Sehari jelang lamaran, aku bersama Dini dan keluarga besar kami berdua langsung menuju daerah Kotagede untuk melihat sendiri beberapa desain cincin pernikahan. "Mas Tata. Inget. Nanti cincinnya, pilih yang beneran bagus loh, walau mama tahu, kamu sama Dini suka desain yang unik tapi simpel dan elegan," saran mama padaku dan Dini. "Bener. Tapi kalo setahu Bunda, disana tuh bisa sesuaikan sama yang kita mau, dari jenis emas sampai berlian nya sih," timpal bunda. "Iya, bunda dan mama sayang....Nanti, tentunya Dini minta saran sama bunda dan mama. Kalau Keluarga lain kan, lagi ditemenin sama Mbak Fika untuk fitting baju di Delmora Butik, trus jalan ke Malioboro. Abis dari Kotagede, kita Insya Allah fitting baju dulu, baru ke Malioboro nyusulin yang lain, atau nanti ketemuan di tempat makan aja deh," balas Dini. "Bener banget, Bunda. Jadi, ketemu pas makan siang, trus abis itu kan, kita mau ke Hyatt nya, mau cek beberapa hal. Untuk mama dan bunda sama semuaaaa keluarga inti kedua keluarga, sehari abis lamaran, kalo kata Mas Reza, kita jalan ke beberapa spot oke di Jogja," lanjutku sambil melirik Dini yang ada di barisan tengah mobil bersama mama dan bunda. Aku sedang menyetir dengan diarahkan oleh Mas Reza untuk arah jalannya. "Nah. Dikta. Udah sampe. Didepan tuh, parkirnya," ujar Mas Reza. "Ok Mas. Beresss," sahutku. "Sip....Mundur dikit, dek," timpal Mas Reza. Kuikuti saran calon abang iparku itu. "Nah. Din, Dikta. Ini tempat bikin cincinnya. Dulu, aku sama Mbak Fika juga buat cincin pernikahan kami disini," jelas Mas Reza. Kugandeng tangan Dini dan mama serta bunda mengikuti kami. Kami disambut ramah oleh para staff toko. "Mas. Mmmm..Ini unik deh. Sesuai yang kita mau. Kan, kita kepengen cincin nikah dengan nama kita pake aksara Jawa," ujar Dini. "Iya sayang...Kamu pake berlian deh untuk hiasan cincin. Aku gak usah pake berlian. Gimana?," sahutku sambil meminta pendapat Dini. "Mas. Kan ini ada yang berliannya 1, lalu ada yang 2. Gimana kalau kita berdua sama-sama pake hiasan 1 berlian?," usul Dini. "Mas. Coba dulu. Kayaknya oke tuh saran calon istrimu, Nak," sela mama. Kucoba juga contoh desain cincin yang kami mau. "Ok nih. Bunda. Udah coba juga? Nah....Di bunda bisa pas banget. Ibu. Gimana? Oke gak?," ujarku sambil melirik Dini dan minta pendapat pada calon ibu mertuaku alias bundanya Dini. "Iya, Ayah. Bunda sih oke nih. Di ayah juga pas banget cincinnya," sambung Dini. "Wah...modelnya serasi banget loh, dan pas sama jari kalian berdua, Nak," sela bunda alias calon ibunda mertuaku. Aku dan Mbak Fika memang memanggil 'ibu' pada bunda dari Dini dan Mas Reza yang baik hati tersebut karena aku dan Mas Reza sama-sama memakai bahasa 'bunda' untuk para wanita yang menjadi teman hidup kami. "Bunda. Jadi yang ini aja? Gimana, Ma?," tanya Dini seraya meminta pendapat kedua ibunda kami. "Ya...mama sih terserah kesepakatan kalian aja berdua deh, sayang," jawab mamaku seraya mengusap pundak Dini selayaknya anak sendiri. "Iya. Mmm..Nak Dikta gimana? Oke gak?," tanya bunda padaku. "Mmmm....Mas Tata sih, oke banget, Ma. Cincinnya unik. Kan, Mas Reza pake desain dari sini juga untuk wedding ring nya," jawabku pada bunda dengan sopan namun tetap akrab. "Iya. Dikta. Disini emang bisa banyak desain dan ya....bisa custom juga," sela Mas Reza. "Bunda. Gimana?," ujarku, kali ini kulirik Dini. "Iya sih. Tapi..Ayah suka nya yang mana?," tanya Dini lagi. "Kalau ayah sih, kepengen pake yang tanpa diamond untuk ayah, bunda pake 2 diamond aja. Kan, itu artinya, ayah udah serahkan semua cinta ayah ke bunda sampai gak ada diamond nya lagi karena diamond yang