Mendekap Kenangan

271 42 11
                                    

Di perjalanan Nino dan Karinapun mulai berdebat kembali.
"Jadi tadi itu Askara ma.. ternyata nggak hanya wajahnya saja yang sangat mirip dengan Aldebaran, iapun mewarisi sifat Aldebaran, hanya saja dia lebih arogan". Sambil mengemudi mobilnya, Nino menggerutu.
"Yaa, itu tadi Askara, dan acara hari ini adalah syukuran atas kembalinya Askara" kata Karina pada Nino.
"Kenapa mama sama sekali nggak bilang sama aku kalau mama ke pondok pelita?!, Apa mereka tak menginginkan kehadiran aku disana..." Ucap nino dengan nada sedikit sinis.
"Kamu salah paham no, Rossa menelpon mama mengundang secara langsung untuk hadir di acara syukuran itu, dia juga mengundang kamu tapi mama yang sengaja tidak memberitahu kamu, yaa mama kuatir kamu tidak bisa mengontrol diri kamu, dan benar saja apa yang mama kuatirkan terjadi bukan..".
"Ma, kalau saja mereka tidak menutupi atau terbuka dengan aku, semua juga yang terjadi hari ini nggak akan terjadi koq, Reyna sama sekali tidak memberi ruang untukku". Keluh Nino.
"No, cobalah kamu membayangkan ada di posisi Reyna. Kita yang membuangnya kala itu, kita yang tidak menginginkan kehadirannya, kita yang membiarkan dia tumbuh di lingkungan asing bersama orang-orang asing juga, dia mendapat kasih sayang bukan dari keluarga kandungnya tapi dari orang yang tak sedarah namun jauh lebih pantas di sebut keluarga bagi Reyna, apapun alasan dan sebabnya, tetap kita tidak menginginkan kehadiran Reyna kala itu, padahal kala itu jelas Tuhan masih memberi kesempatan pada kita, namun kita yang memilih jalan yang salah". Ungkap Karina dengan rasa sesalnya.
"Tapi aku nggak akan tinggal diam ma, aku akan tetap berjuang untuk bisa memiliki waktu bersama Reyna lebih banyak, meluluhkan hatinya". Ucap Nino.
"Sampai kapan no kamu mempertahankan ego kamu yang besar itu?!!, Mama cuman mengingatkan jika ego kamu juga bisa mencelakakanmu, dan itu sudah pernah terbukti kan, jangan ulangi lagi, pikirkan baik-baik. Allah akan membuat Reyna mencarimu, menghargaimu, dan menyayangimu sepenuh hatinya jika hatimu juga benar". Ucap Karina dengan raut wajah yang sedikit pasrah dengah sikap Nino.
Nino tak menjawab apapun ucapan Karina, ia terdiam sambil tetap mengemudi mobilnya yang melaju.

Malam harinya di pondok pelita kesunyiaan malam yang mewakili rasa lelah para penghuni menyelimuti di malam itu.
Waktu menunjukkan pukul 11 malam, namun Askara nampak gelisah tak bisa memejamkan matanya.
"Siapa orang yang datang tadi, kenapa kakak nampak sangat emosional, apa sebaiknya saja bertanya pada om Rendy, atau langsung bertanya pada Oma atau kak Reyna, atau... Saya mencari tau sendiri.. tapi di mulai dari mana..."pertanyaan dalam hati Askara.

lalu iapun pergi untuk mengambil air minum, sesudah mengisi botol minumnya ia lekas kembali ke kamarnya, namun langkah kakinya terhenti melihat dari balik jendela tirai yang terbuka sosok kakaknya duduk sendiri di taman sambil memandang langit.
Lalu Askara membelokkan langkah kakinya untuk menghampiri Reyna.
"Kak..." Sapa Askara dengan lembut.
"Hey...! Kamu belum tidur...?!?" Tanya Reyna.
"belum ngantuk aja sih kak, terbiasa tidur malam" jawab Askara sembari senyum dan sedikit mencari alasan.
"Ohc..." Sahut Reyna sambil tersenyum dan kembali menatap langit.
"Hmm.. kak"
"Yaa..!"
"Ada yang ingin saya tanyakan, tapi jika kakak tak ingin menjawab tak masalah. Boleh saya tahu siapa pria tadi yang sempat berdebat dengan kakak?!". tanya Askara.

Reyna sejenak terdiam dan menunduk sejenak, lalu ia menghadapkan wajahnya memandang Askara dengan mata yang menahan air mata berusaha tegar sambi tersenyum.
"Ayah kandung!!, Dia adalah ayah kandung kakak".
Askara nampak terkejut dan matanya mulai sayup dan berkata, "maksud kakak, kakak bukan anak kandung papa, mama...?!! maksud saya,,,"
"It's oke! Kamu juga berhak tahu Askara. Namanya om Nino, Dia mantan suami mama, sebelum mama menikah dengan papa Al. Kakak di lahirkan secara prematur di penjara sebelum masa hukuman mama habis karena terdakwa sebagai palaku pembunuhan Om Roy adik kandung papa Al, mama tidak mungkin merawat bayi di dalam sel, saat itulah mama menitipkan bayi itu pada Tante Elsa, yang saat itu sudah menjadi istri om Nino, namun Tante Elsa menyerahkan bayi itu ke panti asuhan dengan alasan tidak sanggup merawat, dan karena om Nino mengira bayi itu anak dari om Roy dan mama, mereka sepakat bayi itu di serahkan ke panti, namun Tante elsa mengatakan pada mama dan opa Surya bahwa bayi itu telah meninggal. Tak selang lama papa Al menemukan keberadaan bayi yang di carinya itu, meskipun papa juga mengira bayi itu anak dari adiknya. Tapi papa Al merawat, memantau, memberinya kasih sayang tanpa batas, memberinya nama dan menyematkan nama keluarga pada bayi itu, sampai akhirnya setelah 4 tahun papa menikahi mama berawal dari dendam karena mengira mamalah pembunuh adiknya, dan setelah itu papa Al bisa mengadopsi kakak dengan segala perjuangan yang ia lakukan, meskipun begitu akhirnya dendam dan kebencian itu menjadi cinta sejati. dan saat semua terbukti bukan mama pembunuh om Roy melainkan Tante Elsa, juga test DNA menyatakan kebenarannya, om Nino selalu merasa dia punya Hak atas diri kakak, kehidupan kakak, tak membiarkan papa dan mama hidup tenang membesarkan kakak. Hati kakakpun tak bisa berbohong kalau kakak belum bisa menerima kenyataan bahwa om Nino ayah kandung kakak, namun papa, mama, dan Oma selalu memberikan pengertian pada kakak, dan kakakpun tak menyangkal kenyataan, namun Kakak tak mampu menyebut om Nino dengan sebutan yang ia minta, bagi kakak sebutan "papa" hanya untuk papa Al tak bisa digantikan oleh siapapun. Meskipun begitu kakak tak pernah menepis dia adalah ayah kandung kakak". Dengan memandang Askara, air mata Reyna perlahan menetes, Askarapun dengan lembut menghapus air mata kakaknya tanpa balik bertanya apapun, ia hanya berkata ;
"Tolong kakak jangan menangis, saya tak bisa melihat perempuan menangis, itu sangat menyakitkan bagi saya".

A LIFE & LOVE "IKATAN CINTA"Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang