"Pikirkan baik-baik Laksmi, dunia manusia itu jahat. Kau tidak akan bisa bertahan jika masuk ke dalam dimensi mereka," sesosok makhluk bertubuh tinggi dengan banyak bulu dan bermata merah berkata dengan tegas dan lugas diatas singgasana besar yang terbuat dari tulang dan tengkorak, menatap tajam kepada sesosok makhluk besar yang saat itu berlutut tak jauh darinya.
Sosok yang saat itu dikelilingi oleh makhluk-makhluk yang serupa dengannya itu hanya tertunduk. Air mata jatuh berderai di kedua sudut matanya. Tangannya mengepal kuat dengan air wajah yang terlihat putus asa.
" Nyuwun ngapuro Gusti Batara Purwasesa, kulo harus membawa Sumi kembali pulang ke tempat ini. Sumi pasti kesusahan di dunia manusia, Gusti," makhluk itu mengangkat perlahan kepalanya dan takut-takut menatap pemimpin yang memiliki wajah garang dan menakutkan. Mata merahnya menyorot tidak suka atas permintaan rakyatnya.
"Sudah sejak awal aku katakan, membawa anak manusia ke perkampungan kita pasti akan menyusahkan. Seharusnya kau biarkan saja ia mati saat itu, tidak perlu kau ambil dan kau jadikan sebagai anakmu!" suara besar itu membuat makhluk yang lain bergetar, takut dan menatap kasihan pada sosok yang bernama Laksmi, yang saat itu masih berusaha untuk meminta sedikit kebaikan dari rajanya itu.
"Kulo mohon, Gusti. Sumi sudah Kulo anggap sebagai putri sendiri. Sumi anak baik. Kulo tidak bisa hidup tanpa Sumi, Gusti," Laksmi kembali menyembah, meminta sedikit kelonggaran untuk bisa membawa kembali putri kesayangannya--Sumi yang saat ini telah kabur dari sisinya.
Nalurinya sebagai seorang ibu mengatakan, jika anaknya itu tidak sedang baik-baik saja.
"Ck, terserah kau saja! tapi jika nanti terjadi sesuatu pada dirimu, kau jangan pernah salahkan kaummu! karena kami sudah memperingatimu!" suara lantang itu sontak membuat Laksmi terjingkat. Tetap saja rasa takut kehilangan Sumi melebihi rasa takutnya pada makhluk raksasa di hadapannya itu.
"Sembah sujud Kulo, Gusti. Matur nuwun," Laksmi melangkah tertatih dan bersimpuh di hadapan makhluk besar itu sebagai tanda hormat dan berterima kasih karena berkat kemurahan hatinya Laksmi diizinkan untuk mencari anak semata wayangnya.
"Baik, berhati-hatilah, dan kembali pulang secepat yang kau bisa,"
"Njih Gusti, Kulo njaluk pamit,"
Laksmi menunduk dan berbalik, ia melangkah dengan perasaan lega. Ingin secepatnya bertemu dengan Sumi, dan kembali membawanya pulang.
Makhluk bertubuh besar dengan payudara yang hampir menyentuh perutnya itu, berjalan bergegas menyusuri hutan angker yang gelap gulita.
Mata merahnya menatap awas sekitar, bukan karena takut, sejak tadi ia belum makan apa pun. Perutnya yang besar dan dipenuhi dulu itu sejak tadi berteriak minta diisi.
Sembari mencari makanan, pikirannya kembali teringat pada masa di mana ia pertama kali menimang bayi mungil berkulit putih dan bermata bulat yang langsung membuatnya jatuh hati.
Saat itu di suatu malam di kala hujan turun dengan derasnya dan kilat menyambar-nyambar, terdengar lolongan suara tangisan wanita di tengah-tengah hutan.
Sumi yang saat itu sedang beristirahat di salah satu pohon besar, mendengar suara tangisan itu dan lantas bergegas .
Meski ada perasaan ragu dalam dadanya. Apakah suara itu hanya suara jebakan untuk membuat dirinya keluar dari sarang, karena banyak pula manusia yang ingin bersekutu dengan makhluk sepertinya hanya untuk mendapatkan harta benda dan bayaran makanan sebagai penggantinya, tentu saja dengan syarat yang juga tidak mudah.
Laksmi bergerak keluar dari dalam pohon besar dan berjalan menyusuri hutan di bawah derasnya hujan yang langsung jatuh dan membasahi rambut serta bulu-bulu yang menutupi tubuhnya. Buah dadanya yang besar terombang-ambing saat kaki telanjangnya melangkah menyusuri hutan.
"To ... long ... tolong aku ...,"
"Cepat! tinggalkan saja wanita ini, ini perintah dari Raden Aryo!" ucap seorang laki-laki yang memakai penutup wajah, yang hanya terlihat mata dan mulutnya saja kepada dua teman yang juga memakai penutup wajah yang sama.
"Tolong ... jangan biarkan aku sendirian di sini, aku akan membayar berapapun yang kalian mau, tapi tolong bawa aku kembali ke rumah. Perutku sakit dan kemungkinan akan melahirkan," wanita yang perutnya tampak besar itu mengiba dan memohon pada tiga orang laki-laki yang tadi menculik dirinya dan membawanya masuk ke dalam hutan.
Laksmi menangkap pemandangan itu dari kejauhan. Ia sengaja mengintip makhluk yang biasa jadi santapannya itu dengan bersembunyi di balik pepohonan.
"Tidak bisa. Wanita bertubuh busuk sepertimu tidak pantas berada di kampung kami, Kau hanya membawa malapetaka, dan membuat kampung kami menjadi menjijikan karena penyakitmu itu! sudah selayaknya kau tinggal di hutan ini, menjadi santapan makhluk-makhluk yang ada di tempat ini!" sahut salah satu laki-laki bertopeng sembari menendang perut wanita itu.
"Akh, sa--kit," rintihnya pilu.
Makhluk besar itu menggeram dipersembunyiannya seraya mengepal tangan berkuku panjang dan berbulu miliknya.
Meskipun ia tidak mengenal wanita yang saat itu ditendang perutnya, entah kenapa ia tidak terima, dan rasanya ingin menyantap orang-orang itu saat itu juga.
"Jangan kasar! kita hanya di suruh untuk membuangnya di tempat ini! bukan untuk membunuh atau menyakitinya!" tukas salah seorang dari mereka.
Bught!
Bogem mentah melayang tepat di wajahnya hingga membuat laki-laki itu tersungkur di sebelah wanita yang saat itu meringis kesakitan karena darah merembes di sekitar pahanya.
"Kau jangan sok pahlawan! kau sama seperti kami! pemakan uang haram!" ujar temannya itu geram.
Laki-laki itu susah payah bergerak untuk duduk, tapi bogem mentah itu membuat kepalanya pusing dan ia kembali terbaring dengan memegang kepalanya yang terasa sakit.
"Sudah! biarkan saja dia menemani wanita itu disini! kita pulang sekarang!"
"Tapi ... bagaimana dengan Harun?"
"Biarkan saja dia! yang penting kita sekarang segera pulang!"
Wuzzzhhh!
Baru saja dua laki-laki itu melangkahkan kaki dan hendak berniat pulang, tiba-tiba saja mereka merasakan ada sosok yang melesat melewati tubuh mereka.
Laki-laki yang saat itu terbaring, terdiam saat tak sengaja ekor matanya menangkap makhluk besar berdiri di samping wanita hamil yang saat itu juga hanya menatapnya tanpa mampu bersuara.
Laki-laki itu berpura-pura pingsan, degup jantungnya berdetak kencang karena ketakutan pada sosok mengerikan yang saat itu ada diantara mereka.
Dua laki-laki tadi perlahan memutar tubuh dan saat melihat makhluk itu, tubuh mereka bagai terpaku.
Tanpa basa-basi makhluk bertubuh besar yang tak lain adalah Laksmi itu bergerak cepat mencabik-cabik tubuh dua laki-laki itu dengan tangannya yang berkuku panjang.
Dua orang itu ambruk dan bersimbah darah. Tak puas hanya sampai di situ, Laksmi menancapkan kuku panjangnya di perut salah satu laki-laki itu dan merobeknya, hingga darah muncrat dan mengalir bersama dengan air hujan.
Tubuh itu bergetar hebat dan mengejang, menahan rasa sakit yang tiada terperi.
Mata merah itu menatap tajam ke arah perut seraya menarik sudut bibirnya, menyeringai melihat isi perut yang menggugah selera makannya.
Tubuh wanita hamil itu bergetar menahan takut dengan apa yang dilihatnya saat itu.
Bagaimana makhluk itu berjongkok, mengangkat benda sebesar kepalan tangan orang dewasa di tangannya yang berkuku tajam dan melahap benda itu dengan beringasnya.
Dalam ketakutan itu, tiba-tiba makhluk itu melesatkan pandangan ke arahnya, dan ...
*****