20. BERTINGKAH DAN GEMAS

467 71 9
                                    

KOMENTAR TEMBUS 400 PER-BAB, SILAKAN TUANGKAN SOBAT(⁠≧⁠▽⁠≦⁠)

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

KOMENTAR TEMBUS 400 PER-BAB, SILAKAN TUANGKAN SOBAT(⁠≧⁠▽⁠≦⁠)

Mohon koreksinya, maaf bila ada typo :)
Jangan lupa untuk menekan ⭐ dan komentar sebagai bentuk apresiasi kalian ya, suwun sobat Sastrawan!

Selamat Membaca 💜

"Abang masuk dulu, ya. Selamat malam Lino." pamit Adnan kepada Avellino yang hanya ditanggapi sebuah anggukan kecil.

Ceklek

"Selamat malam." balas Lino.

Avellino menatap pintu kamar Adnazriel dengan mata berkaca-kaca. Entah kenapa hatinya merasa tidak nyaman. Pemuda itu lantas menunduk dan berbalik menuju ke kamarnya dengan langkah lunglai.

"Lino...." panggil seseorang.

Avellino berhenti, lalu mendongak menatap ke arah orang yang memanggilnya. Disana, didepannya, berdiri seorang pemuda dengan pakaian piyama berwarna hitam polos.

"A-abang...." ucap Lino dengan nada bergetar.

Pemuda itu langsung berlari memeluk pinggang dari tubuh tegap sang abang pertamanya, menenggelamkan wajahnya ke dalam sebuah pelukan.

Virendra mengusap lembut punggung Avellino "Jangan nangis. Ayo tidur sama abang." ucapnya dengan lembut yang hanya dijawab gumaman oleh sang empu.

"Huum."

Virendra pun segera menggendong Avellino, membiarkan anak itu mencari posisi nyaman dengan wajah yang di tenggelamkan dalam lekukan lehernya. Virendra mengusap lembut rambut Avellino seraya memandang pintu kamar Adnazriel yang tertutup.

Bertingkah hm? batinnya, lalu pergi dari sana.

***

"Adek... ayo bangun." ucap Rendra kepada Avellino yang masih asyik bergelut dalam nyamannya kasur dan selimut.

"Hmm...." gumam Lino.

"Bayi, ayo bangun. Kamu ngga mau pergi ke sekolah, hm?" ucap Rendra dengan lembut tepat di samping telinga Avellino.

Avellino perlahan membuka kelopak matanya dan berkedip beberapa kali, menyesuaikan cahaya yang masuk ke dalam retinanya. Lalu, ia tersenyum manis kepada orang yang berada di depannya.

"Abang!" sapa Lino dengan ceria.

"Bangun hm?"

Avellino tertawa kecil. Sedangkan Virendra mengusap lembut rambut Avellino yang seperti sarang burung agar terlihat lebih rapi.

"Ayo bangun dan mandi." ucap Rendra yang diangguki oleh sang empu.

"Baik!"

"Mau abang gendong?" tawar Rendra kepada Avellino.

"Mau! Mau!"

"Siap, pangeran kecil!" jawab Rendra. Kemudian, ia pun menggendong tubuh kecil sang adek keluar dari kamarnya menuju kamar Avellino.

Ceklek

Suara pintu tertutup terdengar, bertepatan dengan itu Adnazriel dan Zhaniel pun datang menyapa keduanya.

"Pagi bang. Pagi adek." sapa Adnan.

"Pagi abang. Pagi juga Lino." sapa Niel.

"Pagi Bang Adnan. Pagi juga Niel." balas Lino menyapa keduanya.

"Hm pagi." jawab Rendra.

Zhaniel mengedipkan mata "Lino, kamu kenapa minta gendong sama Bang Rendra?" tanyanya.

"Masalah untukmu?" tanya Rendra balik dengan wajah datarnya.

"A-aku c-cuma...." Zhaniel menundukkan kepalanya takut dengan kedua tangan yang saling bertautan saat melihat tatapan datar seorang Virendra.

Avellino memukul bahu Virendra "Bang! Jangan gitu sama Niel!" serunya.

"Maaf pangeran." bisik Rendra di telinga Avellino.

Kemudian, Avellino berbalik menatap Zhaniel yang masih menundukkan kepalanya.

"Lino yang minta gendong sama Bang Rendra. Niel, jangan takut! Ada Lino." jawab Lino yang membuat Zhaniel mengerutkan keningnya tanpa seorangpun tahu.

"O-oh gitu...."

Adnazriel terbatuk canggung dan menatap ke arah Virendra "Ekhm, abang mau ke bawah?" tanyanya mengalihkan topik pembicaraan.

"Nanti, Lino belum mandi." jawab Rendra.

Adnazriel mengangguk "Oalah gitu. Ya udah, Adnan sama Niel ke bawah dulu, ya." ucapnya sambil menggandeng tangan Zhaniel.

"Ayo Niel!"

Virendra bersama dengan Avellino yang masih berada di gendongan sang abang hanya menyaksikan punggung Adnazriel dan juga Zhaniel perlahan pergi menjauh.

"Ayo, balik ke kamar." ajak Rendra.

"Go! Go! Go!" seru Lino dengan penuh semangat.

"Gemes banget si, hm." ucap Rendra mencium gemas pipi chubby milik Avellino.

"Lino tuh ngga gemes, tapi ganteng!" seru Lino sambil menatap Virendra dengan cemberut.

"Gemes." ucap Rendra yang langsung mendapat tatapan kesal dari Avellino.

"Ganteng!" bantah Lino dengan cemberut.

"Gemes."

"Ganteng!"

"Gemes."

Avellino menggelengkan kepalanya "No! Lino ganteng! Pokoknya Lino tuh ganteng, ganteng, dan ganteng! No, gemes gemes pokoknya!" serunya sambil bersedekap dada.

"Iya, Lino yang paling ganteng." ucap Rendra mengalah yang langsung membuat Avellino tersenyum penuh kemenangan.

Dasar bocil satu ini!

Bersambung....

Follow Instagram @shellasekar_ & @sastrawan_wattpad, makasih ya💜

[05] REALLY FAMILY? [END✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang