15 || glass

20 3 33
                                    

"Hello, gentleman!" Kedua lelaki itu sontak memalingkan muka, mendapati pria berambut keriting berdiri diambang pintu dengan segelas lemon segar ditangannya.

Who is he? Pikiran Calum mencoba mengingat-ingat. Entah apa nan terjadi pada pendengaran, penglihatan dan otaknya. Ia seolah kehilangan fungsi mereka. Tatapannya menelisik pria itu dari atas hingga ke bawah. Rambut keriting cokelatnya nan memendek akibat di potong, mata hijaunya nan menatap tajam keduanya, perawakannya nan cukup dikatakan sempurna, dia ingat pria itu.

Harry Styles!

"K-komandan," Ujar Calum canggung. Tak ada jawaban nan keluar dari Harry, ia hanya menatap tajam pada Nicky nan tampaknya biasa saja dengan keadaan nan terjadi.

"I would like to talk with Calum Hood, alone." Ia berujar, menekan setiap kalimat yang ia ucapkan.

"Aku tidak akan membiarkanmu berdua dengan Calum, beside, kita bahkan tak pernah tahu apa yang akan kau lakukan padanya!"

"Kau gila?! Aku tidak akan pernah menyakiti Calum!"

"Then, berbicaralah di depanku juga!" Nicky menentang dan itu membuat Harry hampir naik pitam. Ini sudah terjadi tiga tahun silam, dan Harry tidak pernah sepenuhnya bisa menghilangkan rasa benci itu dari Nicky Byrne dan Bryan McFadden. Ia tak akan pernah memaafkan mereka atas apa nan pernah mereka perbuat--pada Shawn, pada Shane.

"Apa masalahmu, huh?! It's not like you have to be here, bebas dan tak terkendali!"

"Shut your damn mouth, Styles! Neither me, you also no place here!"

Keduanya terlibat pertengkaran dan itu berhasil membuat kepala Calum lebih sakit dari sebelumnya. Pendengarannya benar-benar terganggu dan mereka tidak akan berhenti kalau ia tak membuat pengalihan.

"Argh," Calum mengerang kesakitan. Nan sontak membuat Nicky dan Harry langsung saja mendekat kearahnya. Rasanya sunyi, tidak ada nan dapat ia dengar ataupun nan dapat ia lihat. Otaknya mulai mengacau dari nan sudah-sudah--dan ini bisa bertambah parah.

"Calum, say something!" Ujar Harry penuh kekhawatiran. Calum berusaha memfokuskan dirinya pada suara Harry nan mulai menuntun. Ia berusaha sebisa mungkin untuk keluar dari apapun masalah yang ia hadapi.

Terkejut, ia mendapati dirinya kembali ketempat semula--di depannya Harry dan Nicky tampak khawatir akan dirinya. Ia tak berkata-kata--memilih untuk menstabilkan dirinya ketimbang mendengar hiruk-pikuk pria itu berdua.

"Kau penyebab semuanya, Byrne! Calum tak pernah mendapat tanda merah sebelumnya. Kau mengacaukan,"

"I'm sick any of this! Jika kita hanya saling menyalahkan, akan ku pastikan detik ini juga akan terjadi pertumpahan darah seperti nan pernah!" Nicky meninggikan suaranya tiba-tiba. Membuat suasana menjadi panas dingin, tak dapat berkata-kata. Mereka--bahkan Nicky sendiri, terkejut dengan nan ia lakukan. Ia bahkan tak menyangka akan mengeluarkan kata-kata demikian--apalagi sampai meninggikan suaranya. Tapi semuanya terselip begitu saja, tanpa aba-aba.

"I'm sorry," Lanjut Nicky berikutnya. Ia segera saja keluar tak peduli lagi harus mendengarkan apapun nan akan dilakukan ataupun nan dilakukan Harry kepada Calum.

Ombak berkejar-kejaran, angin sepoi melambai-lambai, pasir putih terasa nyaman dipijaki. Dalam harmoni suara khas pantai, ia membiarkan diri tenggelam dalam segala dosa dan kenangan ia perbuat. Ia bahkan tak pernah sadar sejak kapan dirinya menangis.

Gelas nan sudah rapuh pun akhirnya pecah dalam kemarahan nan memporak-porandakan dirinya.

Dalam semua kenangan, ia merasakan tangan seseorang menggenggam telapaknya. Membuat hatinya sedikit menghangat--membuat emosinya terendam jua. Dirinya tersenyum merasakan wanita itu di sampingnya, menyemangati dirinya disaat ia bahkan hampir menyerah.

𝐒𝐔𝐏𝐄𝐑 𝐑𝐈𝐎𝐓 「CONTINUED」Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang