18. The bullying is back

13 0 0
                                    

"Ikut gue!"  Alexxa menarik tangan Ayana.

Mereka kembali mengancam Ayana, kini bukan lagi membawa Ayana ke rooftop, melainkan membawanya ke toilet.

Dug!

Ayana tergeletak di lantai, ia dilempar begitu saja oleh Alexxa.

"Sakit" 

Punggung Ayana sangat sakit, ia merasakan rasa sakit yang sama seperti pembulian dulu di sekolah lamanya.

"Dengerin ya, lo bisa ngga sih untuk mencintai Danar!"

"Kenapa lo ikut campur urusan gue Lex?" 

Sret!

Alexxa kembali menjambak rambut Ayana.

"Sakit Lex, sakit!"

"Makannya lo nurut sama gue!lo harus suka balik sama Danar!"

"Tapi gue emang gasuka dia Lex, pliss jangan tarik rambut gue"

Sret!

Rambutnya kembali dijambak oleh Alexxa.

"Aaaargghh sakit banget Lexx!!"

"Nurut sama gue, atau gue jambak sekali lagi?"

Terpaksa, ia harus meng iyakan permintaan Alexxa.

"Iya Lex, tapi tolong lepasin!"

Alexxa melepaskan jambakannya.

"Cabut!"

Mereka meninggalkan Ayana sendirian di kamar mandi. Kejadian ini tak begitu jauh dari kejadian lama, sangat persis, ancamannya pun juga sangat persis.

Ayana kembali menangis didalam kamar mandi, ia sangat pasrah dengan hidupnya, ia merasa ia tidak layak hidup.

Ia berdiri lalu mencuci mukanya. Terlihat ada sebuah silet cutter yang membuat Ayana tertarik untuk melukai dirinya sendiri.
Ia mengambil silet cutter itu lalu perlahan mulai menyakiti dirinya (bercode)

Sudah ada tiga goresan yang terdapat pada tangan kirinya. Ia pun berhenti, tak cukup sampai situ, ia kembali menyakiti dirinya sendiri dengan memukul kepalanya dengan tangan.

"Kenapasih kenapaa gue harus hidup!"  Ucapnya sambil menangis.

"Seharusnya dari dulu gue nggak usah terusin untuk sekolah!"

Ia terus memukul-mukul kepalanya, menangis, dan sesekali berteriak. Hingga, bu Jenia yang akan masuk ke toilet wanita, terkejut melihat Ayana yang sedang melukai dirinya sendiri dengan memukul kepalanya.

"Ya allah gusti Ayana!" 

Ia berlari dan memeluk Ayana.

"Ayana kamu kenapa nak, sadar sadar!"

Tangisannya semakin kencang, semakin deras membanjiri wilayah pipi.

"Kamu kenapa nak sini cerita sama ibuk"

Bu Jenia memang guru yang selalu mengerti tentang perasaanya siswa nya. Ia disukai oleh banyak siswa siswi karena sikapnya yang selalu mengerti dan memahami perasaan mereka, mau itu sedih, marah, kecewa, ia akan selalu menghargai perasaan mereka.

"AKU NGGAK PANTES HIDUP BUUU!"  Ucapnya

"Eh jangan bilang kayak gitu, ada apa sini cerita"

"IBUUU AKU NGGAMAU SEKOLAH LAGI AKU CAPE SEKOLAH IBUUUKK!" 

"AKU DILUKAIN LAGI IBUUUKK, AKU CAPEEE!"  Sambungnya.

"Siapa yang ngelukain kamu sayang, ada ibu kok disini"

Bu Jenia masih terus berusaha menenangkan Ayana dengan memeluknya, dan juga mengelus ngelus kepala Ayana dengan sangat lembut.

Sedikit demi sedikit, Ayana mulai merasakan ketenangan. Bu Jenia berhasil membuat Ayana berhenti menangis.

"Sebenarnya ada apa Ayana?"

Ayana masih terdiam.

"Nggakpapa kalau kamu belum siap untuk bercerita sekarang, nanti sepulang sekolah ibu yang nganterin kamu pulang ya, sama ibu boleh izin untuk bicara sama orang tua kamu nak?"

"Boleh bu, aku cape ngomong"  Balas Ayana dengan lemas.

Bu Jenia menghantarkan Ayana untuk kembali kekelas, saat masuk ternyata pembelajaran sudah mulai.

"Loh kamu darimana Ayana?kok baru keliatan!"  Ucap pak Rizky.

"Pak, tolong, Ayana habis nangis"  Balas bu Jenia.

"Oh maaf maaf!"

Ayana masih lemas, ia pun menggeletakkan kepala ke meja.

"Kamu kenapa Ayana?"  Tanya Varo

"Nggakpapa Ro"

*****

"Sebenarnya Ayana itu kenapa bu?"

"Mungkin kalau saya ceritakan, ibu sulit untuk percaya"

"Ceritakan saja semuanya, insyallah saya percaya"

"Ayana punya penyakit mental bu"

"Astagfirullah, gimana ceritanya kenapa sampai begitu?"

Bunda pun menceritakan semuanya, mulai dari trauma Ayana dari kecil, awal awal ia melukai dirinya, hingga pada akhirnya mengidap penyakit mental.

Ayana memiliki trauma sekolah sejak ia berusia delapan tahun. Waktu itu, teman-teman Ayana sangat suka mengejek Ayana, entah itu ejekan fisik, nilai, ekonomi. Hingga lulus SD dan masuk SMP, ia masih saja mendapat ejekkan itu. Lalu ia memiliki penyakit mental saat kelulusan SMP.

Yang berbeda hanya, ketika SD dan SMP ia hanya mendapat pembully an secara lisan, ketika masuk SMK ia sudah mulai mendapatkan level pembully an yang lebih tinggi, yaitu pembully an secara fisik. Bully pukul, bully lisan, semua macam bully sudah Ayana rasakan.

Dulunya, Ayana selalu memendam rasa sakitnya, ia takut untuk bercerita kepada orang tuanya. Tapi, semakin ia diperlakukan buruk, ia sudah muak, ia menceritakan semuanya saat kelulusan SD.

Orang tuanya juga tak tega melihat anak putri nya mendapat perlakuan yang buruk, mereka sudah berusaha sekuat mungkin, tapi orang yang membully Ayana lebih keras. Entah terbuat dari apa mereka sampai tak takut kepada orang tua Ayana.

"Astagfirullah, kasian sekali dia bu"

"Saya sudah bawa dia ke psikiater, tapi butuh proses lama untuk sembuh"

Bunda tak tahan menahan air mata, hingga akhirnya air mata itu tetap jatuh.

"Yang sabar ya bu, insyallah saya akan bantu ibu dan Ayana, boleh saya kekamar Ayana sebentar bu?"

"Boleh bu, mari saya hantar"

Ayana sudah terbaring lemas dikamarnya, sangat lemas. Ia menutup kedua matanya, tapi air mata itu masih mengalir walau matanya tertutup.

"Ayana, ini bu Jenia"

Ayana membuka matanya perlahan.

"Kamu yang kuat ya nak, ibu sudah tau semuanya. Ibu akan bantu melindungi kamu, kamu jadi anak yang kuat, percaya, rencana Allah itu lebih baik. Kamu terus berdo'a sama Allah ya, ibu pamit dulu, Ayana kuat!"

Lalu bu Jenia mencium kening Ayana. Ayana masih belum bisa berkata apa-apa tapi ia sangat berterimakasih kepada bu Jenia, karena sudah mengerti tentang keadaanya.

'Terimakasih bu'  Lirih Ayana dalam hati.

This is Ayana.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang