part 24

178 13 0
                                    

"A--aku butuh da--rah," lirihnya tertahan.

Mata Aksa langsung melotot dan tanpa sadar ia berucap," darah?"

"Ada apa, Den," tiba-tiba saja Mbok Nuriah ada di belakang Aksa. Membuat laki-laki itu sempat terkejut dan mengalihkan pandangannya ke wanita paruh baya itu.

"Ah, ti--tidak apa-apa, Mbok. Mbok tolong jaga Sumi , Aksa mau pergi sebentar," ucap laki-laki bertubuh tegap itu kepada pembantunya.

Mbok Nuriah menggangguk, meski Ia pun penasaran, apa yang baru saja diucapkan oleh Sumi. Karena ia sama sekali tidak mendengarnya.

Sementara itu Aksa bergerak cepat ke arah kandang. Entah apa yang merasukinya saat itu. Aksa terlihat begitu uring-uringan saat melihat Sumi yang kesakitan. Ia seolah ikut merasakan sakit yang saat ini diderita oleh Sumi.

Dengan sigap, Aksa masuk ke kandang ayam kesayangannya. Beberapa ekor ayam jago Ia tangkap dan membawanya ke tempat sepi.

Suara kepakkan ayam terdengar hingga di kamar Mbok Nuriah. Wanita yang rambutnya hampir dipenuhi uban itu langsung menautkan kedua alisnya. Seperti sedang memikirkan sesuatu.

"Itu maling atau Den Aksa, ya?" tanyanya pada diri sendiri.

Sementara itu tubuh Sumi semakin lemah. Ia benar-benar tidak berselera untuk makan makanan manusia.

Keinginannya untuk makan daging semakin besar, Ia seperti sudah tidak sabar menyantap makanan yang biasa disediakan ibunya.

"Mbok, biar Aksa bawa Sumi dulu. Kalau ada yang tanya, bilang saja Aksa pergi karena ada keperluan. Jangan bilang pergi dengan Sumi," tiba-tiba Aksa masuk begitu saja ke kamar Mbok Nuriah saat itu sedang menyelimuti Sumi yang saat itu terlihat kedinginan.

"Ta--tapi, Su--Sumi, Den...," Mbok Nuriah terlihat ragu saat Aksa mengangkat tubuh Sumi yang lemah.

"Sudah Mbok percayakan saja pada Aksa. Aku tidak akan berbuat  macam-macam pada Sumi," Aksa menatap lekat pembantunya itu, sedang Mbok Nuriah tidak berani membantah. Ia hanya mengangguk pelan.

Sumi yang saat itu berada di gendongan Aksa, berusaha untuk membuka matanya yang terasa berat dan lengket.

"A--Aksa ...," lirih Sumi saat netranya menangkap samar-samar sosok Aksa ketika kelopak matanya perlahan terbuka.

"Shuttt, jangan berisik Sumi. Aku tidak ingin orang rumah tahu apa yang akan aku perbuat untukmu, aku takut kau akan dijauhi orang-orang nantinya," ucap Aksa seraya mempercepat langkah kakinya.

Sumi menurut. Gadis itu hanya menatap Aksa tanpa banyak bicara. Selintas ia kembali memuji ketampanan Aksa. Rahang tegas, bibir tipis dan alis tebal milik Aksa mampu membuat gadis itu terpana.

Apalagi saat mata elang itu bersinar saat di terkena bias lampu yang masih terang.

Entah mau dibawa ke mana Sumi, gadis itu hanya menurut dan berusaha percaya pada laki-laki yang sudah baik kepadanya itu.

Tiba-tiba Aksa menghentikan langkah kakinya. Ia lalu menurunkan Sumi dan menyandarkan gadis itu di pagar tembok rumahnya, sedang ia berdiri di depan pintu besi yang digembok dengan rapi.

Sebelum membuka gembok, Aksa sempat memutar tubuhnya dan memperhatikan sekitar.

Setelah dirasa aman, Aksa perlahan membuka gembok dengan kunci berwarna emas yang ia ambil dari saku celana.

"Ayo, kamu harus segera makan," Aksa menunduk dan meraih tubuh Sumi yang lunglai tak berdaya.

Kejadian itu rupanya ditangkap oleh mata awas seorang gadis yang tidak lain adalah anaknya Mbok Nuriah.

Gadis itu memang terbiasa bangun pagi dan membantu ibunya untuk menyiapkan sarapan.

Terang saja gadis itu merasa kaget saat melihat laki-laki yang ia taksir kini sedang menggendong wanita lain dan mengendap-endap hendak keluar dari pintu pagar belakang.

Ia meremas ujung bajunya. Merasa cemburu karena laki-laki sudah ia incar sejak ia masih SMP itu, terlihat begitu khawatir pada gadis yang baru saja dikenalnya.

"Sudah aku duga! Raden Mas Aksa pasti punya hubungan dengan gadis itu. Kalau tidak, tidak mungkin gadis sialan itu ada di sini!" geram gadis itu sembari menyembunyikan tubuhnya di balik dinding agar tidak terlihat dari mata Aksa.

Sedang Aksa susah payah menggendong Sumi untuk keluar dari pintu kecil yang hanya muat untuk satu orang saja.

Setelah berhasil keluar, Aksa membawa Sumi menuju ke perkebunan yang ada di belakang rumahnya.

Perkebunan pohon jati yang luas dan dibiarkan rimbun itu menjadi tempat teraman untuk menyembunyikan Sumi.

"Apa masih jauh, Sa?" tanya Sumi. Bukan tanpa alasan gadis itu bertanya kepada Aksa, ia tidak tega melihat Aksa yang terlihat begitu kelelahan karena mengangkat tubuhnya tanpa istirahat.

"Mulai detik ini biasakan panggil aku, Mas. Jangan panggil nama. Aku kira umurmu pasti jauh di bawahku," ucap Aksa yang langsung membuat Sumi terdiam.

"I--iya, Mas," malu-malu Sumi mengucapkan panggilan itu.

Aksa tersenyum simpul saat ia mendengar Sumi memanggil dirinya 'Mas'.

Aksa tiba-tiba menghentikan langkah dan pandangannya lurus menatap ke depan.

Sumi mengikuti pandangan Aksa dan mendapati sebuah pondok tidak jauh dari tempat mereka berdiri.

"Pondok itu dulunya adalah tempat beristirahat para petani. Hanya dipakai beberapa tahun sekali, tapi karena terbuat dari kayu jati, pondok itu masih kokoh sampai saat ini," jelas Aksa.

"Untuk sementara waktu, sampai kamu bisa menerima makanan manusia seperti aku, kamu makan di sini saja, Sumi. Aku sadar tidak bisa memaksakan kamu, kamu pun butuh penyesuaian," imbuh Aksa lagi.

Sumi terharu mendengar ucapan Aksa. Karena memang harus ia akui, makanan manusia belum bisa ia terima.

Tetap saja ia merindukan darah dan daging segar seperti yang sering ibunya berikan.

' Ah, lagi-lagi Aku rindu Ibu,' Sumi membatin. Matanya menatap sekitar saat Aksa kembali melangkahkan kaki menuju ke pondok.

Barisan pepohonan jati yang rindang dan besar-besar, mengingatkannya pada suasana hutan di mana tempatnya tinggal.

Ia begitu rindu aroma khas daun-daun dan pepohonan, serta bunga-bunga yang dibawa angin kala ia bermain di luar.

Tap-tap-tap!

Perlahan, Aksa menaiki anak tangga yang terbuat dari kayu jati pilihan. Tampak usang tapi kekuatannya tidak terbantahkan.

Aksa membuka pintu yang tidak terkunci dan meletakkan Sumi perlahan.

Ia lalu berlari menuju rumahnya, untuk mengambil sesuatu yang memang akan Ia berikan kepada Sumi nantinya.

Ia lalu meraih benda yang ia masukkan dalam kresek hitam dan kembali bergegas menuju pondok di mana Sumi berada.

Gerak-gerik itu rupanya ditangkap jelas oleh gadis yang sejak tadi memperhatikan tingkah laku Aksa dan juga Sumi.

Ia mengendap-endap mengikuti Aksa dari jauh, saat jaraknya semakin dekat dengan Aksa, ia menyembunyikan diri di balik batang pohon yang besar.

Ia lalu melihat Aksa yang  saat itu masuk ke dalam pondok dan menyerahkan kresek hitam pada Sumi.

Matanya seketika melebar saat melihat benda yang saat itu dikeluarkan dari dalam kresek langsung direbut oleh Sumi.

Dengan beringasnya, Sumi melahap ayam mentah yang masih berbulu dan juga meneteskan darah segar.

Tubuh gadis itu membeku, seketika ia menutup mulutnya dengan kedua tangan dan bermaksud untuk kembali ke rumah, tapi ketika kakinya mulai melangkah.

Kretakk!

"Siapa itu!"

****

SUMIATI Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang