Bagaimana makhluk itu berjongkok, mengangkat benda sebesar kepalan tangan orang dewasa di tangannya yang berkuku tajam dan melahap benda itu dengan beringasnya.
Dalam ketakutan itu, tiba-tiba makhluk itu melesatkan pandangan ke arah wanita hamil itu dan dalam sekejap mengalihkan pandangannya ke arah lain sembari menikmati organ dalam yang masih berdetak saat ia makan dan mengunyahnya.
Mata Laksmi merem melek, menikmati daging kenyal, berair dan berbau darah yang sangat pekat, makanan kesukaannya.
Benda sebesar kepalan tangan itu hanya dalam beberapa menit sudah habis ia lahap.
Sedang menyantap makanannya itu, laki-laki satunya yang sekarat berusaha keras bergerak menjauh, menahan sakit karena luka menganga di dada, punggung dan sebagian leher juga tangan yang mengucurkan darah segar.
Merangkak dan menyeret tubuhnya susah payah menggunakan kedua tangannya yang juga mengucurkan darah, sembari meringis-ringis menahan sakit dan perih.
Sementara itu, laki-laki yang bernama Harun yang saat itu berpura-pura pingsan di samping wanita yang tubuhnya bergetar menahan takut itu menyipitkan mata dan menangkap adegan mengerikan itu dengan jantung yang berdegup kencang. Tubuhnya lemas dan tiada daya, memikirkan bagaimana makhluk itu akan segera menyantap tubuhnya.
Laksmi perlahan berdiri. Tubuh besarnya tampak samar-samar di bawah guyuran hujan yang masih turun dengan sangat deras, di sertai kilat di samping mayat laki-laki bertopeng, yang perutnya ternganga dan ususnya terburai beserta isi perut yang sebagian telah hilang, di makan makhluk pemakan daging berbulu itu.
Ia melesat dengan cepat, meninggalkan mayat itu dan dalam hitungan detik telah berada di hadapan laki-laki yang tadi sempat ingin melarikan diri.
Slapss!
"To--long ja--jangan bunuh aku!" laki-laki bertopeng itu memohon dan mengiba, menepiskan rasa sakit dan perih di sekujur tubuhnya akibat luka menganga yang bercampur dengan tanah dan air hujan.
Laksmi terkikik saat mendengar laki-laki itu memohon padanya. Tawanya terdengar lantang meski diselingi dengan suara gemuruh yang bersahutan.
"Hi-hi-hi, mana keberanianmu tadi, hah? bisa-bisanya kau berbuat seperti itu pada seorang wanita hamil? di mana otakmu?"
"Ma--maaf, a--aku tidak sengaja," lagi, ia mengiba dengan raut wajah pasrah.
"Kau ingin minta ampun? baiklah, aku ampuni dirimu, tapi ...,"
Laki-laki itu mendongak dan mendapati makhluk besar berbulu itu menurunkan tubuhnya dan berjongkok di hadapannya. Ia menarik dua sudut bibirnya dan mengulurkan tangannya, menyeringai, memamerkan gigi-giginya yang tajam.
Baru saja lelaki itu hendak bernapas lega, ia merasakan sesak saat sesuatu seperti melesat dan mencekik lehernya dengan kuat.
"Akh!"
Tubuhnya perlahan terangkat dan menggantung. Sesak, leher sakit dan sulit bernapas. Kakinya bergerak berusaha menyentuh tanah dengan tangan yang menggapai-gapai berusaha melawan, tapi makhluk setinggi lebih dari dua meter itu sama sekali tak bergeming dan tangan besar berbulu itu tetap mencengkeram lehernya tanpa ampun.
"Aku akan mengampunimu, tapi jantungmu harus aku miliki!"
Crasss! crekk-crekk!
Tangan kanan mencengkeram leher dan tangan kirinya dengan lihai melesat ke arah perut dan menusuknya dengan kuku tajamnya, merobek dan mengaduk-aduk perut lelaki bertopeng itu dengan perlahan hingga lelaki itu merasakan sakit yang teramat sangat.
Mata itu membola seolah akan terlontar keluar dengan mulut yang menyemburkan darah segar.
Syuuuut!
Dengan cepat Laksmi menarik jantungnya dan mengangkat benda itu tinggi-tinggi setelah melempar begitu saja laki-laki yang sudah tak lagi bernyawa ke sembarang arah.
Kilatan petir di balik tubuh Laksmi membuat sosok Laksmi menjadi sangat menakutkan bagi wanita hamil dan juga laki-laki yang berpura-pura mati.
Laksmi kembali melahap jantung itu dan mengusap wajahnya yang basah sebelum ia akhirnya mendekat ke wanita hamil yang saat itu meringkuk karena kesakitan. Dadanya kembang kempis menahan sesak dan juga perutnya yang saat itu sangat menyiksa dirinya.
Kaki telanjang Laksmi menjejaki tanah licin dan becek yang di guyur air, mendekat ke arah wanita itu dan berjongkok di sampingnya.
"Akh, ja--jangan bunuh aku ... kasihan anak dalam perutku," rintih wanita itu saat menyadari Laksmi kini berada di dekatnya. Wanita itu masih meringkuk dan kaki ini darah semakin deras keluar dari selangkangannya.
Aroma darah begitu menarik Laksmi, tapi entah kenapa ia tidak tega untuk menyantapnya, melihat wanita itu kesakitan ia tidak berniat untuk membunuhnya.
"Sepertinya kau akan melahirkan. Biar aku bantu," Laksmi mengulurkan tangannya, hendak membawa wanita itu, tapi wanita itu malah merintih dan semakin menarik kakinya.
"Akhhh, aku tidak kuat!" jerit wanita itu sembari mencengkram perutnya. Kali ini bukan hanya kakinya yang menegang, tapi tubuh itu bergetar.
Makhluk itu bingung, tapi ia langsung tersadar pada laki-laki yang tengah terbaring di sampingnya. Ia lalu menoleh dan berkata.
"Aku tahu kau tidak mati. Kau hanya berpura-pura. Kau jangan takut. Bantu aku untuk menolong wanita ini dan aku akan melepaskanmu,"
Laki-laki itu tersentak dan akhirnya membuka mata. Ia pun takut-takut bangun dan mengangguk pelan.
"A--apa yang bisa aku bantu?" ucapnya takut-takut.
Laksmi menggeser tubuhnya dan menunjuk ke arah kepala perempuan itu.
"Kau sanggah tubuhnya dan biarkan aku menerima anak yang akan keluar di bawah," titah Laksmi.
Laki-laki itu menurut. Ia bergerak dan mengangkat perlahan kepala wanita yang sedari tadi sudah mulai mengejan.
"Aku sudah tidak tahan ...," ucap wanita itu saat merasakan sesuatu yang hangat mulai merembes keluar dari daerah kewanitaannya.
"Eungggh!" wajah wanita itu memerah. Di bawah guyuran hujan dan tubuhnya yang basah, wanita itu kembali intens mengejan.
"Ayo, terus. Ambil napas dan hembuskan perlahan," seru laki-laki yang saat ini sedang menopang kepalanya.
Laksmi hanya terdiam. Ia bingung karena baru kali ini ia melihat secara langsung proses melahirkan.
"A--aku ... su--sudah ti-- dak ... ku--,"
Plek!
Tiba-tiba saja tubuh itu melemas dan tangannya terjatuh begitu saja. Makhluk bermata merah itu melesatkan pandangan ke arah lelaki itu yang juga terheran.
"Kenapa dia?" tanya Laksmi. Lelaki bernama Harun itu menggeleng pelan.
"Biar aku periksa," ucapnya seraya meraih tangan wanita itu dan menyentuh nadinya.
Wajah laki-laki itu pias. "Wanita itu sudah meninggal," cetusnya.
Laksmi terdiam. Pandangannya lalu jatuh pada perut besar yang masih berkedut, seperti menunjukkan jika ada kehidupan di sana.
"Aku rasa bayinya masih hidup," celetuk laki-laki itu, membuat Laksmi langsung mengerutkan dahi.
"Lebih baik, cepat selamatkan anak itu, sebelum terlambat," imbuhnya lagi.
Laksmi mengerti apa maksud laki-laki itu. Ia mendekat dan perlahan membuat kain panjang yang di kenakan wanita itu dan menyingkap baju yang menutup perut besarnya.
Setengah telanjang, Laksmi mengarahkan kuku tajamnya ke arah perut wanita itu.
Dengan hati-hati ia menancapkan salah satu kukunya dan merobek perut wanita itu searah dengan garis di perutnya.
Sangat hati-hati, takut jika bayi di dalam perut itu terluka. Dan, ketika perut itu terbelah ...
****