Menjagamu Dengan Cinta

52 1 0
                                    

Siang, saat aku masih menemani Dini di ruang VVIP. Mas Reza meneleponku. "Iya, Mas," sapaku. "Dikta. Ini aku sama Bunda dan Mbak Fika mu mau OTW ke Jakarta. Nanti, jangan dijemput karena kami pake mobil sendiri ke Jakarta. Ya...Tiket pada sold out. Kami langsung ke rumah sakit aja," jelas Mas Reza. "Oh gitu, Mas. Iya, gak masalah. Mas dan bunda sama mbak hati-hati di jalan. Kondisi Dini juga, udah sedikit membaik. Ini lagi rebahan sambil minum teh jahe. Ada mamaku juga nih, sama Salsa. Tami balik lagi ke kantor dan sore nanti, dia ke rumah sakit lagi," ucapku seraya menjelaskan tentang kondisi Dini. "Ok deh. Titip adikku dulu, ya. Kamu juga jaga kondisi. Kan kamu nungguin Dini sampe rela pulang cepet dari Makassar. Aku tahu kok, karena aku sempat liat story si Ichan semalem pas dia nganter kamu ke bandara," sambung Mas Reza. Ya. Calon abang iparku itu memang amat dekat denganku dan kami sudah seperti saudara saja. "Iya, Mas. Ini aku sambil jagain Dini dan baru abis makan sih," balasku. Usai sambungan telepon berakhir, pintu kamar rawat Dini diketuk. Rupanya, ada dokter Yani dan sejumlah pejabat penting di RS tersebut. Ya. Itu karena Dini sekarang adalah salah satu dewan direksi selain tetap bertugas sebagai dokter spesialis penyakit dalam. "Dokter Dini. Sementara ini, bedrest dulu sampai kondisi pulih. Ini ada nota khusus dari direktur dan ketua dewan direksi juga, kok. Jadi, untuk pekerjaan yang biasanya dihandle sama dokter Dini, biar kami akan bagi tugas dulu. Soal cuti nikah, itu hak semua yang bekerja disini dan gak akan dikurangi sama sekali, terlebih, dokter Dini adalah salah satu dokter yang berprestasi juga. Apalagi, dokter juga menikah dengan sosok yang gak sembarangan. Ya..siapa yang gak kenal sama Mas Dikta kan yaaa..," ujar Bu Ratri yang ternyata, kalau kata Dini, istri dari Pak Franky, ketua dewan direksi RS Mitra Persahabatan tempat Dini bekerja. "Benar itu. Sampai pulih deh, baru dokter boleh kerja lagi. Kan, dokter dedikasinya udah bagus banget selama ini," balas Pak Johan, ketua dewan direksi RS. "Tuh sayang. Dengerin," godaku pada Dini. "Iya, dengerin kok, sayang," balas Dini. "Makasih ya, bapak-bapak, ibu-ibu dan rekan sejawat yang udah jengukin saya kesini," lanjut Dini lagi. "Iya, makasih dari kami karena semua disini udah sangat perhatian sama calon menantu saya," sela mamaku. "Iya, Bu. Beruntung banget loh, Bu, bisa punya calon mantu seperti dokter Dini ini. Dia salah satu dokter terbaik di RS ini dan bahkan se-Indonesia karena emang pinter banget dan dedikasinya tinggi," ucap Pak Franky, atasan Dini. "Mas Dikta. Nitip dokter andalan kami ini ya," ucap Dokter Yani, rekan kerja Dini yang juga menjadi dokter yang merawat Dini selama opname. "Insya Allah, saya jagain Dini deh. Doain aja supaya rencana pernikahan kami sampai hari H dan seterusnya berjalan lancar," balasku sambil melirik Dini. "Iya, minta doanya ya, semua," ujar Dini dan tangannya masih menggenggam tanganku. Usai ia dijenguk oleh perwakilan direksi dan jajaran pimpinan RS plus perwakilan rekan kerjanya, kusuruh Dini untuk istirahat lagi. "Mas....aku udah tiduran terus. Pengen coba duduk, cuma pusing banget kalo kupaksain," curhat Dini. Aku tahu, itu karena sosoknya yang tak bisa diam. Jadi deh, saat bedrest malah dia agak bete. "Sayang...Kalo masih pusing atau lemes, jangan paksa badan kamu, lah. Atau, mau sambil denger lagu?," hiburku. "Pengen sambil liat detail venue Aryaduta aja sih, trus chat ke pihak mereka, kali aja ada yang miss. Itu sebelum di crosscheck langsung kesana," usul Dini. "Ya..itu sama aja otak kamu dipaksa kerja," bantahku lembut. "Kan gak nanganin pasien. Mas. Sekalian mau liat tambahan sovenir yang selain bibit tanaman sesuai usulan bunda dan mama," rayu Dini lagi. "Kalau gitu, bisa sih. Cuma, jangan paksain kalau kamu capek, loh, anak mama sayang," ujar mama, menengahi perdebatan ala kami berdua. "Ok deh. Boleh. Tapi, sini...hp kamu, biar aku bantu pegangin, Atau pake tablet aja liatnya, biar bisa liat barengan," usulku. Dini setuju. Kami melihat beberapa profil IG yang menawarkan souvenir pernikahan dan ada yang menarik perhatian kami, yaitu link IG yang dikirim bundanya Dini dan Mbak Fika sesaat sebelum mereka take off. "Mas. Kamu pengen yang mana? Atau..Mama ada ide? Ini kalau usulan bunda dan Mbak Fika, gimana kalau souvenirnya tuh, tempat tissue dari kristal ini? Atau...lampu kristal?," tanya Dini padaku dan mama. "Bentar ya sayang...coba mama liat, Nak. Mmmm..Bagus semua sih...Kalau lampu kristal aja gimana?," usul mama. "Kalau Mas Tata sih, oke aja. Cuma, kita bisa nanya lagi ke bundanya Dini pas beliau kesini. Tapi, kamu gimana, sayang?," ujarku dan kulirik Dini yang tengah bersandar di bahuku dengan nyaman. "Lampunya cantik banget, Mas. Kalau digabung dengan bibit tanaman, bisa. Jadi kesannya...semacam harapan kita agar pernikahan kita memiliki cinta yang kokoh dan selalu bersinar sampai kapanpun, seperti tanaman yang selalu tumbuh dan lampu yang menjadi penerang di hati kita," balas Dini. "Mmmm....Bunda pinter main filosofi loh sekarang..," godaku. "Kan ayah yang ajarin," sela Dini. "Bisaaa aja. Sayang. Kalau kotak perhiasan, udah diurus sama Adelle Jewelry, tempat aku beliin kamu perhiasan untuk mahar. Nih, kotaknya dari beludru warna biru. Kalau tempat cincin nikah, sekalian udah aku pesen di Kotagede Jewelry. Tuh, dari kayu dan ada nama kita sekalian tanggal nikah kita pake tulisan Jawa," jelasku pada Dini. Ya. Aku memang sudah menyiapkan semuanya. "Mas..Makasih ya. Kamu tuh, selalu ada aja deh, kejutannya," ujar Dini dan ia usap pipiku. "Iya sayang. Makanya, kamu cepat sehat ya sayang. Aku sedih kalau kamu sakit gini, gak tega," sahutku dan kupeluk sayang calon istriku. "Mas. Aku udah lebih baik. Cuma, kalo lagi lemes dan mual...udah deh...kadang gak kuat," ucap Dini pelan. "Sayang. Sabar ya. AKu disini kok, gak kemana-mana. AKu jagain kamu terus," balasku. Kueratkan rangkulanku ke Dini sembari kuusap rambutnya hingga ia tidur dalam pelukanku.

Simphoni CintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang