Anakku yang berumur 4 tahun tiba-tiba hilang dan ketika ditemukan ia berada di bawah rimbunnya pepohonan bambu. Saat ditemukan Ia seperti orang linglung, ia bilang ia sedang makan, dan saat itu juga ia menunjukkan batok kelapa kepadaku.
Mataku seketika membeliak saat melihat isi dari benda itu, ternyata anakku sedang memakan ...SUMIATI
part 23
Dewi JambiSuara kentongan bertalu-talu diiringi dengan suara teriakan dan juga bunyi berisik dari alat-alat masak yang dipukul, tak jua menunjukkan tanda-tanda jika anak itu akan ditemukan malam itu.
Tubuh Ratri semakin lemas, bersimbah peluh dan kakinya sudah gemetar.
Warto yang selalu berada di sampingnya, tak kalah galau memikirkan nasib anak mereka satu-satunya yang saat ini entah bagaimana keadaannya.
"Mas ... kenapa Tole tidak juga ditemukan Mas..., ke mana anak kita itu Mas ...," dengan suara bergetar dan air mata yang terus membanjiri pipinya, Ratri bertanya kepada suaminya. Raut putus asa terekam jelas di wajahnya.
Warto mendesah, dan menghela napas berat sembari memandang wajah Ratri di keremangan malam. Bias lampu jalan di kejauhan menangkap titik air mata yang kembali berurai di pipi istrinya.
"Wes, berdoa wae. Mudah-mudahan anak kita tidak apa-apa, kamu yang semangat, Rat. Biar anak kita juga kuat," Warto terus berusaha untuk menyemangati istrinya, meskipun hatinya pun juga berkecamuk.
Rasa sesal kian melingkupi relung hatinya. Saat anaknya kini tidak tahu di mana ia berada, Warto baru tahu rasanya kehilangan.
Ingin rasanya ia memeluk tubuh mungil itu dan menggendongnya dengan sayang, serta sesekali mencium kening dan pipinya.
Dadanya terasa sesak kala mengingat entah kapan terakhir kali Ia bermain dan bersenda gurau bersama anak satu-satunya itu.
Masih terngiang bagaimana bocah itu memanggil dirinya dengan rengekan dan mata yang mengiba, haus kasih sayang darinya, tapi ia mengacuhkan dan pergi tanpa rasa kasihan.
' Maafkan Bapak, Nak,' jerit batin Warto saat matanya mengitari sekitar, melihat pepohonan yang tinggi menjulang, berharap jika anaknya itu berada di salah satu pohon, atau di balik rimbunnya semak yang ada di antara mereka.
Namun ia harus menelan kekecewaan, karena tidak ada tampak tanda-tanda anaknya itu berada di sana.
"Bagaimana ini Pak Ustadz, malam sudah semakin larut, orang-orang pun sudah berkumpul di tempat yang sama, dan tidak ada tanda-tanda kemunculan bocah itu Pak Ustadz," tanya Pak RT dengan wajah tegang.
Sama seperti orang-orang lain Ia pun khawatir dengan bocah kecil itu. Apalagi mereka sudah mengitari kampung, dan tidak ada sedikitpun tanda-tanda bocah itu akan ditemukan.
Sementara itu, Laksmi yang berada di salah satu cabang pohon hanya tersenyum culas menatap kekhawatiran orang-orang yang ada di bawahnya.
Matanya mengitari orang-orang yang saat itu berkumpul, memindai satu persatu wajah orang, mencari anak perempuan yang saat itu belum juga ia temukan.
Mata merahnya itu membeliak saat di kejauhan ia melihat sosok perempuan muda yang sangat mirip dengan Sumi.
Mata merah menatap awas dan mengamati gadis itu, tapi ia langsung menelan kekecewaan, karena gadis itu ternyata bukan anaknya.
Sumi yang ia cari masih berada di rumah juragan pemilik kebun teh terbesar dikampung itu.
Gadis itu terlihat gugup saat Mbok Nuriah seperti mengintrogasi dirinya.
"Apa? Ibumu Wewe gombel?"
Bibir Sumi bergetar, sementara di luar suara-suara berisik itu sudah tidak terdengar.