menjadi simbol cinta di cincin ayah, udah ayah kasih ke bunda untuk simbol cinta yang utuh," jawabku seraya mulai berfilosofi dan wajah Dini langsung bersemu merah, membuatku malah iseng mencubit gemas pipi kekasihku itu. "Mbak. Untuk cincin yang dipake calon istri saya, biar pake diamond yang bagus aja, Mbak," lanjutku, kali ini kutujukan untuk SPG yang melayani kami. "Pake berlian Eropa aja, Mas, kalo gitu. Cuma, nambah cost," ujar SPG yang bernama Hasna itu. "Iya, gak masalah kok, Mbak," sahutku. Lalu, kami mengukur jari dengan bantuan Mbak Hasna agar cincin pesanan lebih pas. Untuk di cincinku, tertulis nama Andini alias Dini sebagai calon istri dan bagian dalam cincin, tertulis Kantor OJK sebagai tempat pertama kami bertemu. Kalau di cincin milik Dini, ia meminta nama Pradikta dalam aksara Jawa, bukan hanya Dikta dan...aku setuju. Bagian dalam cincin milik Dini juga bertulis tempat pertama kami bertemu. "Mas Dikta dan Mbak Dini, kalau usul dari kami, gimana kalau seperti ini desainnya. Jadi, di cincin lelakinya, ada nama Mbak Dini dan Mas Dikta sesuai request. Kalau di cincin Mbak Dini, ada nama Mas Dikta dan Mbak Dini," ujar Mbak Hasna sambil menunjukkan cuntoh desain cincin. "Mmmm. Oke banget nih. Yah, gimana?," sahut Dini seraya melirikku. "Ini oke banget, Bunda. Kita pake desain ini, dan untuk cincin ayah, bahannya pake platidium yang base nya platina, biar tetap bisa dipake kapanpun, termasuk untuk sholat juga. Kan cowok gak boleh pake emas. Nah, kalo cewek, pake emas putih dan ditambah 2 berlian Eropa sesuai saran Mbak nya tuh," jawabku sembari merangkul pundak Dini dengan sayang. Malah, aku sekalian memesan 30 gram emas batangan dengan desain ukiran nama kami berdua dengan aksara Jawa. Namun untuk tanggal pernikahan, kami belum memutuskan. Jadi, bisa menyusul dengan cara kontak WA dengan Mbak Hasna begitu tanggal resmi pernikahan kami sudah ditetapkan. "Yah. Kok pesen emas batangan lagi?," tanya Dini padaku. "Itu untuk salah satu mahar bunda pas nikahan kita nanti," jawabku sambil merangkul pinggang Dini dengan sayang. "Yah....Kamu tuh selalu deh penuh kejutan," sahut Dini dan ia usap pipiku. "Harus. Kan biar bunda makin cinta sama ayah," jawabku. "Yah. Listen. Bunda tuh selalu sayang sama ayah," timpal Dini sembari memegang tanganku. Kubalas genggaman tangan Dini dan gak lupa, kulunasi 80 persen DP dari seluruh pesanan kami. Usai urusan cincin, kami ke Delmora Butik untuk mencoba busana yang akan dipakai besok. "Masya Allah...Nak Dikta serasi banget sama Dini, jenk Endang," puji bunda saat melihat kami mengenakan busana untuk lamaran besok. Ya. Dini memakai longdress alias gamis blue sky. Kalau aku mengenakan kemeja blue sky dan celana broken white. "Iya. Duh, Jenk Mila. Dini juga keliatan makin nambah cantiknya loh. Bener deh, calon mantu saya nih, cantik banget. Mas Tata gak salah pilih," puji mama pada Dini, dan ini yang tak pernah dilakukan mama pada Sita. Namun saat Dini yang kupilih, mama selalu mengungkapkan pujian dan kasih sayang untuk calon istriku itu. "Dikta. Dini. Bentar..foto dulu...Ini untuk dokumentasi behind the scene lamaran kalian," sela Mas Reza. "Bentar, Mas. Benerin rambut dulu," sela Dini sembari membetulkan rambutnya dan melihat itu, iseng kuusap rambut Dini serta kucium dengan sayang. Momen itu diabadikan Mas Reza.
KAMU SEDANG MEMBACA
Simphoni Cinta
RomanceCinta kadang hadir tanpa diduga. Jatuh, bangun, dan jatuh lagi sudah kurasakan. Tapi kali ini, apakah ada ketulusan yang kucari? Akankah ada cinta tanpa tapi untukku? Adakah cinta tanpa syarat seperti yang disebut orang selama ini? Dikta Povv