10 - Her Problem

12 5 2
                                    

"Mauza Terrano!"

Nama itu disebut oleh seorang guru yang berdiri di panggung aula sebagai murid dengan nilai terbaik di sekolahnya. Tampak seorang gadis dengan rambut dikuncir satu melangkah mendekati guru tersebut dengan tepuk tangan meriah. Namun, ada satu hal yang mencuri perhatian semua murid angkatannya, orang tua murid, dan beberapa tamu lain. Gadis itu tak tersenyum sedikit pun, ia berusaha tenang tanpa ekspresi.

Begitu ia berdiri di atas panggung, sorak-sorai dan tepuk tangan semakin meriah. Penghargaan diberikan, tetapi ekspresinya tetap sama, tak ada senyum sedikit pun. Setelah penghargaan itu diterima, guru tadi mempersilakannya untuk memberikan sepatah-dua patah kata. Ketika ia berdiri di depan mikrofon, suasana menjadi tenang dan tegang.

"Selamat pagi semuanya. Saya tidak ingin bicara banyak, hanya terima kasih atas pernghargaan yang diberikan untuk saya. Terima kasih."

Satu kalimat ringan yang mampu menyayat hati pendengarnya, tanpa perlu menjelaskan kondisi yang sebenarnya. Setelah menyampaikan hal tersebut, ia turun dari panggung dan kembali ke tempat duduknya. Semua orang tahu apa yang terjadi padanya dan bagaimana kondisi tersebut merenggut kehidupan sebelumnya.

"Apa dia anak dari Detektif Nofga?" tanya salah satu orang tua pada orang tua lain dengan berbisik, tetapi ia bisa mendengarnya dengan jelas.

"Ya, sejak hari itu, kudengar dia menjadi pendiam dan dingin."

Gadis itu hanya diam, ia tak peduli dengan ucapan orang mengenainya, yang dipedulikannya adalah keberadaan sang ayah dan kakak agar kehidupannya kembali utuh seperti dulu. Setiap kali ada yang menyebut nama ayahnya dengan gelar yang dijabat, hatinya seperti tersayat.

Semua mata menatapnya iba dan ia membencinya. Ditinggalnya ruangan tersebut tanpa memedulikan teman dan guru yang memanggil namanya. Langkahnya semakin cepat menuju mobil pribadi sang ayah yang belakangan ini ia kenakan agar selalu merasa dekat dengan orang tersayangnya tersebut.

Sesampainya di dalam mobil, ia langsung melempar piala tersebut ke bangku penumpang. Tanpa disadari air matanya telah menetes, rasanya semua percuma tanpa kehadiran keluarga di sisinya. Gadis itu tertunduk dengan air mata yang mengalir deras.

"Semuanya percuma ayah! Percuma!"

...

Gadis itu terbangun dengan keringat yang membasahi tubuhnya dan napas tersenggal, rasanya seperti mimpi buruk yang tak pernah ingin diingatnya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Gadis itu terbangun dengan keringat yang membasahi tubuhnya dan napas tersenggal, rasanya seperti mimpi buruk yang tak pernah ingin diingatnya. Ia langsung duduk dengan tubuh bersandar pada tempat tidurnya. Dipijatnya pelipis yang terasa berdenyut itu.

"Kenapa selalu kenangan buruk yang hadir di mimpiku?" gumamnya.

Gadis itu langsung meraih ponsel di atas nakasnya lalu membuka catatan, setelah apa yang ia dapatkan dari berkas-berkas tersebut. Begitu catatan terbuka, terdapat tulisan yang merupakan sebuah kode berupa nomor sebagai nama ganti tahanan bawah tanah.

MALIGNITY : Encounter The Traitor (TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang