part 15

396 29 19
                                    

"Sumi! Sumi! Sumi di mana kamu, Nak! ini ibu bawakan daging segar kesukaanmu, ibu baru saja dapat buruan besar, Nak,"

Wanita bertubuh bungkuk itu menatap sekitar rumahnya dengan perasaan yang tidak enak. Ia meletakkan potongan daging paha berbulu yang masih meneteskan darah segar itu di atas meja yang biasa menjadi tempatnya bersama anaknya biasa makan bersam seraya bercengkrama. Aroma amisnya merebak ke segala penjuru ruangan.

"Sumi ... Nak... apa kamu ada di kamar mandi?" tanyanya dengan suara lantang, tapi tak jua ada jawaban. Anak perawannya entah kemana.

Di dera perasaan gusar, ia bergegas ke arah dapur dan melihat ke arah kamar mandi, di mana hanya ada gentong dan lantai tanah tanpa adanya manusia di dalamnya.

Dengan perasaan tak karuan, wanita tua itu berbalik dan kaki telanjangnya membawanya mengitari dalam dan luar rumah hingga keringat mengucur di kening dan wajahnya.

"Sumi ... neng ndi koe, Nduk?" (Sumi, di mana kamu, Nak?)

Wajah itu tampak pias. Anak perempuan satu-satunya itu seperti menghilang di telan bumi, tanpa bekas.

Tiba-tiba angin berhembus dengan kencang. Tubuh bungkuk itu perlahan bergerak tegak. Terdengar bunyi kretek tulang bagai terpatah.

Kretek! kretek!

Mata makhluk itu membesar dan berwarna merah. Wajahnya yang semula hanya mengkerut tua kini menghitam. Gigi-gigi tajam mencuat dan bulu-bulu mulai memenuhi sebagian tubuhnya.

Kuku-kuku panjang tumbuh perlahan di ujung jemarinya. Ia menggeram. Suaranya memecah keheningan malam.

Aliran air yang semula tenang berubah menjadi ombak menggulung-gulung dan menerjang apa yang di lewatinya dengan sangat keras.

Langit yang semula cerah berubah mendung dan awan hitam berarak menutup bulan yang kala itu bersinar terang.

Angin kencang menerjang membawa rintik hujan, membuat suasana hutan menjadi suram dan menyeramkan.

Hewan-hewan malam yang semula tenang, berduyun-duyun masuk ke sarang dan mencari tempat persembunyian teraman.

"Arrgghh! Sumiii! tega kau meninggalkan ibu!"

Tubuh makhluk itu tiba-tiba lunglai dan luruh ke tanah berumput yang ia pijak.

Tangannya yang berkuku tajam mencengkeram rerumputan bertanah seraya menundukkan wajah.

Urat-urat wajahnya mencuat dengan air mata yang mengucur di ujung mata. Kecewa pada perlakuan anak perempuan yang telah ia rawat dari kecil.

"Sumiiiii! ibu akan mencarimu! ibu pastikan ibu akan menemukanmu!"

***
21 tahun yang lalu...

"Mas ... gimana ini .... Aku hamil," lirih seorang perempuan muda di samping laki-laki matang berusia 35 tahunan.

Wanita berusia 20 tahunan itu menatap intense laki-laki di sebelahnya dengan gusar, karena apa yang ada dalam perutnya tidak mereka kehendaki.

"Kan Mas udah bilang, pakai KB. Kehamilan kamu itu cuma akan jadi masalah. Harusnya kamu tahu itu," laki-laki bermata tajam itu mendengus kesal. Ia sempat meninju kasur yang saat itu sedang didudukinya.

"Kemarin lupa minum, Mas. Soalnya Mas tiba-tiba datang terus minta. Lagian kata orang kalau campur aja di minum, kalau ga campur jangan," jawab wanita bermata sendu itu dengan polosnya.

"Kamu terlalu polos ... Ti, namanya pil KB harus minum setiap hari. Itu kata istriku," ketus lelaki itu seraya membuang pandangannya ke arah lemari kayu berukir yang ada di hadapannya.

Mendengar kata 'istri' wanita itu langsung merenggut. Ia sakit hati saat laki-laki itu menyebut wanita lain dengan sebutan istri.

"Lagi sama aku masih aja inget sama yang di rumah. Kan aku juga istrimu, Mas," cebik wanita itu sembari membuang muka ke arah pintu. Kesal.

Ranjang berderit. Menimbulkan goyangan kecil saat laki-laki gagah beralis tebal itu berdiri.

"Sudah, gugurkan saja. Aku belum siap untuk punya anak lagi. Aku cuma ingin bersenang-senang. Cukup saja jagoanku di rumah," ucapnya sambil merapikan baju kemejanya di depan cermin yang tertempel di lemari.

Mendengar ucapan laki-laki itu, wanita muda itu langsung melesatkan pandangannya dan menyorot tajam ke arahnya.

"Apa? gugurkan? jangan mimpi! biar menikah secara sirih, pernikahan kita sah dan bukan zinah. Aku akan tetap mempertahankan bayi ini apapun yang terjadi!" sungut wanita muda itu seraya menyentuh perutnya yang belum buncit.

Laki-laki itu melirik ke arahnya dengan tatapan sinis. Binar cinta yang selama ini di tujukan pada wanita berkulit putih dan berwajah ayu itu sirna begitu saja, berubah jadi amarah dan kesal.

"Terserah! asal jangan pernah ganggu hubunganku dengan dia. Kamu adalah kamu. Meski kamu juga istriku, status kalian itu beda. Kamu jangan pernah menuntut lebih dari aku. Aku tidak akan pernah memberi perhatian lebih pada anak itu, karena sejatinya aku hanya ingin bersenang-senang denganmu," ucap laki-laki itu dengan tegas dan lugas.

Nyess!

Hati wanita mana yang tidak akan hancur bila lelaki yang ia cintai berbicara dengan begitu tegas, jika ia  menganggap sebuah pernikahan itu hanya untuk bersenang-senang?

Air mata itu jatuh begitu saja dari mata yang berkabut kesedihan dan rasa kecewa yang begitu mendalam.

"Sudah, jangan menangis! aku pulang. Dan ini, uang untuk keperluanmu dan anak dalam perutmu itu,"

Tanpa basa-basi, lelaki itu melempar beberapa lembar uang di atas kasur dan pergi begitu saja, meninggalkan wanita muda yang tergugu, cemburu, dan tertipu!

***
"Ampun Ndoro, Raden Mas Aryo memang sudah menikah lagi dengan wanita di kampung sebelah," takut-takut pemuda bertubuh cungkring yang merupakan buruh pekerja di kebun tehnya itu berucap. Tangannya di penuhi keringat, takut salah dalam berbicara.

"Aku sudah menduga. Sifatnya yang manis itu menyimpan sejuta misteri. Terlalu manis, ia kira mampu menutupi naluriku sebagai istri?" decak wanita bertubuh kurus dengan mata bulat yang menyorot tajam hamparan kebun teh di hadapannya.

Tak ada tangis seperti wanita lain yang suaminya di ketahui berselingkuh dengan wanita lain, wanita ini malah memikirkan cara untuk membuat laki-laki itu kapok dan membuatnya berpikir dua kali jika ingin selingkuh darinya.

"Baik, antarkan aku ke rumah dukun teluh terkenal di kampung sebelah. Aku akan berikan ia pelajaran berharga, atitude untuk tidak mengambil milik orang lain," imbuh wanita itu dengan tatapan mengintimidasi saat berbalik dan melihat ke arah pemuda cungkring yang hanya mampu mengangguk pelan.

"Si--siap Ndoro,"

"Sudah kau kantongi informasi tentang wanita itu, bukan?"

"Su--sudah, Ndoro,"

"Baik, sebelum kita ke rumah dukun, antar aku untuk melihat sosok wanita yang berani-beraninya merebut suamiku. Wanita itu akan menyesal!" geram wanita itu. Tangannya terkepal dengan mata yang menyorot penuh amarah.

Wanita itu pun mengajak pemuda cungkring itu untuk ikut dengannya, melihat dari dekat wanita yang telah merebut suaminya yang tak lain adalah ibu kandung dari Sumi--Suparti.

*****

SUMIATI Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang