Hari berlalu dan tanpa terasa, kurang dari 2 minggu lagi aku akan menikah dengan Dini, wanita yang sudah kulamar dan memang, ia wanita yang kucintai. Hari itu adalah hari terakhir kami fitting busana untuk pernikahan. Dimulai dari fitting busana akad nikah, dimana kami mengenakan busana bernuansa black and gold yang terinspirasi dari keraton kesultanan tanah Jawa. Mas Ancha sukses mengeksekusi busana pengantin kami menjadi sedikit modern tanpa menghilangkan pakem tradisional nya. "Nah...beneran pas nih. Mas Dikta udah keren banget, trus kebaya Mbak Dini ya..pas banget juga sama badannya," komentar Mas Ancha. "Iya, Mas. Ini kayaknya tinggal nunggu hari H," sahutku sambil menatap Dini. Calon istriku terlihat makin cantik dan aku berjanji dalam hati, setelah menikah, akan kujaga kecantikannya dengan memperlakukan dia sebagai partner hidup alias teman hidup, bukan hanya sebagai 'istri' yang menuruti apa kata suami tanpa berargumen. "Iya. Mas. Tunggu. Krah beskap nya kubenerin dulu," tegur Dini dan aksi calon istriku malah difoto oleh tim dari Mas Ancha dan manajemenku. Katanya, untuk dokumentasi jelang pernikahan. "Bentar, sayang. Kamu agak kesini," ujarku dan kupegang pinggang ramping Dini. Hiya...Malah seperti foto prawedding walau itu adalah last fitting. Usai dari galeri Mas Ancha, kami menuju galeri Fetya Gunawan untuk last fitting gaun yang akan dikenakan Dini saat resepsi dan terakhir, galeri Rumah Mode Brutus menjadi tujuan kami untuk fitting setelan jas untuk kukenakan saat resepsi pernikahan. Saat last fitting, aku dan Dini memang hanya berdua plus dikawal oleh tim manajemenku. Kalau keluarga besar, mereka sudah melakukan fitting juga dengan jadwal terpisah serta penjahit terpisah lantaran keluarga kami tersebar di banyak kota. "Duh..Mas Ta. Dini cantik banget....gaunnya emang beneran cocok sama dia," komentar Mbak Olive. "Iya. Beneran deh, belum di make up aja udah cantik banget loh, calon istri lu, Mas," balas Komeng. "Ahahaha....Iya sih. Dia kan selalu cantik kalau buat gue," ujarku. "Mas. Gimana? Ada yang kurang?," tanya Dini saat ia menghampiriku. Jujur, calon istriku terlihat sangat cantik dan elegan dengan busana pengantin itu. "Sayang. Kamu tuh cantik banget. Aku beruntung karena sebentar lagi, aku yang akan menjadi suami kamu," jawabku. Kuraih tangan Dini dan kukecup mesra. "Mas. Kamu tuh bisa aja. Justru, aku yang beruntung karena bisa dapetin hati kamu, dan hatiku udah berlabuh ke tempat yang seharusnya," balas Dini. Ia tersenyum sangat manis. Usai dari Galeri Fetya Gunawan, kami menuju galeri Rumah Mode Brutus. "Mas. Bentar...dasi kupu-kupu nya agak miring. Nih..udah bener," komentar Dini seraya merapikan dasi yang kukenakan. "Makasih, sayang," ujarku sambil menatap sayang Dini dan kurangkul pinggangnya. Setelah last fitting di 3 galeri, kami makan dulu sebelum aku antar Dini ke rumahnya.
Saat H-5 acara. Tanpa terasa, hari itu tiba juga. Dimulai dengan pengajian yang digelar terpisah di mess kediaman Dini untuk Dini dan keluarganya serta dirumahku untukku sekeluarga. Pengajian diadakan dengan tema busana broken white. Ini sekaligus khataman Al-Qur'an bagi kami berdua meski terpisah. "Bismillah. Lancar acaranya, Mas Ta," ucap mama saat beliau mendoakanku usai khataman Al-Qur'an dan memasuki prosesi meminta restu. "Iya, Ma. Doain Mas Tata supaya bisa jadi suami yang baik. Restui Mas Tata, Ma, untuk menikah dengan wanita pilihan Mas Tata, dr. Andini Vidya Ananda, Sp.PD binti Almarhum Hendrian Bhagaskara," sahutku saat prosesi meminta restu alias ijin menikah. "Nak. Mama restui kamu dan mama berdoa untuk kebahagiaan rumah tangga kalian. Jadilah suami yang baik, setia, menerima apapun adanya istrimu, juga, bersabar dalam mengarungi rumah tangga. Jangan kamu gunakan mulutmu untuk bicara kasar, apalagi membentak istri kamu. Jangan juga kamu gunakan tangan serta kakimu untuk menyakiti badan istrimu. Satu lagi. Jadilah suami yang juga bertanggung jawab sepenuhnya akan senyum serta bahagia istrimu, Nak. Kebahagiaan istri ada pada kamu setelah kamu menikah nanti. Juga, jangan kamu pelit dengan istrimu dan sesulit apapun situasi rumah tangga kalian, jangan pernah berpikir sekalipun untuk menduakan istrimu dengan wanita manapun karena menantu perempuan mama hanya 1, dr. Andini Vidya Ananda, Sp.PD," pesan mama dan akan kuikuti pesan beliau. Di tempat lain. "Bunda. Mas Reza. Dini mohon ijin untuk menikah dengan pria pilihan Dini, yaitu Mas Pradikta Wicaksono bin Almarhum Dicky Sulaksono. Doakan Dini supaya bisa menjadi istri yang baik," ucap Dini saat meminta restu dengan bunda dan Mas Reza. "Bunda restui kalian berdua, Nak. Jadilah istri yang baik, juga menuruti perkataan suami selama itu membawamu pada kebaikan. Ingat. Setinggi apapun level pendidikanmu, jaga nada ucapan kamu saat berbicara dengan suami. Jangan sekalipun kamu menaikkan nada suaramu saat berhadapan dengan suami, Nak. Bunda juga yakin, Insya Allah, Nak Dikta memang pilihan Allah, serta pilihan hati kamu," sahut bunda. "Iya, Din. Mas restui kalian. Ingat. Tetap kuat sebagai seorang wanita. Saling pengertian antara kalian berdua adalah kunci rumah tangga bahagia," balas Mas Reza. Lalu, Mas Reza dan bunda menyuapi Dini sebagai simbol suapan terakhir sebelum ia menikah denganku. Di kediamanku, aku disuapi oleh mamaku dan Om Gober sebagai tanda keikhlasan mereka melepasku untuk menikahi Dini. Kemudian, aku digendong oleh mama dan Om Gober dengan bantuan tim manajemenku sebagai tanda bahwa mereka semua mendukung keputusanku untuk menikah dengan penih ikhlas serta cinta. Di mess kediaman Dini pun, calon istriku digendong oleh Mas Reza dan bunda. "Mas Reza gendongnya sampe kamar..Ya ampunn....," ucap MC. Ya. Mas Reza memang sosok kocak namun sangat menyayangi adik bungsunya itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Simphoni Cinta
RomanceCinta kadang hadir tanpa diduga. Jatuh, bangun, dan jatuh lagi sudah kurasakan. Tapi kali ini, apakah ada ketulusan yang kucari? Akankah ada cinta tanpa tapi untukku? Adakah cinta tanpa syarat seperti yang disebut orang selama ini? Dikta Povv