Love Journey Of Us

41 1 20
                                    

Dua bulan sudah usia pernikahan kami dan selama itu, kami semakin menemukan kecocokan dari karakter masing-masing. Hari itu, aku dan Dini serta 2 keluarga inti sudah ada di Bali untuk menghadiri grand opening DnD's Health Care dan DnD's Resto and Food Truck. Dini mengusulkan agar kami semua menginap di rumah impian kami berdua agar tak jauh dari klinik miliknya, juga restoran kecil serta food truck ku. "Ya..Bunda setuju kok. Lagian kan, biar sekalian liat rumah kalian berdua," ujar bunda, ibu mertuaku. "Iya, kan bisa sekalian liat konsep rumah cinta kalian, Nak," ucap mama. "Yass. Nanti kita sekamar berempat aja. Ada mama, aku, Tante Mila dan Tami," usul Salsa. "Boleh, donk. Tapi, kita sekarang beli makanan dulu karena nanti tuh gak tahu deh, bisa masak atau nggak nya dirumah. Kan kitchen set baru kemarin dipasang," sambung Dini. "Sayang. Beli makanan dan minuman sekalian deh. Kulkas udah ada juga kok. Cuma kitchen set yang belum bisa dipake. Kolam renang Insya Allah lusa mulai bisa dipake karena sekarang lagi finishing dan dibersihkan juga airnya," balasku. "Kalau kolam ikan, kata Mang Wirya sih, udah jadi. Aliran sungainya juga udah oke. Ya....Udah 95 persen lah, tinggal detail kecil aja," lanjutku. "Ok sayang. Kita mampir ke supermarket sekalian deh kalau gitu," sambung Dini dan semua setuju. Kali ini, Mas Reza tak hadir karena Mbak Fika sedang hamil muda dan belum bisa flight. Maklum, masih ngidam. Dari bandara ke kediaman kami hanya memakan waktu 1 jam lebih sedikit. Kami menyewa mobil untuk beberapa hari di Bali bersama keluarga. Aku yang menyetir dan Dini duduk disampingku. Bunda dan mama duduk di bangku kedua dan di bangku paling belakang, ada Salsa dan Tami.

Tiba di rumah. Gerbang bertulis DnD's Love House sudah jadi dan kami disambut taman bunga serta rumput. Kuparkir mobil di area parkir khusus di samping taman. "Nah. Ini rumah kami. Alhamdulillah....Udah 95 persen jadinya. Semoga mama, bunda dan adik-adik suka," ucapku. "Iya. Ini ruang tamunya sekaligus bisa melihat kolam renang. Di dekat tangga, ada ruang baca buku dan kalo jalan dikit, bisa ke dapur. Nah, Dini mau simpan persiapan makanan dan minuman di dapur dulu. Kan kulkasnya disana," sahut Dini dan bersama Tami, ia membereskan kulkas plus mengisinya dengan makanan serta minuman. "Dikta. Masya Allah, Nak. Ini rumah impian kamu dari dulu dan..kamu bisa wujudkan ini," ucap mama dan ia memelukku. Tentu, kupeluk wanita yang sudah melahirkanku itu. "Ma. Ini rumah cinta kami berdua yang juga mahar pernikahan Mas Tata untuk Dini. Kalau di Jakarta, itu yang atas nama Mas Tata. Alhamdulillah, rumah ini bisa selesai tepat waktu," jelasku. "Nak. Kamu tahu, ini juga yang Dini mau dan untuk kliniknya di Bali, ya....itu impiannya juga karena konsep klinik di Bali memang tanpa kelas dan pemandangan alam di sekitar klinik juga sangat bagus. Menurut Dini, dengan orang melihat hal yang indah, orang akan bahagia dan penyakit bisa sembuh," imbuh bunda. "Iya, Bunda. Makanya, Mas Tata coba wujudkan rumah impian kami dan kalau klinik, baik di Bali atau Jogja, semua tuh konsepnya Dini. Mas Tata paling kasih ide dikit karena yang lebih paham ya..jelas aja Dini. Dia kan dokter, jadi, urusan klinik, tentu Dini lebih paham. Kan setahu Mas Tata, klinik juga ada standar sendiri untuk alatnya dan lain-lain," ucapku. "Tapi, salut sama Mbak Dini. Dia gak perpanjang kontraknya di Mitra Persahabatan demi bisa fokus ama klinik dan juga kalau Mbak Dini bilang, dia mau fokus sama rumah tangga kalian tapi tetap bisa kerja," sela Salsa. "Iya, itu yang bikin gue tambah sayang ama kakak lu itu. Padahal, kalau dia mau, bisa aja dia tetap berkarier di beberapa tempat. Tapi dia gak mau karena memang dia pengen fokus di kliniknya sendiri dan ya.....kakak kamu itu kepengen bisa punya waktu kerja yang lebih fleksibel," ujarku. Lalu, karena ada beberapa rumah kecil yang sudah lengkap fasilitasnya, bunda tidur dengan mama dan Salsa tidur dengan Tami. Aku dan Dini...jelas di rumah utama. "Jenk Endang. Lokasi rumah anak-anak kita ini memang bagus banget. Lalu, desain rumah ini beneran bikin kita ngerasa kayak di desa gitu. Nyaman banget," komentar bunda. "Iya, Jenk Mila. Rumah ini memang konsep awalnya ya....rumah impian Mas Tata sendiri. Tapi, karena dia sudah punya istri, dia bisa menyesuaikan konsepnya dengan keinginan istrinya. Ya....saya salut sih. Dini beneran bisa menerima Mas Tata dan...selama mereka bersama hingga menikah, sekalipun Dini gak pernah bicara dengan nada tinggi ke Mas Tata loh jenk. Gak kayak mantannya dulu, yang seriiiing banget bentak-bentak anak laki-lakiku itu," curhat mama. "Jenk. Itu memang karakter Dini. Saya dan ayahnya memang mengajarkan anak-anak kami untuk menghargai lawan bicara dengan tidak memakai nada tinggi disaat berbicara, apalagi dengan pasangan mereka. Alhamdulillah, Dini dan Reza bisa melakukannya," ujar bunda. Ya. Mamaku dan bunda memang jadi makin akrab sejak kami menikah.

Simphoni CintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang