22 - Pengakuan

78 1 0
                                    

"Hai, Gi," sapa Kianti yang ... tiba-tiba saja tak seperti biasanya. Ia kelihatan ceria.

Apaan, nih!?!?!?

"Hai," jawabku.

Jihan menoleh padaku, dan wajahnya terlihat bingung dan canggung.

"Kok-"

"Kita kebetulan ketemu. Ya kan, Dis?" Kianti menoleh pada Gadis yang lalu mengangguk. "Tadi lagi jalan. Eh ... taunya ketemu Jihan."

Aku melirik Jihan, ia mengangguk.

"Kamu sendirian?" tanya Kianti.

Bagaimana menjawabnya? Aku kesini kan untuk kencan dengan Jihan. Kuputuskan untuk ikut alur. "Ng ... iya,"

"Ooh, tumben. Biasanya sama Sasti?"

Hah? Apaan, sih? Kok Kianti jadi aneh gini?

Air muka Jihan sedikit berubah. Giliran reaksi wajahku yang jadi canggung. Darimana Kianti tahu aku pernah pergi dengan Sasti ke sini? Lagipula ... itu kan hanya dua kali, bukan sering. Kenapa Kianti berkata seolah-olah aku sering berduaan dengan Sasti?

"Aku ... mau nonton sama Jihan," jawabku agak kesal.

"Ooh, udah ganti lagi? Sekarang sama Jihan jadinya?" Kianti jelas sedang berakting dan cari gara-gara. "Jihan sama Magi sekarang?" tanya Kianti pada Jihan.

Jihan pun bingung. "Ng ... itu ...,"

"Cieee ...," ledek Kianti. Tiba-tiba saja dia jadi ceria dan sok akrab.

Aku saling bertatapan dengan Jihan. Aku khawatir ia akan terpengaruh oleh sikap Kianti.

Gadis lalu mencoba untuk mengalihkan perhatian. "Yuk, Beb. Temenin liat-liat baju."

Kianti mengangguk, ia bangkit dari duduknya. "Oh iya, hati-hati lho sama Magi. Magi itu playboy, hehehe," kata Kianti sebelum pergi.

Anjing gak, sih? Ngehe!

Setelah kami tinggal berdua, aku mengajak Jihan untuk ke atas, ke bioskop. "Yuk, Han. Kita ke atas,"

"Lo ... pernah pacaran kan, sama Cleo?" Tiba-tiba Jihan bertanya soal Kianti.

"Astaga, kok nanya itu lagi? Kan-"

"Gue itu cewek, gue tau banget! Gue punya feeling."

Feeling? Tai kucing! Sotoy! Ini semua gara-gara Kianti, nih. Ngehe!

Lalu Jihan berdiri, tapi dia malah pergi ke arah pintu lobby.

"Jihan!" Aku memanggilnya. "Kenapa? Lo marah? Gara-gara Kianti?"

"Kianti???"

Astaga, aku lupa jika panggilan Kianti itu Cleo. Hanya aku yang memanggilnya Kianti. "Cleo maksudnya,"

"Oh, sampe punya nama panggilan sayang segala, ya?"

"Eh? T-Tapi-"

"Gue sih gak peduli mau lo dibilang playboy, kek. Mau cowok bajingan, kek. Tapi ... gue gak suka cowok yang gak jujur," katanya. Jihan masih tenang, tapi cara bicaranya terdengar kesal. Kupikir ini bukan lagi sesuatu hal yang tersirat, Jihan memang menunjukkan terang-terangan jika ia sebenarnya tertarik padaku.

"Han ...,"

"Gue balik duluan deh, ya? Males!" katanya agak ketus.

Bangsaaaat ...! Nyebelin banget si Kianti, sumpah!

Deduksi Astral - [On Hold]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang