Seharusnya sejak awal Saka tidak diam saja. Seharusnya dia tidak terbawa perasaan sentimentil yang membuatnya ragu-ragu dan menunda hal yang seharusnya dia lakukan sejak awal agar Claire tak berkutik. Baswara salah jika berpikir putrinya yang egois itu akan melunak hanya karena dirinya melunak. Claire tidak begitu. Dia keras kepala. Sangat keras kepala. Sejak dulu pun sudah begitu.
Dia selalu bertindak sesuka hati tanpa memikirkan perasaan orang lain, atau akibat dari perbuatannya.
Well, Saka tahu dia tidak ada bedanya. Namun setidaknya dia mau mencoba memperbaiki hubungan mereka. Dia menahan diri agar tak mencabik-cabik Baskara karena masih berani berhubungan dengan istrinya. Dia tidak ingin membuat Claire merasakan perasaan yang sama seperti mendiang ibunya.
Sebab, jauh di lubuk hatinya yang paling dalam. Saka mempedulikan perasaan Claire.
Memang, pernikahan ini didasari oleh kesepakatan dan sedikit pemaksaan—tapi apa seburuk itu hidup bersamanya? Bukankah bulan-bulan sebelumnya mereka baik-baik saja? Bukankah mereka berkomunikasi dengan baik? Bukankah mereka menikmati kemesraan sebagai pasangan suami istri?
Atau hanya dirinya yang merasaa bahagia beberapa bulan belakangan ini?
Masalah mereka terlalu sepele. Masih bisa dibicarakan dengan kepala dingin. Tapi yang Claire lakukan malah memancing emosinya, membawa orang dari masa lalunya sebagai bahan pertengkaran, mengajaknya open relationship—hal yang sangat Saka tidak inginkan, dan tiba-tiba menginginkan pisah kamar. Apa ini cara Claire melepaskan diri dengannya?
Saka berdecak. Melepaskan pulpen di tangannya lalu memijat kepalanya yang akhir-akhir ini lebih sering pusing dari biasanya.
Tak lama, suara ketukan pintu terdengar. Disusul oleh deritan pintu serta derap langkah kaki mendekati mejanya. Tidak perlu melihat, Saka tahu itu Christian, yang langsung membuka iPad-nya dan malaporkan apa yang Saka minta selidiki sebulan belakangan.
"Seperti dugaan bapak, Pak Tomi memang memiliki banyak skandal dan ditutupi dengan sangat baik. Cukup sulit mencari bukti-buktinya. Tapi orang-orang kita berhasil mendapatkan beberapa nama yang menjadi korban beliau. Mereka masih menolak bicara. Sampai saat ini, baru satu yang menghubungi tim kita dan ingin bertemu."
Saka mengangguk. "Perintahkan Harum yang bicara dengan mereka. Mereka akan lebih nyaman bicara dengan perempuan."
"Baik, Pak." Christian membuat catatan lalu kembali melapor.
"Saat ini nona Claire sudah berada di rumah. Sejak jam 11 tadi, nona Claire belum keluar rumah sama sekali," beritahu Christian lalu menambahkan dengan opininya. "Sepertinya nona Claire ingin fokus dengan bisnis-bisnisnya. Dua minggu ini, nona Claire sering meeting di kafe sembari memantau outlet-outlet Tilaniu, dan selalu ke kantor Cleir tiap paginya. Dari info yang saya dapatkan, Cleir akan merilis produk baru. Sepertinya nona Claire akan lebih sibuk."
"Dia masih sering jalan sama Baskara?"
Christian sebenarnya sengaja tidak melaporkan hal ini karena akan berdampak pada mood sang atasan. Namun jika Saka sudah bertanya, dia bisa apa?
"Informasi ini masih belum terbukti valid. Tapi setelah Cleir merilis produk baru mereka, nona Claire mengajak para pegawainya outing di Kepulauan Seribu. Dan ... Pak Baskara akan ikut."
Saka memang tak seharusnya bertanya. Sebab kepalanya kini makin pening dan dadanya terasa panas setelah mendengar kabar tersebut. Dia mengangguk. Tak berkomentar. Sehingga Christian pun keluar dari ruangannya. Menyisakan Saka yang membuang napas panjang lalu meraih mouse, yang menyebabkan layar iMac-nya menyala. Jemarinya mengetik 'Pulau Seribu' yang menampilkan banyak pulau.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Wedding Games
Romance[COMPLETED] Claire Davina Salim definisi dari keegoisan itu sendiri. Ia tidak ingin dimiliki oleh siapapun. Menikah tidak pernah menjadi tujuah hidupnya, Sampai pria bernama Arsaka Alexander Winata melamarnya.