It was a fucking, fucking bad dreams.
Yujin terbangun dengan tubuhnya yang gemetar, lemas sampai rasanya dia tidak mampu untuk sekedar mengisi oksigen ke dalam paru-parunya, lemas sampai jantung di dalam dadanya seakan berdegup setengah berontak ingin keluar dari tempatnya.
Lemas sampai Yujin rasanya ingin mati saja.
Anak itu mencoba mengumpulkan kesadarannya, inhale... exhale... lalu menjatuhkan tubuhnya untuk kembali ditelan kasur, ditelan lamunan soal mimpi yang baru saja ia arungi beberapa belas menit lalu, mimpi yang dia kira tak akan muncul lagi setelah setahun lalu merampok habis kewarasannya dan membuatnya setengah gila.
Mimpi soal mamanya.
Yujin menutupi wajahnya dengan lengan, perlahan mengumpulkan energi untuk menolehkan kepala dan mengecek jam.
5.30 AM.
Lalu kepala itu kembali menatap lurus ke arah langit-langit, mendesah pelan merasakan punggungnya yang dingin karena mandi keringat. Yujin akhirnya memaksakan diri bangun meski dengkulnya bergetar ketika dia jejakkan kakinya ke lantai yang dingin.
Lupakan, Yujin. Papa tak akan mentolerir keterlambatan lima menit pun kecuali kamu mau pergi ke sekolah diiringi ocehannya yang tegas tentang kedisiplinan.
Yujin juga tak akan bisa menceritakan tentang mimpinya sebagai alibi bahwa dia butuh waktu untuk menarik napas, untuk menenangkan diri. Papanya tak akan peduli.
Apalagi yang menyangkut tentang istri kesayangannya.
Yujin bahkan sampai lupa kapan terakhir kali dia menyebut kata "mama". Karena sang papa bisa saja mengutuknya di tempat jika dia melakukan hal itu.
.
"Selamat pagiiiii."
Seseorang melompat ke bahunya, Yujin refleks menoleh dan tersenyum kecil ketika Ollie yang juga baru datang, merangkul lehernya erat menuju kelas.
"Hari ini pulang cepet lohhh."
Yujin terkekeh. "Iya, tau."
Senyum Ollie mengembang lebih lebar. "Mall yuk!"
Namun cengiran manis itu tak bertahan lama ketika Yujin menggeleng kecil. "Kafe aja ah. Ada tugas les yang harus aku selesain hari ini."
"Yah, Yujinnn..."
"Serius hari ini deadline-nya, Lie. Nanti aku dimarahin papa kalo dapet laporan aku gak ngerjain tugas."
Ollie mengerti, lebih dari mengerti. Dia mungkin orang pertama yang tahu Yujin lebih dari siapapun. Lebih dari Hanbin, lebih dari Junhyeon atau Jingxiang yang juga sudah cukup lama dekat dengannya. Lebih dari siapapun.
Dan tentu saja lebih dari papanya.
Maka dari itu dia hanya cemberut sebelum kemudian mengoceh membelokkan percakapan ke topik yang lain. Sampai keduanya tiba di depan kelas dan disambut beberapa teman yang menyapa mereka dengan ramah.
"Pagi, Ollie, Yujin."
"Pagi, Ahyeooonn." Ollie menjawab dengan semangat sementara Yujin hanya mengangguk pelan dan tersenyum tipis tanpa membuat kontak mata. Membuat Ahyeon, teman sekelas mereka yang biasanya suka berisik tak jelas jadi ikut canggung sendiri.
Dua tahun lebih berada di kelas yang sama dengan Yujin tak membuat Ahyeon dan yang lainnya sanggup menembus pertahanan tinggi si Han. Percakapan mereka bisa dihitung jari, itupun banyaknya karena mereka disatukan saat ada tugas kelompok. Sisanya Yujin hanya mengobrol dengan Ollie.
Ahyeon mencoba kok. Serius. Dia mati-matian SKSD dari kelas satu tapi Yujin tak pernah mengeluarkan kalimat selain "Iya," "Oke," dan "Um," sambil mengangguk kecil untuk menanggapi ocehannya. Walau terkenal tak tahu malu, Ahyeon juga kadang jadi canggung sendiri kalau Yujin hanya menjawabnya begitu.
KAMU SEDANG MEMBACA
all you had to do was stay
Hayran Kurgu[𝐆𝐲𝐮𝐯𝐢𝐧 & 𝐘𝐮𝐣𝐢𝐧] 'Hidup' dalam kamus Han Yujin adalah sepuluh jemari yang mencekik, beban tak kasat mata yang merenggut napas, dan sepasang tali yang mencengkeram kaki. Hingga kemudian, entah kenapa sejak hari itu, arti 'hidup' di dalam k...