"Wah, kamu cantik sekali, Harum. Saya sampai pangling, lho." Pujian yang diucapkan oleh Chyntia membuat Claire langsung meninggikan dagunya bangga. Sementara yang dipuji justru malu dan tak nyaman.
"See, Harum. Udah gue bilang lo kelihatan cantik. Kenapa nggak pede, sih?" Claire mencebikkan bibirnya heran. Padahal penampilan Harum hari ini tidak kalah memukau dari para influencer yang hadir. Tubuh tinggi dan ramping Harum malah membuatnya makin mencolok dan menarik.
"Bukannya nggak pede, Mbak." Harum duduk dengan gelisah, menutupi belahan payudaranya dengan telapak tangan. "Tapi kalau saya pakai dress begini. Saya nggak leluasa gerak. Apalagi, kayaknya dress saya kekecilan deh, Mbak."
Claire mengulum bibirnya sebentar. "Bukan kekecilan. Tapi toket lo yang gede." Wanita yang memakai tea length dress biru itu melirik ke bawah, memandang payudara Harum sedikit iri. "Seharusnya lo bersyukur, gue dulu sampai mau operasi biar punya yang kayak lo."
"Memang Saka nggak puas sama yang sekarang, Claire?" Chyntia menimpali dengan seringai jahil.
Digoda untuk hal begini tidak akan membuat Claire tersipu. "Saka mah sok nggak, tapi aslinya doyan, Ma."
Pasangan mertua dan menantu itu kompak tertawa. Sedangkan Harum hanya bisa meringis, menyembunyikan pipinya yang meram padam. Meskipun ia tahu dia akan menyesali sikap tak tegasnya yang terima saja Claire mendadaninya, Harum tak punya pilihan lain. Terlebih Claire pintar sekali mempengaruhi orang untuk menuruti keinginannya.
"Rum, gue nggak mau orang-orang gosipin gue lebay sampai bawa pengawal segala. Jas dan celana bahan lo itu terlalu kaku buat datang ke event. Lo harus berbaur supaya nggak ada yang curiga lo pengawal gue." Begitulah alasan Claire.
"Anyway, Sayang. Mama dengar kamu mau launching produk baru, ya?" Chyntia bertanya seraya mengambil gelas sampanye. "Kapan launching-nya? Biar Mama promosiin ke teman-teman Mama nanti."
"Rencananya tahun baru nanti, Ma." Claire menjawab dengan semangat. "Oh, ya. Nanti aku kirimin sampelnya ke Mama, ya. Aku udah kirim ke teman-temanku dan review mereka semuanya positif." Lantas Claire menyingkut Harum. "Nanti gue kasih lo juga, Rum,"
"Terima kasih, Mbak." Harum berkata datar lalu kembali mengawasi sekitar.
"Mama senang kamu punya inisiatif buar berbisnis gini. Saka juga suportif sama kamu," Chnytia menatap sang menantu dengan senyum haru. "Kelihatan banget dia pengin kamu bahagia dan nyaman. Sejak kecil, Saka itu terlalu keras dididik oleh Papa dan Opanya. Makanya, kadang Mama takut Saka jadi nggak pandai menunjukkan emosinya. Tapi setelah sama kamu, dia berubah banyak. Kalian juga belakangan nampak lebih mesra dan kompak."
Claire mengangguk. "Kami berusaha buat menjalin komunikasi yang baik, Ma."
"That's good. Itu memang penting. Komunikasi terus dibarengi dengan saling toleransi." Chyntia menaruh gelas sampanye di meja. "Ini kalau Mama nanya cucu, kamu bakal ngerasa terbebani nggak?"
Claire tertawa. "Mama memang mau cucu berapa?"
"Kalau bisa lebih dari dua." Chnytia menjawab jujur. "Biar rame. Nanti mereka bisa gantian nginep di rumah Mama."
"Nanti aku bicarain sama Saka."
"Dia ... bilang mau punya anak, kan?" Chyntia bertanya hati-hati. Menilik dari karakter putranya yang kaku dan serius. Mungkin saja selama ini Saka yang belum siap memiliki momongan. Makanya mereka menunda sampai sekarang.
"Mau, kok." Meskipun Saka belum membahasnya lagi, Claire yakin Saka menantikan hal itu. "Cuma memang kemarin kami lagi sama-sama sibuk. Timing-nya belum tempat aja."
KAMU SEDANG MEMBACA
The Wedding Games
Romansa[COMPLETED] Claire Davina Salim definisi dari keegoisan itu sendiri. Ia tidak ingin dimiliki oleh siapapun. Menikah tidak pernah menjadi tujuah hidupnya, Sampai pria bernama Arsaka Alexander Winata melamarnya.