Note :
Baca pelan-pelan aja, menurut gw chapter ini penuh kebacotan karena mencakup ±2k words lebih. Gw jamin bakal jenuh/bosen lu pada pas bacanya :v..........
Semuanya sontak menoleh ke satu arah ketika suara itu tiba-tiba muncul, lalu tak lama dua sosok hadir di tengah-tengah mereka.
Itu Kian Santang yang datang bersama Maung Bodas, keduanya menatap ekspresi terkejut dari wajah Surawisesa dan lainnya ketika mendapati dirinya berada di sana.
"Rayi, apa yang kau lakukan di sini? Bukankah aku sudah melarangmu untuk tidak pergi ke manapun? Tapi kenapa kau tidak mau menurut!" Ujar Gagak Ngampar berusaha agar tidak melampiaskan emosinya langsung pada adik ketiganya, dia merasa kesal dengan sifat Kian Santang yang sama sekali tak mau mendengarkannya.
"Dan paman, kenapa kau membiarkan Rayi Kian Santang ke sini? Bukankah tadi kami sudah menitipkannya padamu untuk kau pantau agar dia tetap berada di istana? Dan parahnya, kau juga ikut bersamanya?" Gagak Ngampar menatap Maung Bodas dengan kecewa.
Maung Bodas sedikit menundukkan kepalanya dengan salah satu tangannya yang dia letakkan di dada kirinya,
"Mohon ampun, Raden. Hamba hanya menjalankan perintah yang junjungannya hamba berikan. Hamba tidak bisa menolaknya, karena hamba sudah berjanji pada diri hamba sendiri untuk menyelesaikan tugas yang tuan hamba perintahkan.""Selain itu, sebelum kalian meminta Raden Kian Santang untuk memanggil hamba-- beliau sudah terlebih dahulu menemui hamba guna membicarakan sesuatu." Kini Maung Bodas mengalihkan pandangannya pada Kian Santang yang berada tepat di sampingnya.
"Tapi paman--"
"Maaf, Raka. Jangan salahkan paman Maung Bodas dalam hal ini. Paman hanya melakukan apa yang aku perintahkan. Ini kemauanku dan aku sama sekali tak bermaksud membangkang atau melawan perintahmu, hanya saja aku perlu meluruskan sesuatu." Kian Santang menyela cepat sebelum sang kakak kembali menyalahkan pemimpin dari kawanan harimau ini lebih jauh lagi.
Jelas perkataannya itu sontak mendapat tatapan bingung dari saudara-saudarinya bahkan seluruh pasukan Pajajaran maupun gabungan dari Kadipaten lain, mereka sama sekali tak paham dengan apa yang tengah di bicarakan oleh Kian Santang.
"Meluruskan sesuatu? Apa yang kau maksud, Rayi?" Tanya Walangsungsang.
Terdengar helaan nafas samar di sana hingga membuat semua pasang mata terfokus pada satu objek tersebut, "Akhirnya kau datang juga. Sekarang, kau ambil alih hal ini dan jelaskan pada mereka semua. Aku sudah tak tahan menanggapi pertanyaan mereka yang tak ada habisnya. Mulutku lelah."
"Apa maksudmu?" Tanya Surawisesa dengan menatap Abikara sengit.
Abikara menatap putra sulung Kentring Manik itu dengan dingin, "Tanya saja pada Kian Santang. Kalian pasti akan paham jika dia yang menjelaskannya."
Surawisesa mengepalkan kedua tangannya geram melihat sifat acuh Abikara. Dirinya hendak menghardik putra bungsu Parwati itu namun urung, karena Kian Santang lebih dulu bersuara hingga semua atensi kembali jatuh padanya.
"Aku akan menjelaskan semuanya. Tapi sebelum itu, jangan ada yang memotong penjelasanku kali ini." Kali ini Kian Santang nampak serius ketimbang sebelumnya.
Gagak Ngampar menghela nafas dalam,
"Baiklah."Sebelum memulai penjelasannya, dengan mimik wajah serius Kian Santang menatap semua orang sejenak. Dan itu semakin membuat mereka penasaran dan tak sabar menanti penjelasan yang akan di berikan olehnya.
Hingga beberapa menit ke depan, keadaan di sana masih hening. Mereka melakukan apa yang Kian Santang minta untuk tidak bersuara sebelum dirinya selesai menjelaskannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Raden Kian Santang -Two Lives-
Historische RomaneDua sudut kehidupan yang berbeda, menunjukkan bagaimana mereka menyikapi masalah yang hadir di kehidupan masing-masing. Terkadang, ada kala dimana pikiran selalu menggiring untuk berhenti. Namun hati kecil dalam diri selalu menolak dan terus meyaki...