"Kenapa aku harus menjadi polisi sementara aku sudah punya pilihan sendiri?" Pemuda itu bertanya, suaranya meninggi dari sebelumnya. Meski bagi orang lain itu adalah suara rendah--atau mungkin sedang, namun bagi orang yang mengenal dekat pemuda tersebut akan tahu kapan dia akan meninggikan suaranya dan kapan dia akan bersikap lunak.
"Reece, ini demi kebaikanmu. Ayah tidak terima penolakan, end of conversation!" Ujar ayahnya lebih lantang lagi. Reece ingin membantah--mulutnya terlihat terbuka lalu kembali menutup saat menyadari takkan ada kata yang bisa keluar dari mulutnya. Matanya tak berhenti mengeluarkan air mata, dan ia sendiri pun sadar sepenuhnya kalau rak akan ada gunanya melawan.
Tidak ketika ia harus berhadapan langsung dengan orang tuanya.
Berlari ke kamar, ia menangis sejadi-jadinya. Memikirkan semua impiannya nan kini terkubur sia-sia.
Ia tak ingin menjadi seorang polisi--benar-benar bukan impiannya.
Ia ingin berjalan mengelilingi dunia, menikmati dan mempelajari setiap sejarah nan ada di setiap titiknya. Terbuai oleh setiap keindahan alam yang ada di berbagai belahan dunia. Ia ingin menjadi pelukis terkenal, menjadi historiografer, dan bukannya bergelut dengan semua hal nan dapat membahayakan nyawanya.
Ia menoleh mendapati Nicky tengah terduduk diatas pasir. Pandangannya tampak kosong, dan dirinya sepenuhnya dekat dengan air nan siap membasahi kakinya--mungkin hingga separuh tubuhnya jika ia tetap tak beranjak dari tempatnya menetap.
Menghapus air matanya, ia lantas mendekati sang tuan dan turut meniru nan dilakukan Nicky disana. Tak ada suara selain riukan ombak nan bergemulai. Damai--namun otak mereka malah ramai oleh suara-suara di dalam kepalanya. Mereka menetap seperti itu untuk waktu yang cukup di katakan lama.
"Do you believe in a faith?" Ujar Nicky akhirnya. Reece tak repot-repot untuk menolehkan kepalanya. Menatap jauh pada hamparan laut biru, ia mendapati dirinya menggeleng. "Neither do I."
"But you know what?" Nicky menoleh kearah Reece yang turut menatapnya balik. Dari sana keduanya tampak jelas kalau mereka berdua sama-sama baru saja menangis akibat apapun nan telah mereka lewati--bahkan mungkin pikirkan. "Itu semua berubah sejak aku bertemu dengan Novalis."
Nicky kembali menatap hamparan laut. "Dia membuatku percaya kalau takdir itu nyata. When I saw her, I know I have met an angel."
Reece tertawa kecil--rona merah menjalar di pipinya nan masih basah oleh air mata. Menurutnya, mendengarkan kisah cinta Nicky dan Novalis itu seperti sebuah kisah yang sering ia baca di buku novel saat kelas menengah--ingatannya kembali kepada gadis itu. "Kau baru saja mengutip salah satu lagu Ed Sheeran."
"You ruin this moment," Oceh Nicky kesal. Namun itu tak berhenti membuatnya turut tertawa kecil. Tawa itu hilang beberapa saat berikutnya. Berganti dengan keheningan nan dama, keduanya kembali menyelam pada pikiran masing-masing.
Tidak butuh waktu lama sampai Nicky kembali menginterupsi. "I've made a mistake before." Nicky berdiri dari duduknya. "Do you ever believe if i didn't make them twice?"
Reece turut bangkit. "Yang aku percaya kau adalah orang baik, sir." Tanpa menunggu respon apapun dari Nicky, Reece segera berlalu begitu saja. Membawa dirinya mendekat pada safe house nan baru saja mengeluarkan Harry nan tampak mendampingi Calum untuk berjalan. Senyum merekah melihat pemuda itu telah bangun, tapi tak urung membuatnya tetap khawatir takut terdapat efek samping akibat ledakan itu.
Namun keyakinan menyertainya. Ia tahu Calum akan baik-baik saja, pasti.
━━━🍂━━━
KAMU SEDANG MEMBACA
𝐒𝐔𝐏𝐄𝐑 𝐑𝐈𝐎𝐓 「CONTINUED」
Action✧Book 𝟐 of ❝𝐑𝐈𝐎𝐓 𝐒𝐄𝐑𝐈𝐄𝐒❞ 𝐘𝐀𝐍𝐆 𝐌𝐀𝐍𝐀 Calum masih belum memahami masa lalu yang bahkan sudah terungkap. Atau masalah ini hanya jalan buntu yang diperparah dengan dendam dan sakit hati. ©2023 || All Right Reserved