Keesokan harinya. Usai sholat subuh, kulihat Tante Anna sudah di dapur. "Tante. Ya Allah. Kok Tante yang repot. Yang lain kemana?," sapa Dini. Aku saat itu disuruh Dini untuk istirahat dikamar sementara ia menyiapkan sarapan. "Tante Stefi mu sekeluarga sih, mereka semalem nginep di hotel, yang anterin ya.....Pak Satim. Din. Maafin Tante kamu yang satu itu ya. Mungkin, dia lagi over proud sama anaknya sampai kamu yang dibandingin. Tapi Nak, Tante bangga sama kamu. Kamu persis sama bundamu. Kamu inget kan, gimana bundamu merawat ayah kamu saat beliau sakit dan akhirnya meninggal dalam pelukan bunda kamu. Kamu juga mampu merawat suamimu dan setia sama dia. Tante bangga, Nak, sama kamu. Walau secara pendidikan kamu jauh diatas suami kamu, kamu tetap bisa menyayangi dan menghormatinya sebagai suami. Ya...Dikta juga sosok suami yang baik dan Insya Allah dia bisa setia," curhat Tante Anna. "Iya, Tante. Itu juga yang diajarkan bunda sebelum Dini dan Mas Ta nikah. Well. Ini sarapannya udah siap. Tapi, bentar. Dini mau buatin Mas Ta roti bakar gandum pake selai coklat khusus nih, kesukaan Mas Ta kalau sarapan," sahut Dini. "Iya, Nak. Mmmm. Abis sarapan nanti, Tante mau jemput Nita dan Nabilla, 2 sepupu kamu. Mereka liburan kesini. Nita baru abis sidang skripsi dan Nabilla...dia baru keterima di SMA favorit di Pontianak. Mereka mau disini 1 minggu sesuai rencana. Palingan Tante pake ojek online aja nanti," timpal Tante Anna. "Tante. Sama Pak Satim aja. Palingan Dini sama Mas Ta abis sarapan mau kontrol kesehatan Mas Ta dulu. Nanti kita ketemu pas makan siang aja gimana? Kita ketemu di restoran ini aja nih, Tante," usul Dini. Tante Anna setuju dan nanti, beliau bersama 2 sepupuku, Nita dan Nabilla, akan menyusul ke Plataran Resto di Menteng. Itu adalah tempat makan kesukaan Dini dan aku.
Tak lama, aku yang terbangun langsung menghampiri Dini. "Ayah. Kok langsung turun? Baru aja Bunda mau ke atas, anterin ayah sarapan," sapa Dini padaku. Spontan kurangkul Dini dan kucium kilas keningnya. "Bunda..Gak masalah. Ayah juga harus usaha sendiri. Kan, ayah mau sembuh total, sayang..," ujarku. "Iya deh. Yah, ini roti yang ayah mau. Roti nya khusus, bunda pesenin yang gandum. Untuk susu juga sama, bunda pake susu khusus nih untuk ayah," sahut Dini dan kuakui, istriku memang sangat detail untuk urusan itu. Ia bahkan mengikuti pola makanku agar kami berdua lebih sehat. "Tante seneng liat kemesraan kalian, Nak. Tetap saling jaga cinta kalian sampai kapanpun," pesan Tante Anna dan kami setuju. "Dikta. Abis ini Tante mau siap-siap ke bandara, jemput Nita dan Nabilla, sepupunya Dini. Ya...Nabilla, anak tante kan masih libur sekolah. Nita baru abis sidang skripsi. Mereka pengen liburan kesini," ujar Tante Anna padaku. "Iya, Tante. Nanti Mas Tata bilang Pak Satim. Kebetulan, hari ini palingan Mas Tata sama Dini mau ke rumah sakit bentar. Ya...Mas Tata bisa lah kalo cuma nyetir ke RS," sahutku. "Ayah...inget. Selama pengobatan, ayah jangan nyetir sendiri. Bunda bisa, kok," timpal Dini. "Iya deh sayang. Kalau bunda maunya gitu, ya...oke. Ayah nurut," balasku dan kuusap rambut Dini dengan sayang. "Dini bener, Dikta....Kamu tuh, selama terapi, jaga kondisi, Nak," ujar Tante Anna. Beliau salah satu kerabat istriku dari pihak almarhum ayah mertuaku yang sangat baik padaku. Usai sarapan, kami bersiap ke tempat tujuan masing-masing.
Tiba di RS. "Masya Allah. Mas Dikta. Progress penyembuhannya cepat sekali. Ini yang dinamakan miracle. Kalau seperti ini, pengobatan yang udah jalan 1,5 bulan dari yang harusnya 3 bulan sih, bisa lebih cepat. Untuk obat yang seumur hidup diminum, nanti akan saya ganti dengan obat lain yang gak berpengaruh sama kualitas sperma Mas Dikta supaya setelah pengobatan, kalian bisa langsung program untuk punya anak. Itu juga, kalau kalian udah siap," jelas Dokter Tris. "Masya Allah. Alhamdulillah. Dokter. Ini kuasa Allah, dan yang pasti ada usaha tim dokter juga. Yang gak akan saya lupa, ada usaha, juga doa dari istri saya tersayang. Mmmm. Bunda. Makasih, ya cintaku," sahutku dan kugenggam sayang tangan Dini. "Yah. Itu tugas bunda. Bunda bahagia banget hari ini," timpal Dini dan ia memberiku tatapan cinta. Usai konsultasi dan kami menunggu obat di apotek, Mas Reza videocall. "Iya, Mas," sapa Dini dan ia juga arahkan kamera hp nya padaku. "Din. Kamu dan Dikta di RS?," tanya Mas Reza. "Iya, Mas. Nih Dini nemenin Mas Ta kontrol," jawabku. "Progress nya gimana?," tanya Mas Reza. "Alhamdulillah. Progress nya bagus banget. Mas. Ya.....Mas Dikta bentar lagi sehat," jelas Dini. "Iya, Mas. Alhamdulillah, semua pengobatan lancar, bahkan lebih cepat dari seharusnya," selaku. "Mas bahagia dengerinnya. Mmmm. Ta. Mas bisa minta tolong? Mbak mu loh, dia ngidam mau dikirimin sambel buatan kamu," ujar Mas Reza. "Iya, Din. Gak tahu nih, aku pengen dibuatin sambel sama Dikta," balas Mbak Fika. Meski ia lebih muda dari istriku dan aku, kami tetap memanggil beliau dengan sebutan Mbak karena mengikuti panggilan abang iparku. "Mmmm...Kalau masalah sambel sih, Mbak..suami aku nih emang jagonya. Aku aja gak bisa buat sambel seenak Mas Ta," goda Dini padaku dan kuusap pipi istriku itu. "Ya....Nanti saya kirimin deh, Mbak. Cuma, paling cepet besok dibuatnya, dan Insya Allah, siang atau sore deh, saya coba kirim dengan ekspedisi paling cepet," ujarku. Ya. Katanya, nurutin keinginan bumil yang lagi ngidam kan juga pahala. Apalagi yang ngidam adalah kakak ipar sendiri. "Iya, gak apa-apa, Ta. Tapi, jangan lupa kirimin," ujar Mbak Fika. "Ok Mbak. Mau dikirim apa lagi? Ntar kukirimin sekalian," balas Dini. "Itu aja, Din. Yang lainnya gak usah," ujar Mbak Fika. "Ok deh. Mbak. Gimana nih kondisi Mbak sama calon ponakanku dan Mas Ta?," tanya Dini. "Ya....kondisinya baik, Din. Insya Allah, ponakan kalian....cowok," jawab Mbak Fika.
KAMU SEDANG MEMBACA
Simphoni Cinta
RomanceCinta kadang hadir tanpa diduga. Jatuh, bangun, dan jatuh lagi sudah kurasakan. Tapi kali ini, apakah ada ketulusan yang kucari? Akankah ada cinta tanpa tapi untukku? Adakah cinta tanpa syarat seperti yang disebut orang selama ini? Dikta Povv