part 26

203 17 0
                                    

Tubuh itu langsung bergidik. Dan dengan cepat Ia pun langsung berucap," ti--tidak, ba--bayi itu juga sudah mati."

"Tidak-tidak! Aku jelas mendengar Kau bicara jika bayi itu masih hidup. Kau tidak perlu berbohong!" Sentak Raden Aryo dengan tatapan mata tajam.

Mata lelaki yang disentak oleh Raden Aryo bergerak liar, terdengar bunyi gemertuk dari mulutnya dengan tubuh yang gemetar hebat.

Jelas tampak sekali jika laki-laki itu ketakutan. Masih terapkan jelas bayangan sosok makhluk berbulu lebat dengan wajah menyeramkan yang saat itu hampir saja menyantap dirinya.

"Ti--tidak, Juragan. Juragan salah mendengar," laki-laki itu tertunduk, menghindari tatapan Raden Aryo terlihat menekannya.

"Tidak! Aku jelas mendengar kata-kata itu! Kau yang menjadi saksi mata, Aku hanya ingin tahu bayi itu mati ataukah hidup!"

Laki-laki itu mendesah. Menghela nafas dalam, berusaha untuk melonggarkan sedikit dadanya yang terasa begitu sesak.

Melihat ekspresi pekerjanya itu, Raden Aryo semakin diselimuti perasaan emosi.

Ia benar-benar ingin mengetahui anak yang dikandung oleh Suparti--istri keduanya itu.

Jujur, Aryo benar-benar merasa bersalah karena telah melakukan perbuatan jahat kepada Suparti.

Tak dapat ia pungkiri, di lubuk hatinya yang paling dalam, ia sangat berharap anaknya bisa selamat.

Ia mengecam perbuatannya sendiri, perbuatan tak berbelas kasih dan tidak tahu diri.

Karena kebodohannya saat itu dan ketakutannya kepada istri pertamanya, ia begitu saja menuruti pikirannya, membunuh istri dan darah dagingnya sendiri agar tidak ditinggalkan oleh Nilam-- janda kaya yang sudah memiliki seorang anak sebelum ia menikah dengan Aryo.

Miris memang. Aryo lebih memilih menumbalkan pewarisnya hanya karena tidak ingin kehilangan harta Nilam yang telah memberikannya hidup mewah.

"Kalau kau tidak mau jujur, maka dengan terpaksa aku akan memberhentikanmu dari pekerjaanmu. Kau akan aku pecat, Harun!"

Bak disambar petir di siang bolong, ucapan Raden Aryo itu membuat wajah laki-laki bernama Harun itu berubah pias.

Apa yang harus ia lakukan? jika ia tidak jujur maka pundi-pundi uangnya akan menghilang begitu saja, dan itu berarti ia akan melihat anak istrinya kelaparan di rumah.

Namun, jika ia jujur, makhluk bertubuh besar, berbulu dan memiliki taring di dua sudut bibirnya itu akan datang dan mengancam nyawa orang-orang yang sangat dikasihinya.

Harun berdiri di persimpangan. Apapun pilihannya itu semua tidak baik untuk dirinya dan juga keluarganya, bak makan buah simalakama, tidak ada yang menguntungkan.

"Jika saya jujur, maukah Juragan menjamin keselamatan saya dan keluarga?" tanya Harun dengan wajah memelas, dan itu membuat Raden Aryo heran.

" Apa maksud dari ucapanmu barusan? Aku sungguh tak mengerti. Apa hubungannya antara kejujuran dengan keselamatan keluargamu?" desaknya yang membuat Harun semakin pasrah untuk jujur.

"Apa Juragan mau berjanji?"

Meskipun Raden Aryo tidak mengerti apa yang ada di pikiran laki-laki itu, tapi akhirnya Raden Aryo mengangguk setuju.

"Aku akan pastikan kau dan keturunanmu selamat, malah jika ada yang mengancam dirimu, Aku pastikan, orang-orangku akan ada untuk melindungimu, atau bila perlu, aku bisa membawamu keluar dari kampung ini dan memberikan kehidupan yang layak untukmu," janji Raden Aryo yang membuat laki-laki menghela napas lega.

"Baik, Juragan Aryo, saya pegang janji Juragan,"

"Oke, kalau begitu ceritakan,"

Laki-laki itu terdiam sejenak, Raden Aryo lalu menyuruhnya untuk duduk di kursi kayu jati yang mengkilat dan berukir ular naga, serupa dengan kursi yang ia duduki.

Ia menurut. Duduk di sebelah Raden Aryo yang hanya dihalangi meja kecil.

Sebelum duduk, Harun menggeser kursi hingga ia bisa duduk menghadap Raden Aryo yang saat itu menatapnya dengan raut wajah yang  serius.

"Malam itu, kami bertiga sudah menjalankan apa yang Juragan suruh. Juragan hanya menyuruh kami membuang Suparti ke tengah hutan, itu yang saya tangkap dari ucapan Juragan,"

"Namun, wanita itu sempat melawan dan memohon agar kami tidak meninggalkannya di sana,"

"Jujur pada saat itu saya benar-benar iba, dan menyesal karena telah ikut dalam perbuatan dosa yang sangat besar. Sampai sekarang penyesalan itu masih ada di dalam hati saya,"

"Saat melihat Suparti menangis, saya teringat pada istri saya. Apalagi saat itu wanita itu sedang hamil besar, meski tubuhnya penuh dengan koreng dan berbau busuk, rasanya Saya tidak tega meninggalkan wanita itu sendirian di dalam hutan,"

"Tapi tidak dengan Suryo. Laki-laki itu begitu emosi dan melakukan perbuatan kasar kepada Suparti,"

"Begitu juga dengan Diman. Mereka benar-benar tidak punya hati. Saat saya sedang membela Suparti, malah saya mendapat bogem mentah dan sempat terpental di samping seperti yang saat itu juga sedang terbaring kesakitan,"

"Kesakitan?" wajah Raden Aryo berubah pias saat mendengar bagaimana keadaan Suparti kala itu. Dadanya berdenyut kencang dan terasa perih karenanya.

"Ya, karena saat itu ternyata Suparti akan segera melahirkan,"

"Bukan hanya itu, Juragan. Saat itu saya mengabarkan jika Suryo dan juga Diman dimakan binatang buas, begitu juga Suparti. Tapi itu bohong, Juragan,"

Kelopak mata Raden Aryo ketika melebar, shock dengan ucapan laki-laki yang sedang duduk menghadap dirinya itu.

"Suryo dan Diman bukan dimakan oleh binatang buas, melainkan dimakan makhluk penunggu hutan,"

"Makhluk bertubuh besar sekitar 2 meteran lebih, berburu lebat dengan mata yang berwarna merah, dan taring di kedua sudut bibirnya,"

"Ciri-ciri yang paling khas itu ia mempunyai buah dada yang super besar, sebesar tampah untuk kita menampi beras," tangan Harun memperagakan besar buah dada makhluk itu yang membuat wajah Raden Aryo semakin menegang.

"Ja--jadi ... ma--makhluk itu ...,"

"Ya, seperti yang sudah Juragan sendiri saksikan, bagaimana kejamnya makhluk itu, mengoyak tubuh Suryo dan juga Diman, dan memakan isi dalam perutnya dengan lahap, dan itu semua tersaji di depan mata saya, Juragan!"

"Bayangkan saja bagaimana ngerinya apa yang saya alami malam itu, tapi Tuhan ternyata masih melindungi saya, Juragan,"

"Karena saya menolong Suparti malam itu, akhirnya saya diizinkan untuk pergi, tapi dengan satu syarat, Saya tidak boleh menceritakan tentang keadaan bayi itu dan juga Suparti yang memang malam itu sudah meninggal sebelum ia melahirkan,"

"Jadi ... Suparti memang sudah meninggal? tapi mengapa yang ada hanya mayat Suryo dan juga Diman? kemana mayat Suparti?" sela Aryo. Ia semakin merasa bersalah karena perbuatannya yang keji itu akhirnya benar-benar merenggut nyawa istri mudanya.

"Dan ... bagaimana dengan anakku?" imbuhnya.

"Ya, Suparti memang sudah meninggal. Mayat Suparti kemungkinan besar diambil oleh makhluk itu,"

"Sedangkan anak Juragan, bayi itu masih hidup saat makhluk itu membelah perut Suparti. Makhluk itu jugalah yang mengambil bayi juragan,"

Lagi-lagi Aryo seperti mendapat tamparan keras di wajahnya. Juragan kaya raya pemilik kebun teh terbesar di kampung itu hanya mampu terdiam.

' Apakah mungkin gadis yang kini berada di rumahku itu adalah darah dagingku bersama Suparti? mungkinkah Ia datang sengaja untuk membalas dendam?'

****


SUMIATI Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang