TL : 20. Worry

598 87 25
                                    

Gagak Ngampar datang bersama dengan seluruh saudara-saudarinya, kemudian disusul oleh Praharsini, dan Yudakara.

Mereka semua mendekati Kian Santang, tengah berlutut dengan suara erangan yang semakin menjadi.

Melihat kondisinya, membuat mereka tak kuat. Semuanya tentu takut bercampur tak tenang melihat keadaan Kian Santang yang seperti itu.

"Rayi, ada apa denganmu?" Tanya Walangsungsang dengan menaruh tubuh adiknya di pelukannya.

"Argh! Raka, tubuhku terasa sakit sekali. Aku tidak tau apa itu, tapi yang pasti aku tak sanggup menahan rasa sakit ini!" Jawab Kian Santang dengan suara tertahan.

"Apa yang kalian lakukan pada Rakaku Kian Santang?!" Surawisesa merasa marah pada orang yang telah membuat kakaknya dalam kondisi seperti ini. Tak lupa menyalahkan diri karena merasa tak berguna menjadi Raja sekaligus adik yang baik karena membiarkan Kian Santang menghadapi golongan hitam seorang diri.

Hariwangsa tertawa jahat, "Kau ingin tau ada apa dengan kakak tersayangmu itu?"

"Akan aku beritahu. Di dalam tubuhnya, terdapat siluman rubah yang akan memakan habis dagingnya. Siluman itu tidak pernah aku beri makan selama beberapa hari. Dan saat mendapatkan santapan yang pasti terasa nikmat, rubah itu takkan menyisakannya sedikitpun." Ucap Mahesa dengan menatap Kian Santang yang berada di pelukan Walangsungsang dengan sinis.

"Bedebah kau?!" Gagak Ngampar murka dengan apa yang di lakukan Mahesa pada adiknya. Dia langsung menyerang mereka semua dengan amarah yang tak tertahan.

Surawisesa juga ikut membantu kakak tertuanya untuk menghadapi golongan hitam itu. Meninggalkan Kian Santang bersama dengan Walangsungsang dan Rara Santang yang sudah menangis.

Praharsini dan Yudakara juga turut membantu kedua putra Siliwangi itu, tak perduli jika yang mereka hadapi saat ini adalah nenek mereka.

"Kalian takkan ku biarkan pergi dari sini dengan keadaan selamat! Kalian harus membayar mahal atas apa yang telah kalian lakukan pada adikku?!" Gagak Ngampar berseru marah tepat di hadapan para golongan hitam.

Ketika melihat kemarahannya, entah kenapa Nyi Rompang beserta yang lain merasa sedikit gelisah. Padahal sebelumnya, mereka sama sekali tak pernah merasa ragu untuk memancing amarah saudara-saudari Kian Santang.

Seolah alam mendukung, angin bertiup kencang membuat dedaunan yang gugur di tanah berhamburan kemana-mana. Langit terlihat gelap, padahal saat itu masih siang hari. Dan suasana di sana mendadak berubah, membuat bulu kuduk mereka berdiri.

Hariwangsa merasa merinding dengan suasana saat itu, "Kenapa Gagak Ngampar dan Surawisesa terlihat berbeda saat ini?"

"Entahlah. Aku juga tidak tau. Tapi yang jelas, ini pasti disebabkan oleh Kian Santang." Sahut Nyi Baranang yang merasakan hal sama.

Kemudian mereka tak lagi bicara karena Gagak Ngampar, Surawisesa, Praharsini dan Yudakara memilih langsung menyerang mereka.

..........

Kali ini, Nyi Baranang dan Hariwangsa merasa sial. Keberuntungan seolah tak berasal di pihak mereka, keduanya merasa sulit menghadapi putra sulung Siliwangi itu.

Entah kenapa ketika dalam keadaan emosi seperti ini, kekuatan Gagak Ngampar terasa lebih besar dari sebelumnya. Setiap serangannya, tak dapat mereka deteksi. Sehingga membuat Nyi Baranang dan Hariwangsa harus berulang kali terkena serangannya.

"Aku tidak akan pernah memaafkan kalian semua?! Akan ku buat kalian takkan bisa melupakan hari ini?!

Kemudian Gagak Ngampar mengunakan jurus Auman Dewa Harimau serta Ajian Brajamusti tingkat tinggi dalam waktu bersamaan, lalu mengarahkan pada kedua musuhnya itu.

Raden Kian Santang -Two Lives-Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang