TL : 05. Decline

489 82 18
                                    

Sudah hampir malam Kian Santang baru saja tiba di perbatasan antara kerajaan Pajajaran dan kerajaan Kandang Wesi.

Sedikit lama dikarenakan tadi saat dia masih berada di wilayah Pajajaran, dia mendapat sedikit hambatan. Berupa ada sekelompok komplotan perampok tengah merampas harta benda milik satu keluarga yang ingin kembali ke rumah mereka.

Tentunya Kian Santang tak tinggal diam, dia langsung mencegah perbuatan mereka.

Pada awalnya, dia memang mendapatkan perlawanan dari komplotan perampok itu. Dan terjadilah pertarungan singkat yang hasilnya, para komplotan perampok itu kalah dan memilih menyerahkan kembali barang-barang yang sempat mereka curi kepada sang pemilik.

Setelah merasa urusannya selesai, Kian Santang kembali melanjutkan perjalanannya yang sempat tertunda.

Banyak yang tidak mengenalinya, karena dia hanya mengenakan pakaian biasa serta penutup kepala. Jangan lupakan kalung yang selalu melekat di lehernya kemanapun dia pergi.

Namun ketika hendak melanjutkan perjalanannya, di tengah jalan dia bertemu dengan Yudakara yang datang dari arah berlawanan.

"Kian Santang?" Yudakara lebih dulu menyapa sang pangeran Pajajaran itu dengan bingung. Pasalnya, malam-malam seperti ini Kian Santang pergi seorang diri. Selain itu, dia tidak tau jika Kian Santang ternyata telah kembali dari pengembaraannya.

Kian Santang tersenyum manis sembari mengangguk,
"Kau ingin pergi kemana?"

"Ah, aku ingin pergi ke kerajaan Kandang Wesi." Dia seperti Kian Santang yang Yudakara kenal. Tidak ada yang berubah dari sifatnya setelah 3 tahun tidak bertemu. Hanya saja, wajahnya semakin terlihat dewasa meskipun masih tetap menggemaskan.

"Ada gerangan apa kau pergi kesana? Apa ada sesuatu yang mengharuskan kau pergi seorang diri?" Meskipun dulu, dia pernah berbuat jahat pada Kian Santang. Namun dengan berbesar hati, putra bungsu Subang Larang itu langsung memberinya maaf bahkan tanpa berpikir panjang.

Entah terbuat dari apa hatinya itu, sampai-sampai mampu melakukan hal yang selalu dianggap sulit oleh orang lain. Bahkan dirinya sendiri.

Kian Santang menghela nafasnya berat,
"Kerajaan Kandang Wesi mengibarkan kembali bendera perang kepada Pajajaran."

Mendengar hal itu tentu saja membuat Yudakara terkejut. Dia juga merasa heran dengan tingkah Kandang Wesi yang selalu saja mengundang masalah,
"Kian Santang, kalau begitu aku akan ikut denganmu."

Setelah mendengar kabar ini, Yudakara tidak akan membiarkan Kian Santang pergi seorang diri. Karena dia tau, betapa liciknya Wistapati. Bisa saja, orang sepertinya merencanakan sesuatu yang dapat merugikan Kian Santang.

Kian Santang terlihat sedang berpikir namun tidak lama mengangguk. Keduanya lantas kembali melanjutkan perjalanan mereka yang sempat tertunda akibat perbincangan yang tidak bisa di bilang singkat namun tidak bisa juga di bilang panjang.

...........

Sementara di tempat yang berbeda, nampak dua pemuda tengah terlibat perdebatan sengit lantaran pendapat keduanya mengenai topik yang sedang di bahas tak selaras.

"Rayi, sebenarnya ada apa denganmu? Kenapa kau justru tak setuju dengan keputusanku? Kenapa sekarang, kau menyimpang dari janjimu dulu terhadapku?" Pertanyaan bertubi-tubi sang kakak keluarkan untuk adiknya yang menentang keputusannya.

Sang adik menatap kakaknya dengan tajam, emosi mulai menyulut dirinya. Namun, dia harus menahan letupan emosi yang sudah berada di ujung tanduk supaya kakaknya sama sekali tak curiga terhadap rencana yang sudah dia susun selama ini. Kendati merasa tak sudi tapi dia harus tetap bersandiwara agar semuanya berjalan lancar.

"Raka, bukannya aku tidak setuju dengan keputusanmu. Hanya saja, keputusanmu kali ini terlalu gegabah. Semua resiko untuk ke depannya belum tentu kau pikirkan. Bagaimana jika mereka justru dapat memukul mundur pasukanmu nantinya?" Jawabnya dengan lancar. Berbohong adalah keahliannya, maka dengan mengatakan apa yang baru saja dia ucapkan bukanlah hal sulit.

"Terlebih kau sudah melanggar janji yang telah kau sepakati pada Siliwangi. Memangnya apa alasanmu ingin berperang dengan Pajajaran kembali setelah bertahun-tahun lamanya? Bukankah kau sudah berjanji kalau kerajaan Kandang Wesi akan berdamai dengan Pajajaran?" Dia menaikkan alisnya dengan tatapan yang masih sama.

Mendengar jawaban serta pertanyaan dari adiknya, Wistapati tersenyum evil,
"Memangnya aku sudi melakukan itu? Janji yang dulu pernah aku sepakati hanyalah janji belaka. Tak ada kesungguhan di dalamnya. Itu adalah upaya untukku agar bisa menghancurkan Pajajaran beserta keturunannya, agar aku dapat menguasai seluruh tanah pasundan ini."

"Siliwangi dan keturunannya sangat bodoh, mereka mampu aku kelabui hanya dengan tutur kata manisku saja. Padahal yang sebenarnya, aku sedang menyusun rencana untuk menghancurkan mereka." Tukasnya dengan penuh kesombongan. Wistapati menatap adiknya dengan angkuh. Sembari menampilkan senyum evil, hingga membuat mata yang melihatnya ingin sekali merobek mulutnya itu.

"Abikara, aku harap kali ini kau akan ikut denganku berperang melawan Pajajaran. Kau tak perlu khawatir, segala persiapannya akan aku atur. Kau hanya melakukan tugas yang akan aku berikan nanti." Memang, ketika dulu kerajaan Kandang Wesi berperang melawan Pajajaran, adiknya tak pernah turut andil.

Putra kedua dari Ratu Parwati itu selalu enggan melakukan apa yang dia minta. Padahal dengan adanya Abikara, Wistapati sedikit terbantu. Karena dengan kehadirannya, Wistapati dapat memanfaatkan kehadiran adiknya yang memiliki wajah serupa dengan putra bungsu Subang Larang itu untuk membuat nama baik Kian Santang menjadi buruk.

Dengan begitu, bisa mempermudah rencananya. Jika saja Abikara mau, mungkin sudah sejak dulu dia lakukan. Tapi mengingat, seluruh rakyat Pajajaran yang sangat menyayangi Kian Santang sedikit mempersulit semuanya.

Tapi bukan Wistapati jika dia akan menyerah begitu saja. Tentu dia sudah menyiapkan segala kemungkinan yang akan datang keesokkan harinya.

Tatapan Abikara yang semula tajam berubah menjadi dingin,
"Harus berapa kali aku katakan padamu, jika aku tidak akan pernah turun tangan dalam peperangan manapun. Seharusnya kau tau itu, karena aku sudah mengatakan hal ini beribu-ribu kali. Tapi nampaknya kau tak pernah menganggap serius perkataanku."

"Kita sudahi saja pembicaraan ini, aku akan ke dalam. Bertemu dengan ibunda Ratu." Abikara mulai melangkah meninggalkan Wistapati yang tengah mengepalkan kedua tangannya kuat-kuat sambil menatap punggung adik satu-satunya dengan nyalang.

"Abikara, meskipun kau sudah menolak ajakanku berkali-kali tapi itu tak membuat keinginanku untuk membuatmu ikut andil luntur begitu saja. Aku akan terus memaksamu sampai kau bersedia. Tak perduli jika jalan yang akan aku ambil nantinya adalah jalan kekerasan."

Raden Kian santang -Two Lives-
Selasa, 11 April 2023

Note :

Sebenarnya gaada niatan buat update, tapi aku mikir udah 2 minggu lebih pas terakhir kali aku update kemarin.

Nih yg kemarin sibuk nge komen Next-next mulu, nyampe ga vote tak sentil ginjal lu pada.

Btw, emang gaada komen lain apa ya selain kata Next atau Lanjut? Berasa babu😂
Yg lain napa

Raden Kian Santang -Two Lives-Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang