14 - Teta

38 2 0
                                    

Sayangnya, sepanjang liburan ini Ayah sibuk dengan pekerjaannya di kantor, sehingga tak banyak waktu yang kami habiskan bersama. Bagaimanapun, aku tetap bersyukur. Ayah masih hidup, sehat bugar, dan still around.

Genta pulang ke kampung halamannya di Jawa bersama dengan Ibu dan adik-adiknya. Sementara Fendi banyak melakukan kegiatan touring bersama teman-teman klub mobil VW-nya. Sudah lama aku dan Kianti tidak berkomunikasi semenjak ia ngambek karena Sasti. Gadis juga tak ada kabarnya, aku hanya menghabiskan waktu liburku di rumah saja.

Rasanya liburan ini hampa tak seperti yang kuharapkan. Akhirnya aku menghabiskan waktu dengan bermain gitar dan menulis lagu-laguku. Tahun baru pun terlewatkan begitu saja tanpa ada cerita yang berarti.

---

Hari pertama semester dua kusambut dengan semangat. Tak sabar aku menunggu apalagi yang akan kudapatkan di kehidupan ini. Dari tadi Fendi memamerkan cerita touring bersama klub VW-nya mengelilingi beberapa kota dengan penuh semangat, sementara tak banyak yang diceritakan Genta soal liburan di kampung halaman. Begitu juga denganku yang kebanyakan hanya menghabiskan waktu di rumah saja.

Bel masuk berbunyi, dan para siswa siswi yang masih di luar pun masuk ke kelas. Pelajaran pertama hari ini adalah fisika, diajarkan oleh Bu Wati yang terkenal killer. Baru saja ia duduk, tak lama kemudian masuk Bu Ida bersama siswi yang tidak kukenal.

"Pagi anak-anak!" seru Bu Ida dengan suara yang menggelegar penuh semangat.

"Pagi, Buuu!"

"Wah, semangat sekali anak-anak Ibu. Gitu, dooong! Perkenalkan mulai hari ini ada siswi baru yang akan bergabung di kelas kita." Bu Ida lalu mengusap pundak siswi baru itu. "Ayo, perkenalkan dirimu, Sayang."

Siswi itu berwajah manis dan bulat. "Halo ..., nama saya Tari. Salam kenal,"

"Halo, Tariiii ...," jawab kebanyakan siswa di kelas.

"Nama lengkapnya siapa, Sayang?"

"Telaga Tari, Bu."

Tari memakai sweater berwarna biru dongker. Rambutnya diikat kuncir kuda seperti Kianti. Ia kemudian duduk di bangku kosong yang ada di belakang, sejajar dengan Fendi dan Genta.

"Ckckck ..., fiuuuw." Genta berdecak dan bersiul pelan menatapku dan Fendi, sambil melirik ke dadanya. Alisnya terangkat dan matanya membelalak, ia memberitahu kami jika Tari si anak baru itu berpayudara besar. "Pas sama inisial namanya ..., TT!" Mulut Genta bergerak nyaris tanpa suara.

Haha! Genta memang ada-ada saja, tapi ... dia ada benarnya. Praktis Tari berarti adalah wanita ke delapan dalam circle-ku, jika diakronimkan dua suku kata pertama di masing-masing namanya akan menjadi TeTa, yang berarti delapan, entah kebetulan atau bukan. Aku baru menyadari, Tari itu adalah wanita di fotoku yang tak kukenal sebelumnya. Aku ingat posenya, bertopang dengan sebelah tangan -meletakkan payudara besarnya di tangan yang satu lagi.

Tari nampaknya memang gadis yang pemalu. Bahkan ketika istrirahat pertama, ia tidak keluar kelas. Ia membawa bekal di tasnya.

Seperti biasa, aku, Fendi, dan Genta berkumpul dan makan di kantin bawah. Kami bertiga makan nasi uduk.

"Bener-bener deh ini sekolah ..., Kacau!"

"Kacau gimana, Ta?" kataku balik bertanya.

"Ceweknya cakep-cakep banget, Cuuuy! Kacau kacau kacau,"

"Lo demen ya, sama si anak baru?" Fendi menggoda Genta. "Mentang-mentang toketnya gede. Ya, kan? Selera lo banget, tuh,"

"Bukan sembarang gede itu, Fen. Pas banget itu gedenya! Gede ..., tapi gak gede banget! Ggrrrhh!" Genta membahas payudara Tari bagai sesuatu yang spesial.

Deduksi Astral - [On Hold]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang