Bab 19

139 23 1
                                    

Sudah terhitung tiga hari lamanya Elle terbaring diatas ranjang, wajahnya belum berubah, masih pucat pasi dengan bibir yang tidak berwarna seperti dulu, begitu jarang gadis itu mengeluarkan suara, bahkan satu hari Elle nyaris tidak mengeluarkan suara apapun, untuk sekedar duduk saja gadis itu tidak kuat, semua penghuni istana tidak tahu penyakit apa yang menimpa Elle, karena saking langka nya orang-orang istana terserang penyakit, mereka tidak tahu penyakit apa yang menghampiri Elle.

Suasana kerajaan kembali suram seperti dulu, seakan-akan cahaya yang sempat datang disana kembali meredup, sedangkan Helena yang gemar membuat ramuan tidak menyerah untuk terus mengobati Elle meski gadis itu belum terlihat mendingan.

Salju-salju senantiasa turun lebat diwilayah Alterniamon, langit siang tampak tak biasa, terkesan lebih gelap seakan badai akan kembali datang, Arken masih setia duduk disamping Elle yang begitu jarang membuka mata, ruas-ruas jari tulang nya mengusap lembut permukaan pipi Elle, Arken sangat merindukan suara merdu gadis itu yang sering membelai telinga nya lembut, ia merindukan pemandangan merah pekat dari wajah Elle yang sering terlihat menggemaskan di kedua sepasang mata nya.

Arken merindukan semua yang ada didalam diri Elle, dirinya ikut merasa sakit saat melihat gadis-nya terkapar tak berdaya seperti ini.

Tubuh Arken perlahan merunduk, ia mengecup lama dahi Elle yang terasa dingin, kemudian menarik dua selimut agar menutupi tubuh gadis itu hingga sebatas leher.

"Cepat bangun Elleza, jangan membuat-ku menunggu-mu lebih lama... " Manik mata Arken mulai kehilangan cahaya nya.

"Jangan terlalu lama karena itu bisa membuat-mu kehilangan-ku, dan lebih parah nya lagi kita akan sama-sama saling kehilangan... Karena kalau hari itu sudah tiba... "

Arken mendongak dengan sorot mata penuh kehampaan, kemudian kembali bergumam rendah. "Karena jika hari itu tiba aku tidak bisa kembali dan akan selama-lama nya terkutuk tanpa wujud."

Sesedih apapun Arken saat ini, pria itu tidak bisa menangis, tidak ada air mata yang jatuh meski Arken sendiri yang menginginkan nya, pria itu mulai merogoh sesuatu dibalik jubah nya, sebuah kalung berlian yang saat malam setelah berdansa pada waktu itu akan Arken berikan sambil mengungkapkan perasaan nya.

Harus rela lenyap saat kesekian kalinya takdir tidak berpihak kepada makhluk seperti nya, Arken takut bila keinginan nya yang saat ini kembali diambil, ia takut takdir kembali mengambil sesuatu dari nya karena memaksa nya untuk membayar.

Lamat-lamat Arken memandang kalung cantik di atas telapak tangan nya, kemudian Arken berjalan mendekat kearah Elle, pria itu mulai memakaikan nya ke leher yang ditumpahi juntaian lebat berwarna cokelat yang tak lain surai Elle, Arken tidak bisa tersenyum padahal kalung nya sudah terpakai di leher gadis-nya yang masih nyaman menutup mata.

"Elleza aku— " Lidah Arken langsung kelu secara tiba-tiba ketika dirinya hendak mengungkapkan perasaan.

Sial, Arken tidak bisa mengatakan nya, seolah-olah lidah nya berhenti bergerak ketika ia akan mengucapkan kata-kata yang mewakili perasaan nya.

Arken mengepalkan tangan nya kuat, pria itu langsung bergegas pergi dari kamar nya yang ditempati Elle, bersamaan dengan Helena membuka pintu, Arken tidak menoleh sedikitpun kepada wanita kurcaci itu, ia langsung melenggang pergi dengan aura gelap seperti dulu kembali hadir.

Helena hanya bisa menatap teduh kepergian Arken yang mulai diselimuti bayang-bayang berwarna hitam pekat.

"Yang mulia... " Lirih Helena pelan.

Tidak mempedulikan apapun, langkah lebar Arken membawa nya ke sebuah ruangan yang terdapat jam pasir disana, tepat diatas meja bundar yang tidak terlalu besar, yang dihadapan nya terdapat sebuah balkon beserta pemandangan luar yang terlihat bringas, butiran-butiran putih bergoncang liar diudara ditemani deburan angin kencang.

Arken menatap penuh kekosongan pada jam pasir yang bergulir lamban didalam sana, Arken dapat menghitung butir pasir yang tersisa.

Hanya ada tiga.

Tiga butir pasir lagi yang tersisa, menentukan kutukan nya lenyap atau selama nya akan melekat.

Sedangkan satu-satu nya harapan Arken agar terbebas dari lingkaran hidup terkutuk ini adalah Elle, gadis yang tengah tertidur pulas diatas ranjang. Disaat pikiran nya menerawang jauh, Arken tidak sadar ada Damian dan Lèiv yang berjalan pelan kedalam ruangan nya, dibelakang mereka ada Daren yang mengekori, Lèiv ikut berdiri disamping Arken, hingga membuat pria itu tersadar bila kini dirinya tidak sendiri.

"Yang mulia... "

Arken susah payah menenggelamkan emosi nya agar tidak meledak, kesedihan serta kekecewaan benar-benar membelenggu nya saat ini.

"Maaf... "

Ketiga pria kurcaci itu langsung melempar pandang ketika mendengar Arken berujar.

"Maaf telah membuat kalian seperti ini... "

Tunggu, jangan bilang semuanya akan berakhir begitu saja.

"Ti-tidak yang mulia! Besok Nona Elle pasti bangun!" Ujar Damian penuh keraguan, ia terus meyakinkan semuanya bila hari esok dan ke depan nya akan baik-baik saja.

Namun na'as, seberusaha apapun berkilah, takdir tidak akan berubah, hari itu akan tiba.

Dan semua penghuni istana harus siap meski mereka tidak rela.

Lèiv mengusap bahu Damian dengan kedua bola mata menyiratkan luka. "Ayolah! Kita masih bisa bermain pedang, jangan murung begitu."

Daren terus memandangi jam pasir diatas meja yang mana butiran disana akan jatuh, sama halnya dengan Daren, Arken terus menatap intens jam pasir dihadapan nya hingga dugaan nya benar.

Satu butir pasir jatuh ke bawah bersamaan seisi ruangan yang mereka huni sekarang bergetar, menjatuhkan reruntuhan kecil dari langit-langit ruangan dan membuat suasana istana menggelap dalam beberapa detik.

Arken menatap lengan nya yang sedikit demi sedikit mengeluarkan butiran pasir.

"Akhh telinga-ku!" Damian berteriak ketika telinga bagian kanan nya menghilang, melebur menjadi pasir.

Sedangkan Daren dan Lèiv, mereka berdua sama-sama kehilangan lengan kiri hingga batas sikut.

Semuanya perlahan berubah menjadi butir-butir pasir, dan setiap jam menjatuhkan satu butir pasir didalam nya, beberapa penghuni istana ada yang mati, melebur menjadi pasir dan terkutuk untuk selama-lama nya.

Mereka akan kembali menjadi wujud manusia bila sang Raja mendapat cinta sejati nya, mendapatkan pengakuan dari seorang perempuan hingga semuanya akan lenyap, hanya itu kunci untuk membebaskan semuanya, tapi mengapa rasanya begitu sulit.

Arken memejamkan mata dengan hembusan nafas panjang keluar dari dalam mulut nya.

Dua butir lagi yang tersisa, yang artinya Arken memiliki waktu dua hari lagi, bila dua hari itu terbuang sia-sia dan dirinya tidak mendapat pengakuan cinta dari satu-satu nya gadis yang berhasil mengetuk pintu hatinya, Arken akan menghilang, bernasib sama seperti yang lain.

"Elleza... "

Arken tidak tahu apa yang akan ia lakukan sekarang, semua ramuan sudah Helena buat untuk membangunkan Elle, tapi tidak ada tanda-tanda bila gadis itu akan bangun.

Sejenak, Arken menundukkan kepala nya dalam seraya sebelah lengan meremas kuat permukaan kemeja dimana letak jantung nya berada.

Penderitaan yang selama ini menemani, berhasil membuat Arken seperti dijatuhkan dari ketinggian beribu-ribu kaki, jelas ini membuat dirinya tersiksa.

"Cepat bangun Ellezaa... " Lirih Arken pilu.

"Berikan aku kesempatan untuk melihat-mu bangun, sebelum semuanya berakhir lenyap."

LOVE AND CURSETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang