"Apa?! Suparti?"
"Tentu saja!" jawabnya yakin. Ia lalu menunduk dan mendekati wajah istrinya.
"Bagaimana manusia yang sudah sekarat bisa hidup di hutan angker yang terkenal banyak makhluk pemakan daging manusia? mustahil untuk hidup," bisik lelaki itu diselingi senyum jahatnya.
"Tapi ...," wanita beralis tipis itu meremas jemarinya yang saling menaut. Ia seperti enggan untuk mengungkapkan apa yang saat ini ada di dalam hatinya.
"Kenapa Sayang? sudah, jangan lagi di pikirkan. Itu adalah masa lalu yang pahit dan harus di lupakan," lelaki beralis lebat yang sebagian sudah di tumbuhi uban itu menarik dirinya, dan berdiri tegap seraya memegang perutnya yang sedikit membuncit karena usia.
"Masak apa? Mas sangat lapar," imbuhnya dengan senyum simpulnya.
"Eumh, masak ikan mas bumbu kuning dan lalapan, sambal terasi juga ayam ungkep," jelas istrinya.
"Wah, enak pasti itu. Ya sudah, ayo kita makan. Mas udah ga sabar," ujar lelaki itu seraya meraih lengan istrinya dan hendak menariknya, tapi langsung di tahan.
"Sayang?"
Lelaki bernama Aryo itu menaikkan salah satu alisnya dan menatap dalam wanita yang tangannya sedang ia genggam.
"Jangan masuk, Mas, aku mohon," istrinya memelas.
"Kenapa? ada apa di--,"
"Bapak? Ibu? kenapa berada di luar? ayo kita masuk, Aksa sudah lapar,"
Kedua orang itu terjingkat saat tiba-tiba terdengar suara anak laki-laki tunggal mereka--Aksa.
Mereka serentak menatap ke arah Aksa yang saat itu membawa kantung belanjaan.
"Kamu dari mana Aksa?" tanya bapaknya heran melihat tentengan yang di bawa Aksa, terlihat besar tapi tidak berat.
"Oh, ini untuk gadis di dalam, Pak. Gadis yang menolong Aksa, waktu Aksa berada dalam hutan. Aksa ingin membalas budi. Kalau bukan karena gadis itu .... Aksa tidak tahu apakah Aksa bisa menghirup udara bebas seperti saat ini," jawab Aksa seraya menghela nafas dalam.
"Kalau begitu, mari kita temui gadis itu sekarang. Bapak jadi penasaran seperti apa gadis yang telah menolongmu itu," sahut Aryo dengan senyum khasnya.
"Ayo, Bu, kita masuk ke dalam. Hari sudah sangat siang, Bapak lapar," laki-laki itu lalu menarik tangan istrinya dan mengajaknya masuk, tapi wanita itu seperti menahannya dan menggelengkan kepalanya, seolah memberi kode agar laki-laki itu tidak masuk ke dalam.
"Kenapa Bu?" tanya Aksa yang melihat keanehan pada ibunya.
"Ah, ti--tidak a--apa-apa, Nang," jawabnya terbata. Wanita itu tampak kikuk dan berusaha menghindari tatapan Aksa yang menyelidik.
"Ya sudah, kita masuk sama-sama, ya?" ajak laki-laki yang dipanggil Aksa bapak itu, sembari menggandeng tangan istrinya. Wanita bernama Nilam itu terpaksa menurut dan mengikuti suami dan anaknya masuk ke dalam rumah.
Mereka lalu melangkah menuju dapur, di mana Nuriah--si pembantu dan Sumi sedang mempersiapkan hidangan untuk makan siang.
Tuan Aryo si juragan tanah dan pemilik kebun teh terluas itu langsung duduk dan menatap hamparan makanan enak di hadapannya.
Sementara itu Aksa mendekati Sumi yang saat itu sedang mempersiapkan piring untuk makan.
"Ini, Sumi, pakaian untuk kamu," Aksa dengan lembut menyerahkan kantong belanjaan itu kepada Sumi.
Gadis itu menoleh dan mendongak, saat mereka saling bersitatap, Aksa seperti merasakan getaran hebat di dalam dadanya.
' Cantik,' jerit hatinya saat melihat mata Sumi dan bulat dengan wajah yang putih bersinar. Bibir berwarna pink alami, sudah tidak pucat dan tubuhnya pun bersih, juga wangi.
Tuan Aryo yang saat itu melihat ke arah Sumi menautkan kedua alisnya, penasaran melihat paras gadis yang saat itu sedang memunggunginya. Ia menatap begitu dalam dan lekat.
Sedang Nyonya Aryo, hanya menunduk dan tak berani menatap gadis yang saat ini sedang berada di samping anaknya itu.
" Aksa terima kasih," ucap Sumi hati-hati. Ia pun menundukkan pandangannya saat merasakan sesuatu yang lain di dalam hatinya. Dadanya tiba-tiba berdebar kencang dan Ia merasakan pipinya tiba-tiba menghangat saat ditatap oleh Aksa.
"Eh, iya. Sama-sama. Ayo, ikut makan bersama kami," ajak Aksa, tapi gadis itu malah menggeleng pelan.
"A--aku ti--tidak terbiasa makan-makanan ini," jawab Sumi terbata. Ia menggenggam kantung yang diberikan Aksa dengan kencang.
Aksa bergeming beberapa saat, tapi setelahnya ia pun tersenyum dan mencoba kembali merayu Sumi yang saat itu masih tertunduk.
"Kamu pasti nanti akan terbiasa, percayalah, masakan ini tidak beracun, masakan ini pun baik untuk tubuhmu. Aku yakin setelah kamu makan ini, kamu akan melupakan makan makanan aneh yang kamu makan biasanya," tutur Aksa lembut yang membuat Sumi terhanyut dan akhirnya menurut.
Ia berbalik dan melangkah tepat di belakang Aksa, hingga pandangan Tuan Aryo terhalang oleh tubuh Aksa yang tegap.
Degh!
"Duduk di sini, ya. Makan yang banyak," ujar Aksa saat ia menggeser tubuh dan menarik bangku yang terbuat dari kayu jati berukir kembang melati.
Tubuh Tuan Aryo membeku seketika saat paras gadis itu terpampang jelas di matanya, sedikitpun tatapannya tak lengah dan berpaling dari gadis yang saat itu duduk tak jauh dari hadapannya.
Susah payah ia menggerakkan kepala ke arah istrinya yang saat itu juga menatapnya. Tuan Aryo meneguk susah payah ludahnya yang terasa menyangkut di kerongkongan. Jakunnya bergerak naik turun, cemas.
"Di--Dia ...," bisik Tuan Aryo pada istrinya yang langsung diangguki wanita yang seolah tahu apa yang di maksud suaminya.
"Ayo, makan, Sumi ...," Aksa dengan telaten menyendokkan nasi dan lauk untuk Sumi. Gadis itu hanya mengangguk pelan.
Dadanya bergemuruh. Ia bingung harus bagaimana. Ia tidak tahu apa yang saat ini Aksa berikan. Yang ia tahu hanya ikan yang saat itu teronggok di dalam kuah kuning.
Sumi menatap isi piring yang di berikan Aksa padanya. Ada nasi, potongan ikan dan sambal serta dedaunan yang menjadi lalap.
"Kenapa?" bisik Aksa saat melihat Sumi yang hanya menatap sendok dan terlihat kebingungan.
Sumi hanya menggeleng. Ia memang sedang bingung. Ia tidak pernah makan makanan itu dan tidak tahu caranya makan dengan benar.
Aksa seperti mengerti. Ia mendekat dan dengan sabar mengajari Sumi. Ia memisahkan daging ikan dengan duri dan mencampurkannya dengan nasi.
Ia lalu mengajari Sumi untuk memegang sendok dan menyuap makanan ke mulut.
Prang!
Sendok itu terjatuh dan menimbulkan suara berisik. Tuan Aryo yang sedari tadi memperhatikan Sumi secara diam-diam, merasa heran melihat tingkah laku Sumi.
Namun, ia tidak bisa menahan kekhawatiran di dalam dadanya.
"Bapak duluan, Bapak ada urusan," Aryo berdiri dan berlalu begitu saja. Menimbulkan rasa penasaran di diri Aksa.
"I--Ibu juga sudah kenyang. Silahkan di lanjutkan makannya," Nilam pun berdiri dan mengulas senyum getir. Ia pun bergegas menyusul suaminya.
Aksa pun akhirnya kembali fokus mengajari Sumi untuk makan.
Sementara itu, Nilam yang berhasil menyusul suaminya langsung membawa Aryo ke dalam kamar dan mereka saling menatap, berdiri berhadapan.
" Gadis itu .... kenapa bisa begitu mirip dengan Suparti? mungkinkah dia ...,"
****