Claire membuka mata begitu mobil van yang dikendarai oleh Bagas memasuki halaman rumah yang telah ia tempati bersama Saka selama empat bulan ini.
Pertama kali Saka mengajaknya melihat rumah ini, Claire sudah menyukainya meskipun baru melihat dari luar. Bergaya modern-minimalis, rumah ini didominasi oleh warna putih. Sangat mencerminkan Saka yang sensitif pada kebersihan. Desain interiornya simpel tapi tetap terlihat megah. Jauh berbeda dengan rumah mediterania yang ia tinggali dulu. Saka sepertinya sudah menebak Claire tidak akan menyukai rumah yang mengingatkan akan kehidupannya di masa lalu. Which is good. Salah satu hal yang membuat Claire betah tinggal adalah karena desain interior yang sesuai dengan seleranya. Tidak berlebihan dan mengutamakan fungsionalitas.
Bagas menghentikan mobil begitu mencapai halaman teras rumah. Hani yang terlihat mengantuk membukakan pintu untuk Claire. Lalu berpamitan pulang setelahnya.
Hari ini syuting berakhir pukul dua pagi. Karena ada kesalahan teknis, syuting sempat ditunda selama dua minggu. Akibatnya para kru dan pemain harus lembur mengejar ketertinggalan. Claire menyeret kakinya mendekati pintu. Menekan empat digit angka di passcode pintu lalu mendorongnya begitu suara dentingan terdengar.
Karena sering pulang larut malam. Claire sengaja memakai smartlock door biar tidak perlu membangunkan Bibi atau Mbak jika pulang. Namun para ART-nya tetap saja menyambut kepulangan Claire walaupun mukanya masih muka bantal.
"Ibu, ibu baru pulang?" tanya Mbak Tim dengan rambut kusut. "Mau saya bikinin teh jahe nggak, Bu? Pulang subuh begini pasti badan ibu nggak enak."
"Mbak Tim, kan udah saya bilang nggak usah bangun kalau saya pulang. Lanjut tidur aja," omel Claire untuk kesekian kalinya.
"Duh, Bu. Nggak kebiasa. Takut ibu butuh apa-apa."
"Saya nggak butuh apa-apa. Udah sana kamu tidur. Lihat tuh. Rambut kamu udah kayak sarang burung."
Spontan Mbak Tim memegang rambutnya yang mengembang.
Sebelum menaiki tangga. Claire memutar badan. Menanyakan sesuatu. "Bapak udah pulang?"
"Udah, Bu. "Angguk Mbak Tim. Bola matanya mengarah ke atas nampak mengingat-ingat. "Emm ... jam sepuluh tadi deh kayaknya."
Claire manggut-manggut. Lantas melanjutkan kembali langkahnya. Pertanyaan Claire tadi hanya bentuk konfirmasi. Dia sudah tahu Saka akan pulang hari ini—meskipun tidak tahu jam berapa sampai rumah.
Sudah seminggu mereka tidak bertemu karena Saka harus mengurus cabang perusahaan di Singapura. Biasanya jika pulang subuh begini, Claire memilih tidur di lokasi syuting saja. Lebih efektif dan waktu istirahatnya lebih banyak. Tapi karena Saka pulang—dan besok dia off satu hari—Claire memutuskan pulang ke rumah. Bagaimana pun dia harus berperan sebagai istri yang manis, bukan?
Saka tidak terlihat keberadaannya di dalam kamar. Tidak perlu menebak-nebak dimana sang suami. Si workaholic itu pasti tengah berada di ruang kerjanya.
Claire meneruskan langkahnya memasuki kamar mandi. Membilas tubuhnya dengan air panas kemudian mengganti bajunya dengan kamisol lalu ia tutupi menggunakan kimono tidur saat langkahnya terarah ke ruang kerja Saka.
Claire mengetuk pintu. Begitu mendapatkan jawaban dari dalam. Pintu ia dorong, senyumnya terukir ketika pandangannya dengan Saka bertemu.
"Istri pulang bukannya disambut malah sibuk kerja," cebik Claire sembari mengayunkan kaki menghampiri Saka. "Workaholic lo itu memang nggak terobati ya, Saka."
"Kapan pulang?" Saka bertanya karena memang tidak tahu. Ruangan kerjanya kedap suara. Ia pun terlalu fokus memeriksa beberapa dokumen saat menemukan keganjilan dari laporan yang ia terima dari cabang perusahaannya di Singapura.
![](https://img.wattpad.com/cover/333421120-288-k226795.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
The Wedding Games
Romantizm[COMPLETED] Claire Davina Salim definisi dari keegoisan itu sendiri. Ia tidak ingin dimiliki oleh siapapun. Menikah tidak pernah menjadi tujuah hidupnya, Sampai pria bernama Arsaka Alexander Winata melamarnya.