meja.
"Hah? Kau muntah? ini gawat jika ibuku sampai tahu ada orang masuk ke dalam rumah ini selain aku!" Sumi tampak khawatir.
"Kau duduk dulu di sini dan jangan kemana-mana, aku akan membersihkan muntahmu ini," pesan Sumi seraya menarik kursi kayu tempatnya biasa duduk bersama ibunya saat makan.
"Maaf, karena bau bangkai yang teramat pekat, aku jadi tak tahan," keluh Aksa sembari menutup hidungnya dengan tangan.
"Kau terlalu manja. Jelas-jelas ini hanya bau daging yang baru kemarin ibu bawa. Sudah, jangan cerewet. Aku bersihkan ini dulu sebelum ibuku pulang," Sumi dengan cepat mencari kain lap dan membersihkan muntahan Aksa.
Pemuda itu bergidik saat matanya menyusuri area dapur yang terlihat tidak layak untuk manusia karena kotor dan penuh debu serta lalat hijau yang terbang dengan bebas dan leluasa.
' Apa gadis ini memang manusia? kenapa tempat ini seperti bukan rumah manusia?'
Sementara Aksa berjibaku dengan pikirannya, Sumi yang baru saja membuka pintu belakang seketika kembali menutup pintu dan menarik tangan Aksa dengan paksa.
"Cepat sembunyi di kamarku! Ibuku akan segera pulang karena langit semakin menggelap. Aku tidak bisa membayangkan bagaimana kemarahan ibuku jika ia melihatmu berada di rumah ini," Sumi terlihat sangat ketakutan.
"Kalau begitu aku pergi saja dari tempat ini, Aku pun tidak ingin ibumu salah paham," sahut Aksa. Ia lebih rela tubuhnya diguyur hujan, daripada ia harus tinggal lebih lama di rumah yang terlihat banyak sekali kejanggalan dan keanehan.
"Tidak bisa, jika hari gelap, jangankan kau Aku pun tidak berani berada di luar berlama-lama. Tempat ini sangat berbahaya, selain banyak binatang buas, banyak juga makhluk-makhluk yang senang menangkap hewan liar ataupun manusia,"
"Itu kata ibuku, karena itu aku tidak pernah jauh dari rumah ini baik siang ataupun malam, hanya ibu yang mencari makan untukku, ia akan pulang ketika matahari telah terbenam,"
Aksa menelan ludahnya susah payah. Tidak salah apa yang gadis itu ucapkan, karena ia mengalami sendiri kejadian mengerikan di mana beberapa penjaganya harus menjadi penyelamat dirinya dari makhluk menyeramkan yang telah mencapai-cabik dan memakan sebagian tubuh mereka.
Aksa akhirnya menurut saat Sumi membawanya ke dalam kamar. Kali ini ia tidak sempat memperhatikan secara detail kondisi kamar gadis itu, tapi setidaknya kamar gadis itu lebih nyaman meskipun masih berdebu tetapi aroma bangkai tidak begitu menyengat.
"Masuk ke dalam kolong tempat tidurku, dan pakailah ini, agar ibu hanya mencium aroma tubuhku," Sumi menyerahkan kain yang biasa ia pakai untuk selimut.
"Apa ibumu bisa sedetail itu? dari aroma tubuhpun ia bisa tahu?" tanya Aksa tak percaya.
"Tentu, ibuku sangat tajam dalam penciuman dan pendengaran, jadi kau harus mewaspadai itu," Sumi mewanti-wanti.
"Sudah cepat masuk, firasatku berkata sebentar lagi Ibu akan datang,"
Aksa menurut. Pemuda bermata coklat itu dengan perlahan masuk ke dalam kolong tempat tidur Sumi seraya membalutkan tubuhnya dengan kain yang Sumi berikan.
Seperti firasat Sumi, terdengar ketukan di pintu depan. Sumi berjongkok dan melongok ke bawah kolong.
"Sebisa mungkin jangan berisik. Ibuku pulang. Aku akan menemui ibuku dulu," gumamnya yang langsung diangguki oleh Aksa.
Pemuda itu berdiam diri di bawah kolong sembari berdoa semoga saat-saat genting itu bisa ia lewati dengan baik dan ia bisa pulang kembali ke rumahnya dengan selamat, meski di ruang hatinya yang lain, ia cukup ragu dengan doanya itu, mengingat tempat yang saat ini ia singgahi penuh dengan hal-hal yang janggal dan di luar nalar.
Sayup-sayup Ia mendengar suara derik pintu terbuka, tapi ia tidak mendengar suara kaki bersahut-sahutan, ia hanya mendengar derap langkah kaki seseorang saja. Apakah ternyata tadi bukan ibunya Sumi?
Suasana amat hening, membuat pemuda itu penasaran. Apakah Sumi hanya menakutinya saja?
Ia perlahan menggeser tubuhnya, meminimalisir suara dengan sangat berhati-hati keluar dari kolong tempat tidur.
Ia pun berjingkat ke arah pintu kamar, berniat mengintip dan melihat suasana di luar. Perlahan, jemari tangannya mencari lubang di pintu yang terbuat dari anyaman bambu.
Ia menurunkan sedikit tubuhnya mendekatkan wajahnya ke arah salah satu lobang yang terlihat cukup besar.
Seketika pupilnya membesar saat melihat makhluk yang sedang bersama dengan Sumi sedang duduk sembari menikmati bongkahan daging yang masih melekat beberapa tulang dan darah yang masih menetes di sela-sela tangannya yang panjang dan berkuku tajam.
Bukan cuma makhluk itu, Sumi pun menikmatinya. Tubuh Aksa bergetar dan tanpa sadar tangannya menumpu ke dinding dan menyebabkan pergerakan.
"Siapa itu!"
****