1. has been destroyed

1.9K 154 6
                                    

"Lagi?"

Satu.

"Peringkat dua lagi?"

Dua.

"Sudah empat semester, Han. Dan kamu enggak nunjukin kemajuan apapun ke saya."

Tiga.

"Apa sih, yang kamu bisa tuh?"

Empat.

"Kamu mau jawab menggambar? Itu yang kamu bisa? Yang kamu kejar sampe jadi ngerebut peringkat satu paralel aja gak becus? Iya?"

Yujin mendongak dengan kedua mata nanar yang mulai buram.

"Pa—"

"Jangan berani-beraninya bilang kalau kamu sudah berusaha, Han Yujin."

"Tapi aku emang udah berusaha, Pa!"

"Lalu mana hasilnya?!"

Raport di tangan sang papa terlempar ke atas meja, menciptakan bunyi gebrakan nyaring yang kemudian membuat Yujin menunduk, pucat dan gemetar.

"Sudah berulangkali saya bilang. Keluar dari les menggambarmu itu dan ambil les mata pelajaran lain. Yang lebih bermanfaat, bukan yang kerjaannya coret-coret saja seperti anak tak ada kerjaan."

Emosi masih menguar dari dua orang di ruang tengah. Rumah mewah yang memang tidak pernah terasa hangat bagi Yujin itu terasa semakin lengang, dingin dan sesak mencekut pernapasannya. Sekeras apapun Yujin mencoba, tarikan napasnya memang tidak pernah lega jika sedang bersangkutan dengan pria dewasa di depan sana yang Yujin sebut papa.

Tuan Han menatap Yujin sekali lagi, menelan salivanya dengan kasar, beliau mengusap wajah untuk menekan kembali perasaan ibanya pada sang anak.

"Mulai besok, tidak ada lagi les menggambar."

Yujin mengangkat kepala, terbelalak kaget.

"Sesudah pulang sekolah kamu dijemput supir untuk diantar ke tempat bimbel baru."

Yujin berdiri tak terima. Mulutnya terbuka kaku, semua kalimat terasa berbelit-belit di dalam otak hingga dia tidak mampu mengeluarkan salah satunya.

"Pa—"

"Dan saya tidak menerima satupun penolakan."

Lalu begitu saja. Dalam sekejap mata. Harapan terakhir yang Yujin punya akhirnya hancur berantakan. 

.

to be continued.

.

all you had to do was stayTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang